Motif batik Cirebon yang paling terkenal adalah mega mendung yang berbentuk gumpalan-gumpalan awan putih. Motif ini memiliki makna kehidupan dunia atas, kebebasan, atau bisa pula awan pembawa hujan sebagai lambang kesuburan dan pemberi kehidupan. Motif mega mendung dibuat oleh Pangeran Cakrabuana, putra Raja Pajajaran dan pendiri kerajaan Cirebon
Pangeran Cakrabuana juga paman dari Sunan Gunung Jati. Versi lain menyebut motif ini diadaptasi dari hiasan keramik yang dibawa Putri Ong Tien, putri Kaisar Hong Gie dari masa Dinasti Ming, saat menikah dengan Sunan Gunung Jati. Pernikahan ini menjadi gerbang masuknya pengaruh budaya dan tradisi Cina, termasuk dalam proses dan seni pembuatan batik keraton.
Ada perbedaan antara motif mega mendung dari Cina dan Cirebon. Misalnya, garis awan pada motif mega mendung Cina berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan motif Cirebon cenderung lonjong, lancip, dan segitiga. Umumnya batik yang berasal dari keraton memiliki warna cenderung gelap. Warna seperti hitam, merah tua, coklat mendominasi.Â
Salah satu sentra industri batik pesisir adalah Trusmi, sebuah desa yang berjarak sekira delapan kilometer ke arah barat dari pusat Keraton Kesepuhan Cirebon. Keberadaan desa ini dikaitkan dengan nama Ki Gede Trusmi, seorang pemimpin agama Islam yang juga pengikut setia Sunan Gunung Jati. Dialah yang mengajarkan seni membatik sebagai sarana menyiarkan agama Islam.
Batik pesisir atau dikenal dengan nama batik bangbirong memiliki warna dasar yang cerah, seperti biru, hijau, dan merah. Batik biasanya dikerjakan dalam dua kali proses untuk mendapatkan perpaduan dan persilangan warna (babaran), yaitu satu kali dengan warna merah, kemudian dilakukan pembatikan lagi dan dicelup biru, bahkan kadang dikembangkan dengan celupan kuning.
Di masa lalu, pernah pula berkembang batik pecinan di Trusmi. Salah satu perajin yang terkenal adalah Gouw Tjin Liang, pebatik pecinan asal desa Trusmi yang kemudian menetap di daerah Kanoman. Keturunannya masih mewarisi ketrampilan membatik. Pada masa pendudukan Jepang pernah pula berkembang "batik pagi sore". Dibuat untuk menyiasati sulitnya keadaan ekonomi dan pasokan bahan baku batik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H