17.508 pulau, 619 suku, 6 agama yang diakui dan berjuta-juta budaya terbentang dari Sabang sampai Merauke. Hal ini menyebabkan Indonesia disebut sebagai negara megabiodiversity. Akan tetapi, karena banyaknya budaya dan suku serta agama terkadang dapat menimbulkan konflik sosial. Contohnya saja kasus Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan nama Ahok. Karena kata-kata yang ia ucapkan dengan tidak sengaja melukai hati para umat Islam di negara ini. Berbondong-bondong umat Islam dari berbagai daerah turun ke jalanan di Ibu Kota hanya untuk menyerukan keadilan untuk menangkap dan mengadili Ahok, dan terkadang dikompori oleh oknum-oknum tertentu sehingga berujung pada perpecahan dan anarkisme.
Hal-hal inilah yang menyebabkan nilai-nilai dari semboyan yang kita bangga-banggakan, yaitu Bhinneka Tunggal Ika menjadi semakin pudar. Tidak adanya lagi kesadaran multikulturalisme, yang ada hanya kemajemukan yang melihat dari sisi negatifnya. Orang-orang semakin kehilangan kesadaran akan keberadaan agama atau budaya lain, yang mereka pikirkan hanya kepemimpinan berdasarkan mayoritas.
Maka saya disini menyarankan adanya penggunaan bentuk integrasi normatif sebagai model untuk menyelesaikan berbagai konflik yang timbul akibat kemajemukan. Seruan atau kalimat-kalimat yang bersifat dapat meningkatkan kembali kesadaran multikulturalisme masyarakat. Bentuk ini dapat direalisasikan dengan pemasangan spanduk-spanduk yang kalimatnya bersifat mempersatukan, bukan menimbulkan perpecahan. Dengan demikian, konflik dapat dihindari ataupun dikurangi dampak negatifnya. Selain itu juga diharapkan pendidikan untuk anak-anak sedari dini di pendidikan formal seperti sekolah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H