Kaitan new normal, kukira selama ini sebagian besar manusia tidak sadar telah kejeblos pada tradisi dan bahkan menjadikan hidup ini sesuai undang undang ciptaan manusia itu sendiri yang lebih mengedepankan gengsi. Untuk segelas kopi senilai cuman ribuan rupiah saja, tapi demi gengsi kita rela membayar 40 ribu oleh karena bisa mejeng di cafe. Padahal saat ini mejeng di cafe tsb. dibayar mahalpun orang belum tentu mau. Begitu pula untuk berpenampilan bergengsi manusia mengeluarkan puluhan juta demi memakai pakaian, tas dan sepatu. Demi dibilang kaya manusia membeli kendaraan hingga milyaran. Pada akhirnya semua sepakat hanya ketersediaan sembako saja yang mampu menenangkan hidup kita.
Demi gengsi manusia harus nguras tabungan, jual asset jual sawah bahkan ngutang agar pesta pernikahannya megah ga malu-maluin.
Manusia telah lupa dan pahami kehidupan ini sudah sangat terlalu jauh dari esensi.
Bahwa untuk mencapai jarak pergi ke alun-alun cukup pakai grab atau gocar dengan biaya lima puluh ribu hingga seratus ribu rupiah saja.., itupun sudah bisa bolak balik gambreng plus kasih tipnya alias sudah termasuk bersedekah.
Bahwa arti hidup ini tidak perlu membayar pajak kendaraan yang mahal, menyediakan garasi, sambil hati selalu resah gelisah dari sejak takut disenggol kendaraan lain waktu dijalanan.. Â hrs mengamankan dan mengunci bahkan melengkapi garasi dengan cctv..belum lagi harus mencuci, melap tiap hari walau belum tentu mobil tsb berguna bagi kehidupan kita tiap hari.
Bahwa menikah itu syaratnya hanyalah ijab qabul. Ada wali dan mahar tok. Bukan pesta megah, sewa gedung yang jadwalnya disesuaikan, yg bahkan telah menghipnotis manusia tidak sabaran sekalipun.. bisa sangat memaklumi kondisi tsb dan rela mengantri sekalipun memakan waktu menunggu jadwal kosong berbulan-bulan. Belum lagi biaya perias dan harga catering terkenal dengan menu yg mahal serta list tamu undangan yg didahulukan terutama para tokoh penting dan terkenal walau tidak begitu kenal.
New normal artinya memulai kehidupan seperti sediakala tapi dengan pemahaman tidak sama seperti sebelum menjalani PSBB, yakni walau terbebas kembali dari aturan PSBB tapi dengan paham yang lebih ditekankan pada esensi. Kebijakkan PSBB yg telah dinormalkan menjadi new normal telah membuat kita bebas tapi tetap terkendali dengan kehati-hatian menjaga jarak demi keselamatan kesehatannya... dan yang terpenting hikmah dibaliknya, membuat kita tersadar dari banyak kekeliruan dalam menyikapi dan bersikap dalam menjalani kehidupan ini, sudah salah kaprah memahami banyak sekali hal tidak penting menjadi penting dan sebaliknya, hal penting justru banyak diabaikan.
Kukira, new normal itu ibarat hijrah menuju ke kehidupan manusia normal yang sesungguhnya, yakni membentuk pribadi yang zuhud. Barangkali itu pesan yang tersimpan dibalik musibah besar ini.
Wallahu Alam Bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H