Serupa berjalan dengan satu kaki hampir setengah mati. Terseok-seok mencari pegangan dalam lorong remang-remang. Seakan tersesat, padahal alur jalan ini sudah melekat dalam kepala. Tapi telapak tangan ini hanya mampu merasakan dinding yang dingin nyaris membeku. Mata ini hanya butuh cahaya, kaki ini hanya butuh penopang, secepatnya. Tidak ada tawar-menawar untuk menunggu lagi.
Hanya dengan membiarkan tangan ini tergores dinding hingga berdarah adalah satu-satunya tanda bahwa nyawa belum meninggalkan raga. Padahal hati sudah meminta mati. Raga sudah meminta binasa.
Tapi sukma ini bertahan. Tetap egois bertahan. Tidak peduli raga dan hati berteriak, memohon, bersujud meminta berhenti, berkata cukup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI