[caption id="attachment_166061" align="aligncenter" width="590" caption="Jeruk dan Kue Keranjang. Gambar: Dok. Pribadi "][/caption]
23 Januari 2012 menandakan berakhirnya Tahun Kelinci Logam dan dimulainya Tahun Naga Air menurut penanggalan Cina. Karena naga adalah lambang kebaikan, di Tahun Naga Air ini diyakini sejumlah orang membawa banyak rezeki dan keberuntungan.
Sebagai warga keturunan Tionghoa, kemarin saya ikut ngerayain Tahun Baru Imlek bersama keluarga besar. Dari tahun ke tahun, kami nggak pernah sekalipun melewati perayaan Tahun Baru Imlek ini. Nggak seperti keturunan Tionghoa kebanyakan, kami nggak datang ke klenteng dan merayakan tradisi-tradisi khusus waktu menyambut Imlek. Biasanya kami cuma ngumpul di rumah orang tua atau orang yang dituakan.
Hampir semua keluarga dari papa dan mama saya adalah orang Jakarta keturunan Tionghoa dan berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Jadi nggak ada kesulitan sih sebenernya untuk berkumpul bersama. Dari keluarga papa, kami berkumpul di rumah anak tertua, yaitu kakak laki-laki papa saya (saya memanggilnya apak) karena kedua orang tua papa sudah meninggal. Sedangkan keluarga mama, kami berkumpul di rumah kungkung (kakek) dan popo (nenek) saya.
Pagi-pagi sekitar jam 09.30 saya bersama papa, mama, dan cici (kakak perempuan) berangkat dari rumah kami di Bekasi. Tujuan awal kami adalah berkunjung ke keluarga dari pihak papa di Jembatan Lima, Jakarta Barat. Perjalanan lancar dan Jakarta terlihat sepi dari hari biasanya. Dalam waktu sejam saya sudah sampai di rumah apak. Papa saya adalah anak keempat dari lima bersaudara. Waktu kami datang, sudah ada beberapa keluarga (adik dan kakak papa) yang sudah sampai lebih dulu.
Hal pertama yang selalu kami lakukan saat bertemu keluarga yaitu mengepalkan dan menyatukan kedua tangan di depan dada sambil ngucapin "Gong Xi" (Kiong Hi). Salam itu adalah "syarat" supaya dikasih angpao, yaitu amplop kecil berwarna merah yang berisi uang. Dulu waktu saya kecil, saya selalu diingatkan sama mama kalau nggak ngucapin "Gong Xi" nanti nggak bakal dikasih angpao. Maksud sebenarnya sih supaya kita terbiasa menyapa orang yang lebih tua. Angpao ini biasanya diberikan kepada mereka yang belum nikah oleh mereka yang sudah nikah, yang menurut tradisi artinya berbagi rezeki.
Nggak lengkap rasanya kalau berkunjung ke rumah orang tanpa nyicip makanannya. Menu makanan di rumah apak hari itu adalah mie goreng, capcay, ayam panggang, dan beberapa olahan daging babi. Tentu saja dilengkapi dengan kue-kue yang manis, seperti kue lapis legit, nastar, dan tidak ketinggalan juga buah jeruk.
[caption id="attachment_166064" align="aligncenter" width="300" caption="Beberapa menu makanan di rumah apak. Gambar: Dok. Pribadi"]
[caption id="attachment_166069" align="aligncenter" width="300" caption="Kue lapis legit dan nastar. Gambar: Dok. Pribadi"]
Kalau menurut tradisi, makanan yang disajikan punya lambang dan arti masing-masing. Seperti mie yang bentuknya panjang melambangkan panjang umur dan kemakmuran. Kue lapis legit melambangkan rezeki yang berlapis-lapis. Ikan bandeng yang dimasak pindang melambangkan rezeki dan keberuntungan karena kata "ikan" dalam bahasa Mandarin sama bunyinya dengan kata "yu" yang berarti rezeki. Begitu juga dengan buah jeruk yang oleh sebagian orang Cina disebut "chi zhe", "chi" berarti rezeki dan "zhe" berarti buah. Selain itu warna jeruk yang kuning menyala sama seperti warna emas sebagai simbol kekayaan. Menu makanan yang disajikan menjadi lambang harapan akan datangnya kebaikan dan keberuntungan di tahun yang baru.
Setelah makan dan ngobrol-ngobrol dengan seluruh keluarga dari papa, kami memutuskan untuk berkunjung ke rumah kungkung untuk berkumpul bersama keluarga besar mama. Nggak seperti keluarga papa, keluarga mama cukup besar karena mama adalah anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Kungkung dan popo saya sudah punya 22 cucu dan 5 cicit. Dan saya selalu senang berkumpul bersama keluarga besar mama karena banyak sepupu dan keponakan saya yang masih kecil dan lucu-lucu.