Mohon tunggu...
No name
No name Mohon Tunggu... Administrasi - Nothing

aku? aku adalah lembayung senja yang tertunduk menorehkan semua rasa dalam kata..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tuhan, Tuan, maaf bukannya saya magabut..

7 April 2014   22:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:57 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal tahun lalu, tepatnya di bulan Januari 2014, tepatnya lagi di tanggal 15. Saya dan kami di instansi yang saya sedang berada kini dikejutkan dengan sebuah Undang-Undang RI yang disahkan di awal tahun. Sebenarnya rumor tentang pengesahan UU ini sudah beradar dari tahun lalu (2013), bahkan saya sudah punya draft rancangan sebelum disahkan. Saya masih merasa santai, karena menurut saya isi dari UU itu tidak begitu banyak perubahan, sampai akhirnya saya baca UU perubahan yang telah disahkan itu. Bukan batang tubuhnya yang membuat kami gempar, karena kami telah baca sebelumnya. Namun penjelasan pada salah satu pasal yang membuat kami mendadak gusar.

Sebelumnya saya perkanalkan dulu. Saya seorang PNS Kementerian Kehutanan yang ditempatkan di Balai Taman Nasional Wakatobi. Kawasan yang saya tempati ini adalah wilayah pulau-pulau, pesisir dan perairan. Sama seperti instansi kami, dalam hal pengelolaan kawasan kami tentunya mengacu pada Undang-Undang Kehutanan No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan lainnya terkait dengan konservasi dan Kehutanan. Begitu juga halnya dengan penunjukkan kawasan kami akhirnya berada di bawah pengelolaan Kementerian Kehutanan. Hal itu terus berlangsung selama 17 tahun sejak Taman Nasional Wakatobi ditetapkan pada tahun 1997.

Nah kawasan kami yang pesisir dan lautan ini memang bukan satu-satunya yang di bawah Kementerian Kehutanan, untuk Kawasan Konservasi sendiri ada sekitar 7 kawasan. Beberapa tahun belakangan ini 7 kawasan pesisir dan lautan di bawah Kemenhut menjadi perebutan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Beberapa kali juga permintaan tertulis disampaikan KKP kepada Kemenhut, namun berkali itu juga tidak dipenuhi.

Kejadian itu mulai muncul kembali saat tahun 2012, hal yang sama terjadi. Permintaan tertulis dan kami gusar. Namun, akhirnya pusat memberikan jawaban bijak yang intinya tidak menyerahkan kami pada KKP karena beberapa alasan yang menurut saya logis, peraturan Undang-Undang yang mengelola kawasan kami. Seolah kami ditenangkan hingga akhirnya terkaget-kaget dan seperti kalah telak 1-0 di awal tahun 2014. Undang-Undang No. 1 di Tahun 2014 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merupakan perubahan dari UU sebelumnya (UU No. 45 Tahun 2009). Isinya mencengangkan:

Pasal 78A :

Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah menjadi kewenangan Menteri.

Penjelasan Pasal 78A:

Yang dimaksud dengan "kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil" termasuk Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dalam bentuk Taman Nasional/Taman Nasional Laut, Suaka Margasatwa Laut, Suaka Alam Laut, Taman Wisata Laut, dan Cagar Alam Laut, antara lain:


  • Taman Nasional (Laut) Kepulauan Seribu;
  • Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa;
  • Taman Nasional (Laut) Bunaken;
  • Taman Nasional (Laut) Kepulauan Wakatobi;
  • Taman Nasional (Laut) Taka Bonerate;
  • Taman Nasional Teluk Cenderawasih; dan
  • Taman Nasional Kepulauan Togean.


Sontak kami-pun tercengang. Tidak ada penjelasan sebelumnya dari Pusat, bahkan hingga saat ini. Pesannya satu: "Bekerjalah seperti biasa, kami mengusahakan yang terbaik".

Sontak pula saya dan rekan lainnya mendadak tersuntik malas untuk bekerja. Semangat yang kami bangun di awal tahun lalu seperti runtuh. Menunggu nasib judulnya saat ini. Maaf Tuhan, maaf Tuan, saya tidak pernah-mau-bermaksud-suka-nyaman dengan kondisi seperti ini. Kami bukan-berniat untuk menjadi magabut, seperti yang orang luar bilang kebanyakan kepada PNS. Walaupun akhirnya kami tetap mengerjakan tugas kami, tapi maaf Tuhan maaf Tuan, hati kami tetap gusar.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun