Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Urgensi Seleksi Jatah Menteri via Fit n Proper Test

21 Februari 2023   15:20 Diperbarui: 21 Februari 2023   15:39 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses ini sangat penting karena kualifikasi berbanding pada kualitas dan kepatutan mereka dalam menjabat akan mulai terlihat. Hingga pada momen Presiden dilantik, bisa jadi H-1 paling lambat Pansel yang masih satu bagian dari tim transisi kepemimpinan (atau apa istilahnya) memberikan nama-nama yang tersisa 2-3 nama kepada Presiden yang terpilih dan terlantik. Sebelumnya Pansel tersebut berasal darimana saja? Mereka musti orang-orang yang netral dan independen, memiliki tanggungjawab kepakaran yang mampu menilai secara obyektif siapa saja yang kelak akan memimpin sebuah institusi membantu Kepala Pemerintahan. Karena kelak mereka bukan hanya sebagai pejabat politik, melainkan teknokratis dan administrator yang mengelola dan membumi untuk menyelesaikan masalah dalam sebuah keputusan/kebijakan yang tentunya berdampak bagi banyak pihak. Jadi kehati-hatian itu penting.

Bayangkan saja, secara logika sebenarnya di tingkat partai politik saja ada proses seleksi dan tidak sembarang untuk menentukan siapa yang akan menjadi calon yang bakal mereka using. Begitu juga untuk Menteri. Seharusnya proses ini betul-betul dipertimbangkan penuh, mengingat jika Presiden ada mekanisme Konvensi yang mana biasanya partai tertentu memberikan keleluasaan bagi siapa saja untuk bertarung demi mendapat tiketnya untuk Pemilu, dan semua mengalami banyak tahapan bahkan ada diskusi maupun perdebatan didalamnya. Begitu juga seleksi yang dilakukan untuk menjaring Legislatif, Parpol tentu ingin sumber daya yang mumpuni, handal dan punya 'nilai jual' guna menjaring hati masyarakat sekaligus bisa bekerja dengan amanah agar keberlangsungan proses dan pendidikan politik berjalan. 

Hal itu yang perlu digarisbawahi dalam pemilihan Menteri tersebut dan itu harus dilaksanakan secara terbuka dengan standarisasi yang juga dibakukan didalamnya. Maka kelak harus ada 'aturan main' yang pasti tentang penilaian serta proses tahapan yang dilalui berbanding dengan 'bawaan' dari masing-masing sosok yang terkesan administratif dan formal tadi. 

Untuk seleksi Menteri, lanjut lagi bilamana Panitia Seleksi yang sudah bekerja di masa transisi tadi sudah menyodorkan nama, hak Presiden yang tentu mempertimbangkan usul dan berhak konsultasikan kepada pihak-pihak tertentu yang dirasa punya pertimbangan matang untuk menuntaskannya, semisal dengan pihak-pihak yang berkontribusi dalam Pemilu lalu, bisa jadi tokoh politik atau lagi-lagi negarawan yang punya kepakaran untuk memberi masukan/saran. Tapi hak prerogatif Presiden yang menentukan, begitu tiap nama Menteri dari 2-3 nama menjadi 1 nama di masing-masing portofolio. 

Baru semua nama tersebut diserahkan kepada DPR yang menjabat di periode tersebut, untuk dilakukan Fit n Proper Test layaknya seorang Pejabat Karir atau Lembaga Negara lain yang selama ini menggunakan Fit and Proper. Calon yang terpilih tersebut, melakukan pendalaman visi-misi penajaman hingga pada program kerja dan kegiatan apabila dilantik. Jika terpilih maka ditetapkan di Paripurna dan jika tidak namanya dikembalikan kepada Presiden untuk mencari nama baru yang sebenarnya bisa mengambil dari sosok ke 2 maupun ke 3 dari yang diberikan oleh Pansel. 

Mengapa prosesnya harus dilakukan dini dan berlangsung lama? Karena jelas mengisi semua portofolio Kementerian dengan menjaring 10 orang untuk mencapai 2-3 orang butuh waktu. Hanya saja bisa lebih cepat, apabila kasusnya ketika 1 Menteri tidak lagi menjabat karena mangkat, mundur, maupun terkena kasus hukum. Dimana yang bersangkutan oleh karena ditetapkan berdasarkan oleh Paripurna DPR (Paripurna hanya menetapkan pemberhentian saja, tidak menolak karena hak seseorang untuk tidak menjabat lagi jika yang bersangkutan mengusulkan). Biasanya selesai dalam 1 paling lambat 2 hari. Barulah, Presiden menetapkan caretaker (ini baru hak prerogatif Presiden murni) yang biasanya adalah Menteri yang merangkap. Biasanya proses berjalan paling tidak seminggu untuk kasus 1 orang Menteri. 

Pansel menyerap nama, kemudian proses tahapan selama 1-2 hari kemudian Presiden memilih nama dari Pansel lalu menyerahkan kepada DPR 1 hari ditambah 1 hari Fit n Proper Test atau bisa Paripurna pada hari itu juga. (Proses yang lama hanya di Pansel saja) Baru Pejabat terpilih siap dilantik. Terus bagaimana jika Reshuffle atau penggantian atas Hak Prerogatif Presiden? Presiden juga musti mempertanggungjawabkannya kepada DPR dan sebenarnya DPR pun tidak berhak menolak hanya menetapkan pemberhentian saja atas usul Presiden. Kalau mekanisme seperti ini harapannya, ada prinsip keterbukaan, keadilan serta profesionalitas karena tidak ada yang ditutup-tutupi dan terkesan transaksional melainkan rasionalitas.

Kelihatannya rumit, tapi bisa juga dipertimbangkan perpaduan mekanisme seleksi yang sehat dan berimbang seperti ini. Demi demokrasi yang sehat kemudian demi tatakelola yang profesional. Mengapa tidak? Karena Menteri adalah musti orang-orang yang benar bisa bertugas dengan sebaik-baiknya bukan hanya preferensi Presiden saja melainkan dengan keterbukaan dan obyektivitas segenap pihak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun