Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

100 Hari Jakarta di Bawah Heru Budi Hartono, Capaian dan Catatan

2 Februari 2023   15:00 Diperbarui: 2 Februari 2023   15:02 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak terasa tepat 27 Januari 2023, DKI Jakarta sudah 100 hari dipimpin oleh seorang Penjabat Gubernur, yaitu Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono yang kelak akan menjabat hingga Gubernur dan Wakil Gubernur definitif yang terpilih di Pilkada November 2024 nanti dilantik. Kemendagri memberikan sinyal bahwa pejabat terpilih Pilkada 2024 akan dilantik sekitar bulan Maret 2025 menyesuaikan dengan pejabat yang terpilih di Pilkada 2020 yang dilantik pada Maret 2021. 

Tentu sangat lama sekali bukan? Beliau bekerja dari Oktober 2022 ketika Gubernur Anies Rasyid Baswedan telah tuntas menjabat 5 tahun dengan Wakilnya yang dilantik 2020 lalu yaitu Ahmad Riza Patria. PR berat dan besar menanti mengingat Jakarta adalah kota yang keras kalau kata para pendatang. Masalahnya selalu 3 kata : banjir, macet dan tatakota yang belum kunjung selesai dan masih perlu sebuah sentuhan yang panjang. 

Harus diakui kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan menuai segenap pencapaian yang bisa dibilang prestasi sekalipun menuai kontroversi. Lumrah dalam sebuah perjalanan politik apalagi dia eksekutif alias execute the policy to develop, to govern and to empower. Jadi wajar saja selalu ada like dan dislike toh demokrasi membebaskan semua pihak untuk berpandangan dan tidak semuanya juga dipuaskan oleh sebuah policy sebagai buah dari power atau kekuasaan. Singkatnya 100 hari memang baru permulaan, selalu jadi patokan sebuah gebrakan. Lantas apakah efektif setelah kita melihat secara periodik tersebut. Jalan masih panjang lagi

Heru Budi Hartono dilantik atas pengalaman, dia memang sudah berkiprah sangat lama di Jakarta. Hampir 25 tahun dihabiskan di Pemprov bahkan pernah menjadi Walikota di Jakarta Utara pada masa kepemimpinan Joko Widodo, jelas saat itu isunya adalah Stadion BMW yang kini menjadi JIS lalu ada penataan waduk seperti Pluit dan Giant Sea Wall saat itu yang perlu dikawal. 

Belum lagi menjadi Kepala BPKAD alias Menkeu-nya DKI dimana dia bertindak dalam memastikan pengelolaan anggaran bisa berjalan sebagaimana mestinya. Singkat cerita dia dilantik di Kemendagri, dan dia melakukan berbagai terobosan berdasarkan pada janjinya yaitu memastikan arahan Presiden terkait banjir, macet dan tataruang kota bisa berjalan secara maksimal yang tentunya perkuat sinergitas dengan Pemerintahan Pusat. 

Poin disini menegaskan bahwa ada semacam jarak antara DKI dan Pusat di kepemimpinan sebelumnya. Insightnya jelas adalah soal program Normalisasi Ciliwung yang tersendat sejak 2018 lalu, dimana tidak ada pembebasan lahan berjalan di masa Anies Baswedan. Kepemimpinan sebelum Anies hingga 2017 sudah mewariskan sekitar 61 persen progres pembangunan namun 39 persen belum tuntas dikarenakan soal lahan. 

Heru berjanji untuk menuntaskan, kemudian dia juga bersikap seolah antitesa Anies dimana selama ini sumur resapan sebagai drainase vertikal dinilai kurang efektif sehingga sebenarnya resapan yang alami alias drainase secara horizontal yaitu 'air dibuang kelaut bukan masukkan ke tanah' juga diperhatikan dengan percepatan pelebaran dan pembangunan drainase di sebagian ruas jalan di Jakarta guna memastikan banjir besar yang akan terjadi akhir 2022 hingga awal 2023 nanti. 

Kemudian mempercepat penyelesaian waduk atau ruang limpah sungai yang diwarisi Anies salah satunya di Jagakarsa Brigif yang tersisa 80 persen berikut titik lain agar segera dituntaskan guna membebaskan kawasan cekungan di selatan Jakarta dari banjir besar. 

Untuk banjir, harus diakui memang fokus Heru sejauh ini adalah di masalah tersebut. 100 hari kerja bisa dikatakan banyak terfokus disitu, misalkan juga soal sodetan ciliwung yang dituntaskan pembebasan lahannya sehingga bisa eksekusi. Kedepannya April 2023 bisa segera diresmikan. Berikut juga proses relokasinya ke Rusun eksisting maupun yang direncanakan akan dibangun di kawasan Margasatwa Ragunan, karena potensi relokasi akan sangat besar, selain yang sudah berKTP DKI dan SHM mendapatkan ganti untung berupa uang sesuai harga pasar. 

Belum lagi dukungan Pusat berupa Waduk Ciawi dan Sukamahi yang sudah rampung kedepannya bisa meminimalisir. Lalu PR selanjutnya bukan hanya Normalisasi Ciliwung, harapannya juga mengoptimalkan pintu airnya dan ruas sungai lain seperti Krukut, Mookervart, Pesanggrahan, Angke, Sunter, dsb bisa juga dinormalisasi mengingat banjir juga terjadi disitu.

Untuk urusan macet, Heru tidak banyak berkata dan cukup apresiasi kepemimpinan Anies dalam integrasi transportasi melalui Jaklingko yaitu integrasi dengan account based ticketing supaya tarifnya terjangkau. Jika Anies masif dalam penataan angkutan kota sekelas Mikrotrans kedepannya juga segera dipercepat agar semua angkot bisa bertransformasi. Apalagi integrasi tiket juga sudah sesuai dengan arahan Presiden dalam ratas di 2019 lalu. 

Terus terang masalah ini cukup rumit bahkan kini memang sangatlah kompleks mengingat pasca Pandemi masyarakat sudah beraktivitas normal. Belum lagi perkara pembangunan yang terjadi di berbagai titik mengharuskan Pemerintah juga sinergi untuk menuntaskan soal transportasi umum. Semisal dalam pengadaan 100 bus listrik menjadi catatan agar segera dipercepat. 

Kemudian trase LRT Jakpro yang dari Velodrome dari awalnya ke Klender kembali lagi ke Manggarai, perlu sebuah izin trase dan harapannya bisa segera dieksekusi. Hal ini diputuskan belum lama mengingat urgensi yang didasari pada minat pasar alias penumpang yang meminta LRT yang sepi segera diarahkan ke kawasan perkantoran di Pusat Kota. 

Jika kemarin bermasalah soal ketinggian rel dengan stasiun Manggarai yang layang akhirnya diputuskan untuk disesuaikan dan Kemenhub memberi lampu hijau setelah sebelumnya dipertimbangkan kearah Klender lanjut Pondok Bambu sampai Halim. Kuartal 1 2023 diharapkan bisa segera konstruksi, lalu perkara kebutuhan jalan juga menjadi isu. Selain memang heboh isu ERP dan menuai pro dan kontra karena tidak memberi asas keadilan yaitu penyediaan transportasi setara. 

Kemudian pertambahan jalan juga menjadi isu, yaitu Pemprov menyadari efek dari ganjil genap adalah kepadatan alias over di jalan non ganjil genap yang rata-rata tidak selebar jalan arteri primer ruas ganjil genap, Jalan satu-satunya adalah menambah dan menyambungkan jalan eksisting berbasis permukiman yang selama ini terpotong, dibuat semacam shortcut dan dilebarkan sedikit daripada harus melebarkan jalan non ganjil genap yang sudah ada dan efeknya terhadap biaya. Lebih realistis jalan yang lebih kecil (arteri sekunder) disambungkan dan dilebarkan agar memotong arus jalan yang tentunya memudahkan rute bus non BRT yang juga melewati wilayah situ. 

Ada 10 ruas jalan dan kini dibebaskan lahannya. Kemudian menutup u turn juga penting mengingat u turn atau putar balikkan merupakan biang macet apalagi jika bersinggungan dengan Transjakarta akan menimbulkan kemacetan juga segera ditutup sekitar 27 u turn di DKI Jakarta.

Soal Tata ruang lantas menurut saya belum selesai. Bisa jadi ini berkaitan dengan kasus yang terjadi beberapa waktu terakhir mengenai sengketa tanah atau kepemilikan yang belum sahih antara pemilik lama dengan yang pemilik baru. Nah, kita juga jangan lupa ketika Pj Gubernur baru saja menjabat dia membuka kembali layanan kanal pengaduan langsung di Balaikota. Sekalipun memasifkan pula kanal pengaduan di Kantor Walikota guna penyesuaian terhadap masalah. Harapannya juga masyarakat bisa lebih intens dan maksimal untuk penyelesaian masalahnya yang notabene berat dan tidak bisa diakomodir oleh aplikasi. 

Terus terang ini juga berkaitan dengan penyelesaian terhadap substansi masalah lain terutama soal pungli yang tak kunjung selesai. Memang sempat menjadi pro kontra kalau pelayanan konvensional memundurkan karena semua apps based tapi apabila dipadukan bisa menjadi pelayanan maksimal. Sebenarnya kalau kasus berat seperti tataruang, dan pungli belum lagi soal birokrasi yang sifatnya abstrak dan dibuktikan dengan dokumen-dokumen lengkap. Kalau perkara lapor tentang got mampet memang tidak usah jauh, tapi perlu dibedakan pula. 

Relate dengan tata ruang, ini berarti bahwa PRnya sangat rumit. Banyak sekali yang musti diubah dan disesuaikan, mulai dari penataan di kawasan JIS yang masih belum mengakomodir seluruh warga di sekitaran dimana ada Rusun tapi tidak segera dimaksimalkan sekalipun katanya klaim untuk masyarakat yang bekerja diberdayakan disitu. Kedepannya hal ini bisa segera dituntaskan, belum lagi yang berkaitan dengan proyek PSN masih banyak lahan yang diduduki belum sepenuhnya tertib dan rapi. 

Tata ruang juga berkaitan dengan urgensi dan juga kebutuhan akan proyek yang sangat mendesak seperti pengelolaan sampah, kemudian penanggulangan kemiskinan dan juga lingkungan yang sehat. Semisal untuk membangun ITF supaya sampah bisa diolah menjadi energi ramah hingga Rusunawa terhadap masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh dan diberi jaminan hidup. Jika Pemda kurang, tentu bisa berkolaborasi seperti pendahulu yang juga masif membangun fasilitas sosial dengan pihak ketiga melalui skema denda atau kontribusi developer terhadap KLB, kedepan bisa dimaksimalkan bukan hanya soal estetika melainkan kebutuhan memberdayakan masyarakat kota,

Demikian perspektif saya mengenai catatan dan capaian terkait 100 hari kerja. Masih sangat singkat perjalanan dan masih sangat panjang yang ingin disongsong. Kedepan, Pemda dibawah Pj juga konsisten terutama soal situasi sosial politik dan keamanan menjelang Pemilu 2024 juga musti kondusif. Perkuat kemitraan dan tetap bersinergi apapun itu latar belakang elemen masyarakat agar bisa sejalan dan seimbang karena 2025 masih lama sekali. 

Setidaknya Pj punya banyak waktu untuk berbuat hingga Gubernur yang akan datang bisa meneruskan dengan sebaik-baiknya. Jakarta adalah Kota Kolaborasi, dan Jakarta juga bisa sukses untuk menjadi contoh Indonesia ditengah Dunia. 

Maka demikian, jalan yang ditempuh adalah dengan perkuat kebersamaan dan juga menuntaskan semua secara efektif dan efisien. Apapun yang menjadi kontroversi atau polemik bisa dituntaskan, dan apapun yang menjadi prestasi bisa dilanjutkan dan terus dikembangkan. Kawal dan Doakan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun