FOMO atau Fear of Missing Out merupakan sebuah kekhawatiran dan ketakutan akan ketinggalan suatu hal informasi atau pengalaman yang dirasakan oleh orang lain. Kata FOMO ini berbeda dengan “rasa ingin tahu”. Kata ‘FOMO’ (dalam Alodokter:2024) ini merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Dr. Andrew K. Przybylski pada tahun 2013 sebagai gambaran sebuah perasaan cemas melihat orang lain terlihat lebih bahagia atau bahkan hal-hal yang dipamerkan di sosial media, seperti merasa cemas karena tidak diundang ke pesta teman atau adanya barang yang sedang tren di TikTok sehingga merasa harus membeli barang tersebut. Sedangkan kata “rasa ingin tahu” sebuah dorongan alami untuk mencari sebuah ilmu pengetahuan yang baru serta mengarah kepada hal yang positif dan memberikan motivasi dalam belajar untuk mengembangkan diri, contohnya ingin belajar bahasa baru.
Dalam era modern ini sudah terdapat segala macam konten di sosial media atau sebuah tren yang menarik banyak penonton, sehingga dapat membuat mereka terjerumus untuk membuat konten yang sama atau bahkan termakan iklan untuk membeli produk dari sebuah bisnis yang sedang hangat karena takut ketinggalan.
Tren pada FOMO ini paling banyak terjadi pada generasi muda. Pengaruhnya sangat kuat, hal ini terbukti pada data Financial Fitness Index atau FFI (dalam OCBC: 2024) bahwa terdapat 80% anak muda menghabiskan uang untuk menyesuaikan gaya hidup mereka dengan teman-temannya, naik dari 73% dari tahun 2023. Dari data tersebut sudah menandakan bahwa dengan adanya FOMO, perlunya untuk literasi keuangan sebelum membeli suatu hal yang belum tentu dibutuhkan pada masanya sehingga kedepannya mereka dapat menentukan keputusan yang sesuai saat melibatkan uang.
Tidak hanya masalah pada finance, tetapi juga dalam kesehatan mental mereka. Terutama pada munculnya rasa iri dan ketidakpuasan yang disebabkan karena melihat bagaimana kehidupan orang lain yang sangat sempurna pada dalam media sosial. Selain itu juga dapat menurunkan kepercayaan diri, dengan melihat kehidupan orang lain yang bertolak belakang dengan diri mereka akan menimbulkan rasa rendah diri hingga akhirnya jatuh depresi. Kemudian FOMO dapat membuat seseorang merasa mereka harus selalu up to date dengan tren yang ada supaya mereka dapat diterima oleh suatu kelompok. Jika seseorang terus mencoba untuk mengejar tren yang akan selalu muncul pada setiap bulannya agar tidak ketinggalan, pada akhirnya mereka sendiri akan merasa kelelahan karena menguras energi mereka hanya untuk mengejar tren. Meskipun pada awal-awal mencoba untuk mengikuti tren akan terasa sangat menyenangkan, namun perlu disadari pada akhirnya akan menjadi keterusan, menghabiskan banyak uang, lupa akan tujuan mereka, hilangnya fokus, menjadi tidak puas, dan bahkan munculnya perilaku yang tidak sehat akibat dari FOMO.
Penting untuk menyadari bahwa FOMO berdampak buruk, terutama bagi generasi muda, sehingga harus segera dicegah. Perlunya mengetahui dan mengurangi batasan media sosial yang berlebihan, sebaliknya fokuskan ke suatu hal yang dapat membuat diri menjadi lebih bahagia baik itu hobi atau kegiatan yang disenangi, lebih bersyukur pada hal-hal yang kita miliki, lebih banyak menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekat daripada scroll sosial media yang hanya membuat kita iri dan FOMO, serta jika merasa terlalu cemas, takut, dan depresi akibat dari FOMO sebaiknya langsung mencari atau menghubungi profesional seperti psikolog atau psikiater agar dapat diatasi lebih cepat.
Sumber referensi
Hanafi, A. & Novita, C. 2024. 39% Anak Muda Punya Tujuan Utama Menabung Untuk Gaya Hidup, OCBC Gencarkan. Jakarta : OCBC Tower, Jl Prof Dr Satrio Kav 25. (Diperoleh: 9 Januari 2025, Pukul 18:43 )
https://www.ocbc.id/id/tentang-ocbc-nisp/informasi/siaran-pers/2024/08/16/ocbc-ffi-2024
Dr. Adrian, K. 2024. Mengenal FOMO dan Dampak Negatifnya. (Diperoleh: 9 Januari 2025, Pukul 21:50)
https://www.alodokter.com/mengenal-fomo-dan-dampak-negatifnya