Kehuasan bangsa Indonesia mendengar suatu prestasi pada saat ini sangatlah tinggi, sehingga sedikit saja suatu pencapaian, kita seperti terlena pada pencapain tersebut, katakanlah seperti masuknya Timnas Indonesia menjadi finalis dan pada babak penyisihan Timnas Indonesia tampil cukup menawan. Tetapi sayang, di final kita gagal untuk mencapai gelar juara. Ada suatu hal yang perlu diperhatikan terlepas dari dari sisi positif yang terjadi yaitu pencapaian prestasi yang terbilang cukup baik tetapi jika kita lihat dari sudut pandang proses, kita dapat melihat, disana terdapat program yang bernama Naturalisasi. Program tersebut merupakan program untuk menaturalisasi atau menasionalisasi pemain timnas yang berasal dari luar negeri, tetapi memiliki keterkaitan dengan Indonesia seperti hubungan keluarga. Ide tersebut sebenarnya termasuk suatu terobosan yang pilakukan oleh PSSI. Tetapi, sangat disayangkan jika kita terlalu terlau tergantung pada pemain naturalisasi seperti Irfan Bachdin dan Pemain naturalisasi lainnya. Karena kita masih berpikiran singkat ataupun instan dan tidak memperhatikan proses terbentuknya seorang atlit profesional. Karena untuk menjadi ataupun memperoleh seorang atlit sepakbola yang profesional diperlukan suatu proses pendidikan dan pembinaan jangka panjang.
Maka dari itu, tidak ada proses yang singkat untuk pembentukan pemain ataupun atlit yang terlatih dan bermental juara. Saya akan menjelaskan bagaimana SDM yang bagus dibentuk dalam suatu sistem yang dibentuk melaui budaya disiplin dan belajar yang tinggi, meskipun konteksnya berbeda tetapi terdapat kesamaan dalam proses pembentukannya. Hal tersebut telah dibuktikan oleh sebuah perusahaan BUMN yang mungkin jarang terdengar oleh kita tetapi memiliki sebuah kekuatan Intangible dan Tangible yang sangat luar biasa. Kita mungkin sering melihat produknya tetapi kita tidak mengetahui kalau perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan BUMN Indonesia. Perusahaan tersebut ialah WIJAYA KARYA (WIKA). Wika sendiri awalnya hanya sebuah perusahaan kecil dari hasil nasionalisasi perusahaan Belanda. Pada awal berdirinya yaitu 1960an WIKA hanya sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang instalasi listrik. Tetapi saat ini, WIKA menjelma menjadi perusahaan BUMN yang bergerak dalam kontruksi, manufaktur, properti, dan retail berskala internasional. Kita mungkin akan kagum mendengarnya, tetapi apa yang sekarang telah dicapai oleh WIKA seperti sebuah puncak Gunung ES atau seperti kata Om Bob Sadino, keberhasilan merupakan tumpukan dari kegagalan. Hal tersebut juga telah dilalui oleh WIKA, tetapi karena terdapat suatu keinginan yang besar dari WIKA untuk Belajar dan budaya disiplin yang tinggi, hal tersebut mendorong WIKA untuk dapat mencapai berbagai macam keberhasilan. Keberhasilan WIKA tak lepas dari campur tangan seorang pemimpin yang awalnya dimulai oleh Bapak Suklan Samintaputra yang melihat bahwa SDM merupakan asset utama dalam kemajuan perusahaan, pada periode 1970 -1980an, beliaulah yang menjadi tonggak perubahan besar pada internal WIKA, diawali menjadi seorang manager muda dan pada akhirnya menjadi Direktu Utama, beliau melakukan terobosan besar yakni melalui pemikiran dan gagasannya. Hal lainnya yang dilakukan oleh beliau adalah prinsip untuk tidakbergantungan terhadap proyek pemerintah ataupun asupan dari pemerintah dan disamping itu, ada kata-kata beliau yakni Kalau Cuma Begini, Kita Juga Bisa Buat yang pada akhirnya menjadikan WIKA menjadi perusahaan yang berkembang dan memiliki berbagai lini bisnis. Hal tersebut berawal ketika WIKA memesan peralatan kontruksi dari Jerman, alat tersebut terbilang sangat mahal tetapi WIKA malah kecewa karena mereka memandang alat tersebut merupakan alat sederhana dan dapat diciptakan oleh mereka sendiri. Hal tersebutlah yang memicu WIKA menjadi perusahaan BUMN berskala internasional. Melalui nilai-nilai yang tertanam didalam tubuh wika yaitu Ringkas, Rapih, Resik, Rawat, dan Rajin serta VISI jangka panjang. Yang dimana hal tersebut merupakan suatu adopsi dari pembelajaran WIKA sewaktu berpartner dengan berbagai perusahaan asal negeri Sakura. Melalui proses pengadopsian serta ketekuanan dan kedisiplinan pembelajaran. Wika dapat membuat berbagai macam terobosan yang sangat besar. Hal tersebut dilakukan hingga saat ini.
Wika juga melakukan proses pembelajaran dan tranfer ilmu (Knowlege Management) terhadap para junior ataupun karyawan diseluruh lini usaha, sehingga menghasilkan suatu inovasi yang sangat tinggi. Hal tersebut merupakan salah satu budaya yang juga tertanan di WIKA. Disamping itu, karena keberanian WIKA untuk melakukan terobosan dan mengambil resiko, WIKA dapat banyak belajar dan meningkatkan kompetensinya dari berbagai macam proyek yang dilakukannya sendiri ataupun berkolaborasi dengan perusahaan asing. Ghal tersebut membuat Wika mecapai berbagai macam keberhasilan, diataranya pembuatan jembatan Suramadu, Jembatan Balerang, Beberapa proyek pembangkit listrik, Alat Pemanas Air (WIKA swh), dan proyek prestisius di Aljazair yakni pembangunan jalan tol dan konstruksi yang dimana kontraktor Jepang disana kewalahan menangani proyek tersebut dan kemudian meyerahkannya kepada WIKA.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan, pembentukan SDM yang bagus dan berkualitas tidak dapat dibentuk secara singkat dan hal tersebut membutuhkan pembelajaran yang panjang serta disiplin tinggi untuk setiap aktivitas. Kekuatan tersebut tertanam menjadi kekuatan Intangible dan akhirnya membentuk kekuatan Tangible berupa prestasi yang dicapai. Sehingga jikalau, kita hanya memandang pencapain keberhasilan hanya butuh suatu usaha instan seperti program naturalisasi, tidak salah kalau SDM kita ataupun atlet bertalenta dari dalam negeri sulit untuk berkembang.
Purbalingga, 6 Februari 2011
Artikel ini ditulis dari pengadopsian Buku yang yang ditulis oleh Bapak Rhenald Kasali yaitu "MYELIN"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H