Mohon tunggu...
Feda Anisah Makkiyah
Feda Anisah Makkiyah Mohon Tunggu... Dokter - Spesialis Bedah Saraf

selalu mencoba sederhana dan berbagi apa yang dipunya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran di Siang Hari dari Bapak Ikhlas di Pinggir Jalan

25 November 2019   19:06 Diperbarui: 25 November 2019   19:44 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini agenda saya  meminta tanda tangan para pembimbing buat persiapan ujian. Setelah berkeliling dari jam 8 sampai jam 11.  Akhirnya selesai juga dan sengaja juga saya pulang dari universitas ke stasiun kereta berjalan kaki. Jaraknya lumayan jauh sekitar 800 meter.

Cuaca agak mendung, jadi saya tetap meneruskan niat saya untuk berjalan. Sambil mengelap keringat, saya memegang erat laptop dengan tangan kanan dan tas hitam satunya di bahu kiri.

Sambil terus berjalan, mata saya tertuju dengan seseorang bapak gemuk dengan baju khas betawi, peci hitam, baju kaos belang belang merah, celana gombrong,  duduk di tempat menunggu bis, dengan keranjang di depannya.  Beliau jualan keripik yang dibungkus dalam plastik kecil. Sekelimut saya bisa melihat tongkat di sisi kanannya dan saya juga bisa melihat dia sedang menghitung uang 2000an dengan cara yang aneh. Uang tersebut ditumpukkan di tangan kanan dan tangan kanan diletakkan di depan mukanya. Saya langsung bisa menilai mungkin bisa melihat hanya warna saja.

Saya ambil satu buah keripiknnya. Cuma keripik biasa. Saya langsung bilang, pak saya ambil satu ya. Dia bergegas mengambil plastik putih. Saya langsung bilang, ngak perlu pak, saya bawa tas. Kemudian saya ambil uang dari kantong saya. Saya ingat tadi saya pakai uang 100.000an buat bayar fokopian dan tentunya masih sekitar 80.000 uang di kantong saya.

Saya langsung kasih Rp 50.000 di depannya. Tetapi tangannya tidak menerima uang saya dan dia diam saya, saya perhatikan ekspresinyapun tidak berubah. Saya memecah keheningan dengan berkata, ini uangnya pak. Tangannya baru bergerak ke arah tangan saya. Dan  uang RP 50.000 yang saya kasih, didekatkan ke mukanya sambil dia bilang Rp 50.000 yah. 

Saya langsung kepo, dari mana bapak tahu, bapak masih bisa melihat, kata saya. Dia bilang, bisa melihat warna. Oh, syukurlah..

Bapak tersebut seketika ingin mengeluarkan uang untuk kembalian saya.  Dengan tersenyum, saya bilang, simpan saja pak..

Mulutnya tersungging dan gigi putih jernih dan rapih terlihat. Subhanallah ini bapak, mukanya terlihat ikhlas dan bersih... Beliau berucap terima kasih dan saya bilang, simpan yah pak...

Sejuta rasanya dan rasanya juga muka saya tertampar kalau saya tidak berterima kasih dengan semua hal yang sudah saya capai dan raih...

Cikini, 25/11/2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun