Mengajarkan anak tentang tanggung jawab bukanlah perkara mudah. Bahkan untuk hal-hal sederhana seperti menyapu lantai atau mencuci piring bekas makan sendiri, butuh kesabaran dan keteguhan hati. Awalnya, tentu hasilnya jauh dari rapi dan bersih. Namun, ibu tetap meminta kita melakukannya, memberi kesempatan untuk belajar. Yang mungkin tidak kita sadari, setelah kita berangkat sekolah, ibu sering kali mengulang pekerjaan itu, menyapu lantai yang masih berdebu, mencuci ulang piring kita yang belum benar-benar bersih.
Sebagai anak, kita mungkin bertanya-tanya, "Mengapa ibu menyuruhku jika akhirnya beliau tetap melakukannya sendiri? Apa gunanya aku melakukan sesuatu yang hasilnya tidak diperhitungkan?" Bahkan, terkadang kita merasa jengkel saat disuruh berulang kali, seolah orang tua tidak pernah puas dengan usaha kita. Tapi di balik semua itu, ada pelajaran yang lebih besar daripada sekadar menyapu atau mencuci piring.
Orang tua tidak hanya mengajarkan keterampilan rumah tangga, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan. Mereka ingin kita terbiasa bertanggung jawab atas sesuatu yang kita gunakan, memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, dan bahwa kebersihan serta kerapihan bukan hanya tugas orang lain, melainkan tanggung jawab bersama.
Mereka mendidik bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan contoh nyata dan konsistensi. Mereka tetap meminta kita melakukan hal yang sama setiap hari, meskipun mereka tahu bahwa hasilnya mungkin belum sempurna. Mereka bersabar dalam menghadapi rengekan atau keluhan, tetap bertahan meskipun lelah, karena mereka sadar bahwa pendidikan bukan sekadar tentang hasil instan, melainkan proses jangka panjang yang membentuk karakter anak-anak mereka.
Lama-kelamaan, kita mulai memahami maksud dari semua itu. Kita belajar bahwa kebersihan adalah bagian dari kebaikan, bahwa kerapihan mencerminkan ketertiban dalam hidup, dan bahwa tanggung jawab kecil yang diajarkan di rumah akan membentuk kebiasaan yang akan kita bawa hingga dewasa. Suatu hari nanti, tanpa disuruh, kita akan terbiasa membersihkan tempat makan kita sendiri, merapikan tempat tidur, dan menjaga kerapihan rumah. Kita akan tumbuh menjadi pribadi yang menghargai keteraturan, bukan karena takut dimarahi lagi, tetapi karena sudah tertanam dengan sadar dalam diri.
Mendidik bukanlah tugas yang mudah. Butuh ketelatenan, pengorbanan, dan kesabaran yang luar biasa. Tapi di balik setiap usaha orang tua, ada cinta yang begitu besar. Cinta yang tidak hanya ingin memberi, tetapi juga membimbing dan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik. Itulah kasih sayang sejati, yang tidak selalu terlihat dalam kelembutan, tetapi dalam ketegasan dan konsistensi yang mereka lakukan demi masa depan kita.
Dan kini, setelah semua waktu berlalu, aku ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih, Ibu, karena telah bersabar mendidikku. Terima kasih karena tak pernah lelah mengingatkanku, meski sering kali aku tak menurut. Dulu, aku sering merasa kesal dengan aturan-aturanmu, dengan tugas-tugas yang selalu kau berikan. Tapi sekarang aku mengerti, semuanya adalah bentuk cintamu.
Terima kasih karena telah mengajarkanku, bukan hanya tentang kebersihan atau kerapihan, tetapi juga tentang tanggung jawab, disiplin, dan kemandirian. Meskipun aku baru menyadarinya setelah dewasa, tetapi setiap ucapan dan perbuatan ibu dulu, yang sering kali tak kusukai, kini menjadi bagian apik dari diriku. Semoga aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik, dan kelak, jika aku mendidik anak-anakku sendiri, aku bisa meneruskan kebaikan-kebaikan yang telah kau ajarkan kepadaku.
I love you 'ibuk' :)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI