Mohon tunggu...
felisha halim
felisha halim Mohon Tunggu... karyawan swasta -

book, movie, music, repeat...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tentang Novel: Kamu dan Kehidupan Anak-anak Muda yang Absurd

16 Maret 2015   12:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:35 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di samping itu, hanya ada sedikit perbedaan suara antara dialog dari sang Narator dengan tokoh lain. Kecuali kokoh penjaga ding-dong, si mantan pacar, dan Johan, mereka semua bisa mengutarakan sesuatu yang profound. Bahkan polisi yang menyamar menjadi tukang bakso, entah mengapa, dapat mengucapkan kalimat seperti berikut: “Bukan hilang, mungkin lebih tepat disebut berpindah tempat. Di dunia ini tidak ada yang hilang. […] Orang-orang lahir dan mati, benda-benda diciptakan, lalu rusak, dan dibuang. Tak perlu disesali. Biar saja. Segalanya baik dan tak ada yang terluka” (hal. 152-153). Sebuah keseragaman yang mirip dengan cara “Sang Narator” memandang dunia: fatalistis, dan hampir-hampir nihilis, namun sayangnya tidak disertai dengan believable depth. Ini pun menyebabkan karakter yang sebenarnya mempunyai motif yang menarik, seperti teman perempuan sekelasnya yang mencintai ayahnya sendiri, menjadi timbul dan tenggelam.

Ketiadaan atau impotensi figur otoritas (orang tua, sekolah) dalam novel ini mungkin juga turut menyebabkan keseragaman yang lain: tingkah polah masa muda yang tidak ditandai dengan pemberontakan yang menggebu-gebu, tetapi dalam kegelisahan seorang flâneur yang merasa tidak perlu bergerak ke mana-mana, sebab dunia di sekitarnya sudah bergerak kesana-kemari (hal. 291). Ini pun juga tergambar lewat dunia kecil dalam novel ini yang anakronistis. “Sang Narator” lebih gemar bermain ding-dong daripada game online. Pemakaian telepon rumah dan telepon umum koin alih-alih ponsel. Kegaliban tokoh-tokohnya menyebutkan lagu-lagu lawas The Rolling Stones hingga Nick Drake dan Charlie Patton. Retromania yang menular dari satu tokoh ke tokoh lain ini membuat saya berpikir: apakah ini suara dari tokohnya, atau suara Sabda sendiri? Lalu bagaimana mereka, dengan pengetahuan yang ensiklopedik, dapat mengenali lukisan gaya mooi indie sampai membawa Gondwana dalam percakapan remeh-temeh? Mengapa juga snobbery ini mesti menular? Apakah Sabda, saat hendak menempatkan Holden Caulfield ke dalam Macondo versi Bogor, malah menghasilkan tokoh dari cerita-cerita Murakami Haruki?

Meskipun begitu, di dalam novel ini, juga terdapat beberapa dialog berisi kritik yang menggelitik dan relevan bagi anak muda sekarang. Misalnya kehamilan remaja dan sekolah yang justru tak memanusiakan muridnya (hal. 214), kelas menengah dan antagonismenya kepada kaum buruh (hal. 290), Ujian Nasional yang dengan keliru dijadikan tolok ukur kesuksesan (hal. 300-301). Tak hanya itu, ia juga tak malu-malu untuk bermain-main dengan konsep Tuhan, dosa, dan kehendak bebas (hal. 256-259).

“Kamu” tidak menawarkan apa-apa, namun justru, seperti yang dikatakannya sendiri, bagian terbaiknya adalah tak ada bagian terbaik. Karena hidup seringkali tak memberi kita bagian yang terbaik. Ia seringkali mengecewakan. Ia seringkali membawa kehilangan. Namun hidup harus berjalan, dan ia membutuhkan harapan untuk berjalan betapapun ilusifnya harapan-harapan itu. Novel ini tidak menjejali kita dengan bualan a la Cinderella, tidak juga menakut-nakuti kita dengan penghukuman-penghukuman yang tragis. “Kamu” mencoba realistis karena kita semua dikutuk untuk hidup, dan karenanya, mau tidak mau harus menghisap sari-sari ilusi ini sampai semuanya berhenti. Tidak ada yang benar-benar sempurna dalam hidup. Dan tidak ada pilihan-pilihan yang akan selalu menghindarkan kita dari bau busuk kehidupan.

(Artikel ini pernah dipublikasikan di http://www.birokreasi.com/2015/02/27...a-yang-absurd/)

Goodreads: https://www.goodreads.com/book/show/24885350-kamu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun