Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masa Depan Peradilan Anak, Perkuat Sanksi Sosial dan Budi Pekerti

2 Februari 2023   13:00 Diperbarui: 3 Februari 2023   07:11 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masa Depan Peradilan Anak. Perkuat Sanksi Sosial dan Pendidikan Budi Pekerti

Judul yang sangat mencengangkan. Peradilan yang bukan justru peradilan. Peradilan untuk anak menurut saya pribadi cenderung mengedepankan sanksi yang terkesan menjerumuskan anak secara mental. Mengingat hukuman penjara untuk sanksi pidana tertentu yang berlaku kepada anak, semisal kekerasan atau sampai menghilangkan nyawa selalu dibayar dengan hukuman penjara. Terus terang justru malah membuang biaya terhadap negara yang seringkali berkutat pada pemasyarakatan yang tidak berimplikasi pula pada pemulihan masyarakat agar lebih baik. Pemasyarakatan memang harus berubah menjadi kerja sosial, dan itu harus mengedepankan sistem parenting yang lebih mengayomi. 

Kejahatan yang terjadi di kalangan anak tak ubahnya kondisi sosial psikologis yang selama ini rentan dan tidak didampingi sejak awal. Maka demikian, tumbuh kembang anak menjadi kunci utama yang musti selalu dalam perhatian. Seharusnya peradilan anak adalah peradilan yang ramah terhadap rehabilitasi masa depan bukan justru menghakimi mereka para generasi penerus bangsa yang masih panjang jalannya untuk menerima takdir bahwa mereka akan selamanya jahat. Anak-anak butuh pembinaan dan pendampingan yang membangun harapan bahwa mereka kelak akan menjadi baik. 

Orangtua justru yang berperan untuk mengkondisikan bahwa semua seolah 'selesai'. Bicara soal anak ialah anak adalah subyek bukan obyek, jangan jadikan anak selalu menjadi model keinginan yang disampaikan oleh orang tua untuk menjadi sesuai harapan. Namun biarkan anak diberikan kebebasan yang dijamin untuk merubah dirinya, atas kesalahannya dan setidaknya dikawal betul kalau memang mereka punya hasrat maupun keyakinan mereka bisa berubah ditengah masyarakat. 

Narasi saya sebagai sosok yang awam tentang parenting adalah parenting itu penting. Pengadilan dan sanksi sosial juga harus menganut pada nilai-nilai parenting. Hukuman itu ibarat orang tua, seharusnya mengayomi bukan sebagai beban yang menjatuhkan. Menurut saya RKUHP sekalipun harus lebih masif memaksimalkan sanksi sosial ini dalam setiap kasus pidana anak. 

Anak bukan berarti mereka sejak lahir atau sejak kecil punya hasrat berbuat jahat. Bisa saja aspek internal sangat menekan, menurut saya penting untuk Pemerintah juga dalam perspektif lain memperhatikan kelingkungan dari masing-masing anak untuk bisa menjadi manusia atau masyarakat yang setidaknya berubah. Berubah dalam arti bukan hanya sesuai harapan orangtua yang ingin anaknya tidak nakal melainkan harapan bahwa anak bisa berubah untuk menjadi pribadi yang bermanfaat. Dalam arti, sisi mereka sendiri, apapun jalannya harus didukung selagi muaranya adalah positif. 

Anak perlu diselamatkan bukan dijerumuskan. Anak adalah harapan dan generasi penerus bangsa yang mana masa depan Negeri ditentukan oleh mereka sendiri. Sayang sekali jika anak-anak yang setidaknya berbuat dosa malah dihakimi dengan sangat berat yang belum tentu mengubah dirinya agar menjadi seorang 'manusia' yaitu makhluk sosial yang bisa menjalankan sosialisasinya secara positif. 

Kejahatan memang manusiawi, naluriah seseorang bisa berbuat jahat, tapi kejahatan bukan dihakimi terutama bagi generasi muda melainkan harus diayomi dan dibina. Itulah fungsi negara, memastikan anak-anak untuk lebih di'tekan' kearah yang lebih kondusif bukan dibatasi dengan alasan bahwa semua akan berulang terjadi. Memang ini sulit hanya saja bisa menjadi pertimbangan bahwa peradilan anak dan dewasa tidaklah sama. Anak butuh pendekatan yang lebih sosial bukan hukum 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun