Lazimnya tidak dibolehkan bahkan sebenarnya impossible, tapi lumrahnya manusia semua boleh berwacana dong? Kan setiap orang punya pemikiran beragam bahkan dikatakan relatif ‘gila’ sekalipun pasti direspon, dialemin. Kalau Presiden sendiri sudah tegas dan jelas bahwa kurang kerjaan kalau ditanggepin. Ya jelas bahwa Gibran sendiri baru 2 tahun jadi Walikota plus dari segi umur (nah ini yang jadi problem besar dibalik semuanya). Ya mana mungkin, usia 37 tahun maju Pilpres sementara dalam UU sudah jelas minimal kepala 4. Jadi case closed, cuma rada unik saja. Sebenarnya secara pribadi, engga terlalu heran maupun kaget sih cuma rada lucu aja. Apa karena kebingungan nyari Cawapres atau emang ini strategi dalam rangka amankan posisi aja begitu. Paling tidak ada pembanding lah ya. Jika sosok tersebut emang kebeneran bisa menentukan juga arah yang dirasa besar.Â
Dalam hati, saya berpikir isu yang kabarnya dicetuskan sebagian relawan Prabowo Subianto non partisan (berarti diluar kader Gerindra) tersebut punya dasar yang luas dan menjadi kunci mempengaruhi pilihan. Semisal teringat di 2014 lalu, ada wacana Prabowo Subianto berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat itu Wagub DKI dan masih kader Gerindra. Kalo soal wacana ini justru berkembang sangat serius, lebih intens daripada isu liar Prabowo-Gibran. Walau liar tapi dilematis sih sebenarnya jika kejadian.Â
Sebenarnya sah-sah saja, ketika selesai Pileg 2014 PDIP pada akhirnya naik ke posisi pertama dan jumawa mencalonkan Capres kadernya sendiri hingga melupakan soal Batutulis. Melanggar kesepakatan lama dan Prabowo pun dikhawatirkan bakal kalah (dan terbukti sampe 2019 mana pernah menang). Jalan satu-satunya, Prabowo yang telah lama sejak 2013 dideklarasikan resmi dan sudah lama disosialisasikan sebagai Capres antitesa SBY saat itu, musti cari wakil sepadan.Â
Saat itu, Prabowo secara personal jatuh hati dengan Ahok. Dia percaya dan memandang keberhasilan Jokowi selama di DKI buah kerja Ahok yang sebenarnya sebagai Wagub banyak mengerjakan peran Gubernur di kandang (kantor) berbanding Jokowi yang selama 2 tahun banyakan blusukan atau di lapangan. Singkat cerita Ahok sendiri memang langsung ditawari, didorong oleh DPP mulai Ahmad Muzani hingga Fadli Zon notabene elit dan pendiri Gerindra. Lama gayung bersambut. Lantas direspon dengan malang, ya ketika Prabowo datang dengan maaf kata Ahok dengan pertimbangan matang menolak.Â
Wajar lah, DKI kosong dong kalau Gubernur dan Wagub maju Pilpres. Lebih baik Ahok jaga gawang, tapi komitmen ke Prabowo besar saat itu. Ahok ngomong langsung bahwa Jokowi musti dicegat jadi Presiden, dia masih dibutuhkan jadi Gubernur. Presiden urusan Prabowo, dan Prabowo sanggupi serta siapkan posisi terbaik untuk Ahok yaitu kalau tak salah sebagai Mendagri. Atau saat itu pertimbangan jika Prabowo-Ahok declare duluan, kali aja PDIP bisa luluh dan menyerah engga calonkan Jokowi tapi tetep Prabowo. Sama halnya berkat bujukan Prabowo, Foke tak jadi diusung PDIP di 2012 tapi Jokowi dan Ahok. Tapi takdir berkata lain bukan?
Terus gimana soal Prabowo-Gibran? Gausah banyak ditanggepi secara logika juga udah ga masuk akal. Lagian Gibran kader PDIP moso membelot. Yang ada bukan Gibran yang ‘ditendang’ dari PDIP justru sekeluarga termasuk Presiden Jokowi juga. Rumit bukan? Sementara sebenarnya Jokowi dan Ganjar juga deket. Hanya karena demi menggiring opini arah supaya sebagian besar relawan Jokowi ke Prabowo, karena ada Gibran-nya. Merusak tatanan yang sudah ada, ya tentunya bermain secara sehat lah. Tidak mungkin Gibran. Gitu mustinya. Toh tiap Capres pasti udah punya pertimbangan matang dan diskusi mendalam daripada cuma denger isu liar aja. Kan tidak rasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H