Opini yang ingin ditulis berdasarkan judul bukan tidak mendasar. Namun seolah menjadi wajar bahwa situasi 10 tahun lalu tidak berdampak pada fenomena yang terjadi sekarang.Â
Entah situasinya kini menghadapi ketidakpastian global dan internal yang menimbulkan gejolak atau tidak dimana mempengaruhi suara masyarakat pula yang bingung untuk menentukan siapa pemimpin yang benar-benar 'mendobrak' utamanya dalam konteks melihat psikologis elektoral pemilih Jokowi.Â
Seolah gegap gempita yang muncul pada saat Jokowi digadang-gadang saat itu menjadi seorang Calon Presiden menggantikan SBY sangat besar sekali bahkan muncul inisiatif-inisiatif yang timbul dari hati serasa dadakan dimana mereka bergerilya membentuk relawan dan langsung galang kekuatan. Maka jelas Pemimpin seperti Jokowi wajar dicap sebagai People Leader From People Power (Pemimpin Rakyat yang lahir dari Kekuatan Rakyat).Â
Tulisan ini juga muncul mengutip dari opini salah seorang Relawan Jokowi, yang mana beliau adalah seorang Bendahara dari Organ Relawan terbesar dan Utama dari Jokowi sendiri yaitu Projo. Kebetulan beliau adalah konseptor dari Musra alias Musyawarah Rakyat yang finalnya akan berlangsung di Hari Kebangkitan Nasional 21 Mei nanti.Â
Disitulah proses penentuan arah suara rakyat akan disampaikan. Ini merupakan buah dari pemikiran atau pandangan aspiratif yang muncul dari segenap rangkaian Musra tingkat daerah baik dari Projo maupun Relawan Jokowi non Partisan diluar Projo yang sudah berdiskusi dan menetapakan nama-nama yang panjang. Mulai 10, 5 hingga kini 2 besar setelah kalau tak salah 3 nama 'tereliminasi' yaitu Ridwan Kamil, Airlangga Hartarto dan Sandiaga Uno.Â
Kini tinggal 2 nama yang akan didiskusikan dalam Final yaitu Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Sudah seperti semacam konvensi namun murni dari rakyat yang selama ini masih percaya dengan Jokowi dan harapannya Jokowi bisa memberi arah secara demokratis dalam kapasitasnya sebagai pemimpin bukan seorang kader partai.Â
Bicara soal kader partai seolah berkorelasi dengan fenomena beberapa waktu lalu ketika Jokowi hadir memberi sambutan bahkan seolah 'endorsement' terhadap sosok Ganjar Pranowo yang diusung sebagai Capres dari PDI Perjuangan.Â
Nyatanya seolah belum 'nendang' statement bahwa Jokowi akan lantas mendukung dengan personally dalam hati sebagai seorang negarawan bukan seorang partisan yang notabene Ganjar dan Jokowi adalah sesama kader PDIP. Makanya wajar-wajar saja seolah hal yang terjadi tidak sesempurna yang dikira.Â
Implikasinya sejak Ganjar belum menjadi Capres pun sebenarnya Relawan Jokowi masih rada ragu, dan keraguan itu ditampilkan melalui survey yang menunjukkan bahwa preferensi masyarakat untuk 'wait and see' Jokowi semakin besar (dahulu 19 persen menjadi sekitar 38 persen) sementara suara Capres tak kunjung meroket dengan elektabilitas stagnan atau naik/turun tipis kisaran 25-30 persen saja.Â
Berarti seolah belum ada kesolidan yang muncul dari relawan itu sendiri, menunjukkan bahwa Jokowi sekali lagi bukan Ganjar dan Ganjar bukanlah Jokowi. Pasti ada pembeda entah lebih baik atau bukan. Begitu juga dengan Prabowo (yang notabene kini berubah dari antitesa menjadi sintesa dari pemerintahan Jokowi). Apa buktinya?