Hai, salam kenal. Ini adalah artikel pertama saya. Beberapa bulan ini saya sering menjadi silent reader artikel-artikel di Kompasiana yang penuh dengan informasi aktual dan juga sarat ilmu-ilmu baru. Saya juga senang membaca artikel-artikel tentang Pilkada DKI yang semakin panas, tentang Koh Ahok dan juga lawan-lawannya. Tentu saja kasus kopi maut juga menjadi perhatian khusus. Haha...
Meskipun saya hanya seorang biasa minoritas yang tinggal jauh dari ibukota. Namun berita-berita yang selalu muncul membuat saya tertarik untuk mengikuti, mecari-cari informasi, harap-harap cemas, dan kemarin tanggal 20 September 2016 sekitar pukul 20.00 WIB sudah diumumkan bahwa PDIP sebagai partai terbesar memutuskan mendukung Ahok di Pilkada Serentak 2017.
Judul saya ini mungkin bukan sesuatu hal yang menarik. Seperti kata Eyang Shakespeare: "Apalah arti sebuah nama..." Namun pada kenyataannya nama bisa sangat berpengaruh pada mulus atau tidaknya kehidupan seseorang. Misalnya satu orang bernama "Maryono" mengubah nama panggungnya menjadi "Mario." Jelas nama barunya itu sangat menjual dan memuluskan niatnya menjadi seorang publik figur.
Dalam kontestasi politik juga terlihat hal-hal seperti ini. Meskipun hanya beberapa saja yang menggunakannya, contoh terdekat adalah "Foke-Nara" yaitu pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi. Di situ ada kata OKe-nya. Tentu ini menjadi iklan yang sangat menjual. Namun ternyata mereka kalah suara dari pasangan Jokowi-AHok yang tidak pakai nama panggung sama sekali. Memang banyak faktor yang mempengaruhi itu. Nama panggung mungkin hanyalah sekian persen saja dibandingkan kinerja yang sudah terbukti. Atau brand nama itu memang sudah sangat kuat melekat apa adanya. sehingga tidak pas untuk disingkat-singkat menjadi nama panggung yang justru mungkin bisa saja menjatuhkan nama mereka sendiri. Contohnya Pasangan Prabowo-Hatta disingkat menjadi "Prahara."
Nama Koh Ahok memang sudah hoki. Pembahasan saya tentang nama ini hanya sebersit pemikiran saya saja. Karena nama itu adalah identitas, gengsi, dan juga bagi kami orang tionghoa nama itu bisa membawa hoki ataupun malah rugi. Jika tak disingkat nama-nama Ahok-Djarot memang sudah sangat berkualitas. Namun andaikan saja bisa lebih dipersingkat, menjadi tiga suku kata, atau bahkan dua suku kata... Sungguh mungkin bisa saja melipatgandakan hoki. Saya memikirkan beberapa singkatan: BADJAR (Basuki Djarot), AHDJAR (Ahok-Djarot), HOKIDJAR (Ahok Indonesia Djarot), dan beberapa nama lainnya yang menurut saya kurang enak didengar, yang mungkin bisa saja menjadi nama panggung Koh Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saeful Hidayat untuk bisa melebur menjadi sebuah kekuatan yang solid.
Saya pun mencoba googling kata "AhDjar" karena menurut saya kata itu yang tersingkat dan yang paling enak didengar. Dan saya terpana dengan hasilnya. "Ahjar" dalam bahasa Malta berarti "Best" atau kalau dalam Bahasa Indonesia berarti "Yang Terbaik."
Semoga saja Ahok-Djarot menjadi yang terbaik di Pilkada Serentak 2017. Dan bisa memimpin ibukota menjadi yang lebih baik lagi di masa datang.
screenshot pribadi
Sumber: Google Translate
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H