Permainan tradisional adalah permainan yang diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya. Cahyono sebagaimana dikutip oleh Haerani Nur dalam Jurnal Pendidikan Karakter (2013:92-93) menjelaskan bahwa permainan tradisional dapat membentuk karakter positif: Pertama, belajar berinovasi, karena permainan tradisional cenderung menggunakan atau memanfaatkan alat atau fasilitas di lingkungan sekitar tanpa harus membelinya sehingga perlu daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi.
Kedua, belajar sosialisasi diri (mengasah potensi interpersonal), sebab setiap permainan anak-anak melibatkan permainan yang relatif banyak.Ketiga, permainan tradisional menilik nilai-nilai luhur dan pesan-pesan moral tertentu seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, sikap lapang dada (kalau kalah), dorongan berprestasi, dan taat pada aturan.
Hal senada dijelaskan oleh oleh Misbach (2006:7) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa permainan tradisional dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak yang dapat meliputi hal-hal sebagai berikut:pertama, aspek motorik dengan melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motoric kasar, dan motorik halus; Kedua, aspek kognitif dengan mengembangkan imaginasi, reativitas,problem solving, strategi, kemampuan antisipatif, dan pemahaman kontekstual;
Ketiga, aspek emosi dengan menjadi media katarsis emosional, dapat mengasah empati dan pengendalian diri; Keempat, aspek bahasa berupa pemahaman konsep-konsep nilai.
Kelima,Aspek sosial dengan mengkondisikan anak agar dapat menjalin relasi, bekerja sama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi dengan berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa dan masyarakat secara umum; Keenam, aspek spiritual, permainan tradisonal dapat membawa anak untuk menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung (transcendental); Ketujuh, aspek ekologis dengan memfasilitasi anak untuk dapat memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana; Kedelapan, Aspek nilai-nilai/moral dengan memfasilitasi anak untuk dapat menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya (Nur.H, 2013:93).
Permainan tradisional sebagai bagian dari budaya turut membentuk karakter anak pada usia prasekolah dan usia sekolah dasar. Hal ini menandaskan pendidikan nasional berbasis potensi lokal. Potensi lokal yang berkembang pada kehidupan masyarakat akar rumput, menghantarkan makna pendidikan yang berbasis masyarakat. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nomor 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 16 mendefenisikan Pendidikan berbasis masyarakat sebagai penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Jenis permainan masa kecil bila direfleksikan sekarang ternyata syarat nilai-nilai edukatif yang mengarah pada pembentukan dan penguatan karakter. Di antara banyaknya permainan masa kecil, penulis mencoba melihat salah satunya saja, yakni permainan tradisional yang mengagas bermain peran. Tentu banyak permainan tradional yang melibatkan bermain peran anggota kelompok, salah satunya adalah simulasi kehidupan rumah tangga. Penulis menyebutkan simulasi kehidupan rumah tangga, sebab sampai saat ini penulis belum menemukan arti yang tepat untuk menyebutkan permainan tersebut, yang dalam bahasa Kempo-nya (wilayah tengah Manggarai Barat) pande ipang/pande lambu. Pada permainan ini anak-anak biasanya dibentuk dalam kelompok. Dalam kelompok secara sadar anak-anak membagikan tugas ada yang berperan sebagai sosok ayah, sosok ibu, dan sosok anak.
Menariknya dalam permainan tersebut, yang berperan sebagai sosok ayah melaksanakan tugas sebagai ayah, misalnya cari kayu api, pergi belanja di pasar, dan lain-lain, sementara yang berperan sebagai ibu melaksanakan tugas memasak menggunakan tempurung, menimba air, membujuk yang berperan anak saat anak menangis, menyiapkan "makanan" secara adil kepada semua anggota keluarga (anggota kelompok yang terlibat dalam permainan)
Sadar atau tidak dalam permaian sederhana ini, dan permainan tradisional lainnya memiliki nilai edukasi yang dijadikan media untuk mengkomunikasikan kepada anak-anak itu sendiri tentang bertanggung jawab, sosialisasi diri (self sosialitasion) dengan orang lain, belajar memimpin (leader ship), belajar bagaimana berpikir dan bertindak dalam anggota kelompok, belajar kerja team (team work), belajar beretika (learning ethics), belajar kerja individu dan kerja bersama (learning individual & team work), belajar berkomunikasi (communication), analis persoalan (problem analysis) dan perancang/pengembangan untuk solusi (design / development of solutions).
Bahkan dalam permainan tradisional secara instrinsik mengarahkan anak-anak bepikir inovatif dan kreatif, sebagai contoh, dalam simulasi kehidupan keluaga anak-anak menggunakan tempurung sebagai ganti periuk, membuat mobil dari kayu sebagai alat permainan, membuat gasing, dan masih banyak inovasi lainnya. Artinya di saat bersamaan anak-anak sedang bepikir merekonstruksikan alat-alat pemainan tradisional. Singkat kata bahwa permainan tradisional mengasah soft skills danhard skills secara sekaligus. Harus diakui pula semuanya memiliki dampak negatif dan positif.
Kujungi. Wartamediapost.com
Terlepas dari akibat negatif nilai-nilai edukatif permainan tradisional selaras dengan nilai-nilai karakter yang dapat ditanamkan pada anak-anak usia dini (0-6 tahun) yaitu: (1) aspek spiritual, (2) aspek personal/kepribadian, (3) aspek sosial, dan (4) aspek lingkungan. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang melibatkan penanaman pengetahuan, kecintaan dan penanaman perilaku kebaikan yang menjadi sebuah pola/kebiasaan. Pendidikan karakter tidak lepas dari nilai-nilai dasar yang dipandang baik. Pada pendidikan anak usia dini nilai-nilai yang dipandang sangat penting dikenalkan dan diinternalisasikan ke dalam perilaku mereka mencakup: Kecintaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kejujuran disiplin, toleransi dan cinta damai, percaya diri, mandiri, tolong menolong, kerja sama, dan gotong royong, hormat dan sopan santun, tanggung jawab, kerja keras, kepemimpinan dan keadilan, kreatif, rendah hati, peduli lingkungan serta cinta bangsa dan tanah air (Dian Kristiana, dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan PraSekolah dan Sekolah Awal (journal.umpo.ac.id).