Setiap 5 tahun sekali penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) selalu dilakukan. Pemilihan umum merupakan sebuah tonggak penting dalam demokrasi , menjadi wadah dimana suara rakyat dituangkan melalui pemilihan calon yang dianggap dapat mewakili kepentingan mereka. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini demokrasi di Indonesia sangat dipertanyakan keintegrasiannya dalam proses demokrasi ini. Praktik money politik pada saat ini menjadi kasus yang cukup serius dalam proses pemilu di Indonesia. Praktik ini sangat mengkhawatirkan dapat merusak demokrasi dan juga dapat mengancam integritas dari pemilu sendiri, karena dalam praktik ini sangat dipertanyakan bagaimana platform, visi, dan kualitas dari pemimpin itu sendiri.
Pada saat pemilu setiap individu yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak hanya diberi kesempatan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden , tetapi juga memilih anggota calon legislatif seperti DPR, DPD, dan DPRD. Dalam hal ini para kandidat selalu menyiapkan dirinya untuk berkampanye untuk memperoleh jabatan politik yang diinginkan. Pada setiap pemilu pasti para kandidat akan berkampanye agar mendapatkan dukungan dari masyarakat. Money politik ini diberikan dalam bentuk pemberian uang atau imbalan materi lainnya kepada pemilih atau penggunaan dana kampanye yang dapat membawa perubahan yang signifikan dalam pola pikir pemilih, seperti contohnya dengan membagi-bagikan uang dan sembako dengan tujuan dan maksud tertentu. Seperti kita tahu tindakan ini sebagai langkah untuk menambah suara untuk menjadi anggota legislatif yang termasuk juga dalam proses curang. Tindakan ini telah melanggar aturan sebagaimana dalam pasal 278 ayat(2), 280 ayat (1) huruf j, pasal 284, pasal 286 ayat (1), pasal 515 dan pasal 523 pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 mengenai Pemilihan Umum.
Dalam beberapa tahun belakangan ini fenomena money politik di Indonesia terlihat sangat jelas sekali. Pada tahun 2019 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melihat adanya kejanggalan pada pemilu tahun 2019, karena terdapat tingginya perminatan penukaran uang pecahan Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 saat masa tenang. Dimana 3 hari sebelum diadakannya pemungutan suara. Hal ini menunjukan bahwa terjadi masalah yang sangat singnifikan pada pemilu di Indonesia.
Tindakan ini disebut sebagai money politik, Â karena secara tidak langsung calon anggota legislatif tersebut melakukan pemaksaan kepada masyarakat untuk memberikan dukungan suara dan dianggap tidak menghargai hak setiap orang untuk memilih sesuai dengan hatinya. Padahal di dalam Undang- Undang tersebut sudah jelas mengenai sanksi yang didapatkan apabila calon anggota legislatif tersebut melanggar aturan. Hal ini juga ditegaskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) jika terbukti terjadi money politik akan mengambil tindakan dengan pembatalan nama calon anggota legislatif. Hal ini terlihat sangat jelas merupakan tindakan awal yang mementingkan diri sendiri, yang dikhawatirkan apabila telah menjabat akan melakukan tindakan kecurangan, menerima suap, gratifikasi hingga korupsi yang dapat merugikan negara.
Apabila money politik ini masih terus dilakukan akan sangat berdampak pada pemilu di Indonesia yaitu; dapat meningkatkan korupsi, mengancam demokrasi di Indonesia pada saat ini, meningkatkan ketidaksetaraan, meningkatkan biaya pemilihan, mengancam integritas sistem politik, meningkatkan ketidakpastian dalam proses pemilu dan dapat mengancam stabilitas negara karena memungkinkan pelaku politik uang untuk mempengaruhi hasil pemilihan dengan cara yang tidak transparan dan tidak akuntabel.
Sebenarnya dalam pemilu, money politik memiliki cakupan yang sangat luas sekali. Tidak hanya hubungan antara partai politik dengan pemilih, tetapi juga dapat kita lihat dari bentuk-bentuk interaksi antara partai politik atau kandidat yang mencalonkan diri, penyelenggara pemilu yaitu KPU dan pengawas serta pemilih. Selain itu juga dapat dilihat dari tahapan selanjutnya seperti ketika perhitungan suara terdapat oknum yang melakukan kecurangan pada saat proses perhitungan.
Dalam praktik money politik sangat membahayakan demokrasi dan juga kehendak rakyat dalam menentukan pilihannya, Sehingga dalam hal ini sangat diperlukan tindakan berupa upaya untuk meminimalisir praktik money politik dalam pemilu di Indonesia. Dalam praktik ini harus diperkuat dengan kewenangan yang independen dan kuat dalam mengawasi sumber dan penggunaan dana kampanye serta memberlakukan sanksi yang sangat tegas kepada kandidat yang telah melanggar peraturan yang telah di tetapkan.
Tetapi disisi lain kita sendiri juga harus menyadari bahwa menghilangkan kebiasaan money politik ini juga sangat sulit dan juga tidak mudah. Karena diperlukan komitmen yang sangat kuat kepada semuanya termasuk pemerintah, partai politik, kandidat, lembaga negara, dan juga masyarakat untuk menuju ke dalam demokrasi yang bersih. Dalam menciptakan pemilu yang bersih dan juga bebas dari money politik diperlukan upaya bersama kita untuk menentukan bahwa suara rakyat tidak hanya kekuatan finansial semata dari salah satu politik, tetapi berdasarkan kepentingan bersama yaitu masa depan yang adil bagi seluruh warga negara.
Menurt opini penulis langkah untuk mengatasi isu ini diperlukan adanya upaya yang sangat serius antara pemerintah, partai politik, kandidat, lembaga pengawas maupun masyarakat harus bergerak bersama untuk menciptakan pemilu yang bersih dan bebas dari money politik. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda harus meningkatkan kesadaran dalam menghadapi money politik dan juga memastikan bahwa dalam pemilihan suara tidak ditentukan oleh kekuatan finansial semata.