Mohon tunggu...
Felice
Felice Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Saya suka thriller.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Musnah

23 April 2023   21:42 Diperbarui: 26 April 2023   21:16 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

          Pikiranku penuh dengan keputusasaan sepanjang waktu yang lama. Aku dulu berpikir bahwa tidak akan ada yang bisa membunuhku atau menyelamatkanku. Semua hal sudah kucoba. Berdoa kepada segala dewa dan Tuhanyang kutahu, berteriak hingga pingsan, melompat-lompat, telanjang, menggali tanah, berlari memutar selama 100 kali hingga pingsan, dan semuanya hanya berujung kepada hal yang sama. Semua usahaku sia-sia. Aku terus mencoba untuk keluar dari penjara yang bebas ini. Aku sempat berpikir aku sudah mati. Mungkin ini surga, tetapi mengapa sangat sepi? Atau mungkin ini neraka, tetapi mengapa sangat damai? Semua pikiranku terpikir gila karena hal tidak logis yang kuderita ini.Setiap hari kepalaku nyeri dan perutku lapar.

          Jika dipikir-pikir, aku belum pernah menyerah. Aku selalu mencoba berbagai hal baru setiap hari. Berusaha menghibur diri dengan membangun rumah-rumahan dan orang-orangan dari tanah liat, berbicara dengan diri sendiri, dan sebagainya. Aku tidak pernah diam. Maka dari itu hari ini aku akan diam dalam posisi bertapa. 

          Cukup mudah dibandingkan dengan menggali tanah. Aku tidak memikirkan apa-apa selama berdiam diri itu, badanku rileks, mataku terpejam tetapi aku tetap terjaga, hingga semuanya terasa mulai ada. Dan begitulah caraku kembali ke dunia nyata setelah dinyatakan hilang selama empat tahun oleh kepolisian dan surat kabar. Saat membuka mata, sebenarnya aku tidak mengharapkan apa-apa kecuali tanah kosong luas seperti biasanya lagi itu.

          Alangkah terkejutnya aku untuk terbangun di suatu restoran yang cukup ramai dengan beberapa orang memandangiku. Ada dengan tatapan terkejut, tatapan takut, tatapan horror, dan berbagai tatapan buruk kepadaku. Oh iya, aku telanjang. Tidak ada yang lebih terkejut dibandingkan aku di tempat itu. "WUAAKHHHH!" teriakan histerisku yang malah menarik lebih banyak perhatian kepadaku. Aku terus berteriak bagaikan orang gila, jelas begitu, aku ini sedang sangat bahagia, terharu, dan bersyukur. Itu yang terakhir kali aku ingat sebelum akhirnya terbangun di rumah sakit jiwa. Para tenaga medis, para polisi, detektif, dan warga-warga net sangat heran dengan keadaanku yang tiba-tiba muncul di restoran ayam goreng terkenal dan ramai pengunjung di kota Semarang. 

          Beberapa polisi dan psikiater mengintrogasiku dan terus menanyakan di mana keberadaanku selama ini. Aku sudah mengatakan semua kualami dari awal dan semua yang kulakukan sejujur-jujurnya. Beberapa dari mereka berlagak mengerti akan masalahku, tetapi tidak sedikit juga yang mengira aku masih dalam masa pemulihan dari kejadian traumatis yang menyebabkan sakit jiwa. Kasus musnahnya diriku memang terasa sangat mustahil dan tidak masuk akal sama sekali untuk terjadi. Pacarku sampai sekarang masih belum ditemukan. Aku berharap bisa mengatakan kepadanya bahwa dia hanya harus berdiam diri tanpa terlelap selama seharian penuh untuk bisa keluar dari kekosongan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun