Judul ini seakan menjadi tanda tanya sekaligus mengajak kita untuk flashback dan melihat kedepan apa yang terjadi dalam persiapan kontestasi politik baik kini maupun mendatang. Kita perlu melihat sisi lain dari seorang Prabowo Subianto, yang dahulunya rival dan bergerak sebagai Leader of Opposition di masa kepemimpinan Jokowi dan JK. Di periode kedua bisa menjadi Menteri dan bergabung atas dasar integrasi dan juga memperkuat ketahanan Kabinet agar semakin solid, karena Jokowi punya visi yang sangat jelas dan berkelanjutan. Namun kita perlu melihat hal mengapa Jokowi mengangkat Prabowo menjadi seorang Menteri, bukan soal juga dia di portofolio Pertahanan juga namun ada maksud lain? Jawabannya sangat mudah, ini memang perspektif lain dimana Jokowi sebenarnya memberi ruang seorang Prabowo untuk berekspresi dan berkolaborasi dalam dunia politik pemerintahan. Prabowo sampai detik 2019 lalu memang bukan siapa-siapa, hanya seorang Ketua Umum Partai dan cenderung 'berbahaya' jika dia langsung turun jadi pemimpin. Memang kehandalan seseorang menjadi pemimpin apalagi yang terutama (nomor 1) relatif jika dinilai tiap subyek atau individu, namun pada umumnya jika seorang pemimpin yang kelak berkontestasi di masa mendatang tidak pernah punya 'bekal' bereksperimen atau kerja di pemerintahan tentu pengetahuan dan wawasannya sangat kurang. Jadi, Jokowi mafhum dan justru sebenarnya Prabowo dilantik Menhan bukan seolah menggerus seorang Prabowo jika sudah diberi jabatan maka 'nafsu' nyapresnya bakal hilang. Justru jika sudah ada portofolio dia pernah menjabat otomatis sudah siap 'diadu' dalam kontestasi di masa datang. Karena sedikitnya sebagian isu Nasional sudah pernah ia hadapi dan ia kerjakan.
Kurang lebih rada mirip juga korelasi soal kematangan seorang pemimpin dan harus ada padanan yang tepat untuk melampauinya. Ini yang dialami oleh seorang Ganjar Pranowo. Kini dia seorang Gubernur, seorang Kepala Daerah yang sebentar akan tampil dalam kontestasi Nasional, sekalipun ia pernah sebagai DPR. Tapi mandat diberi adalah untuk kursi Kepresidenan. Dia memang pernah di Nasional namun kenapa alasan harus wakilnya seorang Menteri. Berkaca dengan pengalaman ketika pada akhirnya Jokowi periode pertama berpasangan dengan JK. Waktu itu jelas, Jokowi tidak punya atau pernah sama sekali jabatan Nasional baik Eksekutif or Legislatif sehingga Megawati pertimbangkan JK untuk dampingi sekaligus membantu belajar 'manner' seorang Politisi Nasional hingga sematang sekarang. Jika Ganjar? Pengalaman dia Nasional hanya sebagai Legislatif itupun seorang hanya Anggota bukan Pimpinan seperti Ketua dan Wakil Ketua. Sehingga dianggap wajar jika yang mendampingi harus tokoh yang pernah 'main' di Nasional paling tidak sebagai Menteri, kalau Wapres kan hampir tak mungkin. JK sudah tidak bisa dan sudah tua, Maruf Amin? Sama sudah uzur dan declare berhenti berpolitik after 2024. So pasti, paling dekat ya seorang Menko seperti Mahfud atau Menteri seperti Erick dan Sandi.
Intinya harus ada padanan antara Nasional-Lokal atau sebaliknya. Semisal Prabowo andai pasangan dengan Ridwan Kamil akan siap karena Ridwan Kamil meski Daerah (tidak pernah jadi Menteri dan Pimpinan DPR) tapi sang Papan 1 adalah Tokoh Nasional sementara Ganjar dengan RK tidak pas karena keduanya hanya Kepala Daerah (Ganjar hanya seorang Anggota bukan Pimpinan Dewan). Ibaratnya jika Presiden seorang Tokoh Daerah harus diwakili dengan yang Pernah di Nasional. Seperti Jokowi dan JK dahulu. Kira-kira siapapun yang menjadi tokoh yang berkompetisi harus punya 'bekal' di Nasional, kalau tidak sempat ya setidaknya cari pasangan yang punya 'bekal' serupa di Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H