Akhir-akhir ini banyak media massa meliput dan menyajikan tentang pilkada untuk menduduki kursi Gubernur ataupun Bupati di beberapa daerah. Para calon kepala daerah berlomba-lomba mencari dukungan masyarakat daerah agar calon kepala daerah tersebut bisa menang di pemilukada. Berbagai cara pun ditempuh agar bisa mencuri simpatik dari masyarakat, seperti pemberian janji-janji yang akan direalisasikan saat menjabat, blusukan ke daerah-daerah, bersosialisasi secara langsung dengan masyarakat daerah, dan lain sebagainya. Selain itu terdapat pula cara yang tidak seharusnya dilakukan, seperti black camping, dan lain sebagainya.
Tim sukses dari setiap calon pun saling berlomba menentukan strategi yang tepat sasaran agar calonnya dapat menang saat pemilu yang akan datang. Mulai dari penyebaran informasi tentang calon yang di usungnya di media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan media sosial lain sebagainnya sampai penyebaran brosur serta baliho-baliho di jalan-jalan. Tak jarang pula pembagian brosur dibagikan di depan sekolah SMA yang sasarannya adalah pelajar yang sudah memiliki hak pilih dan jumlahnya cukup banyak. Hal ini dimanfaatkan oleh tim sukses supaya hak pilih pertama anak muda ini bisa disumbangkan ke suara calonnya. Miris sekali, bukan?
Anak muda yang sudah memiliki hak suara dan baru pemula masuk ke ranah pemilu belumlah terlalu paham tentang manfaat hak suara yang nantinya akan mereka berikan kepada calon pemimpin daerahnya. Mereka hanyalah memahami bahwa hak suara yang dimiliki haruslah jatuh pada calon pemimpin yang tepat sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar merupakan pemimpin yang berkompeten. Maka dari itu, anak muda haruslah menjadi pemula yang cerdas. Cerdas dalam membidik calon-calon kepada daerah yang akan dipilih agar generasi kedepan mendapatkan pemimpin yang berkualitas.
Cerdas yang di maksudkan dalam hal ini adalah cerdas menilai siapakah calon yang pantas menerima hak suara ini. Dengan tidak terpengaruh pada politik uang yang diberikan oleh tim sukses di partai politik pendukung calon dapat membantu kemurnian kampanye dan hak suara yang dimiliki tidak tergoyahkan dengan politik uang tersebut. Serta memilih secara objektif dan tidak memilih berdasarkan kesamaan SARA akan membukakan jalan bagi pemimpin yang benar-benar berkompeten.
Sebagai pemula pun jangan tergiur oleh ucapan janji-janji manis para calon pemimpin yang hanya menjanjikan tanpa dengan merealisasikan. Haruslah berpikiran rasional dan berpandangan kedepan. Pendampingan orangtua pun berperan sangat besar mengarahkan anaknya untuk memilih pemimpin yang tepat. Peran orangtua bukanlah sebagai penghancur slogan LUBER dan JURDIL, namun sebagai pengarah agar anaknya tidak salah menggunakan hak pilihnya. Pendalaman materi tentang hal ini pun perlu diperkuat di lingkungan sekolah lewat pelajaran Pkn (Pendidikan Kewarganegaraan) dan sekolah sebagai lembaga formal seharusnya bersikap netral dan tidak memperbolehkan kampanye calon pemimpin di area sekolah.
Pemilih pemula seharusnya mampu menentukan dan memilih pemimpin yang memiliki kapabilitas dan kompetensi yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan sehingga tidak seperti membeli kucing di dalam karung artinya salah memilih figur calon pemimpin. Pemimpin yang sesungguhnya adalah pemimpin yang memperjuangkan rakyat bukan kepentingan pribadi apalagi untuk memperkaya diri sendiri dan golongan serta kelompok.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemilih pemula yang cerdas sangat menentukan terpilihnya calon pemimpin yang benar-benar memperjuangkan hak rakyat. Maka dari itu, kaum muda pemilih pemula gunakan hak pilihmu untuk menentukan masa depan bangsa dan negara!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H