“Saya kagum penulis di Indonesia ternyata banyak yang perempuan, muda dan cantik. Sementara kalau di Jerman, biasanya laki-laki dan… tua..” ujar Susan Christely, wartawan ZDF TV ketika memperkenalkan diri saat diterima Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, dan diminta mengungkapkan kesan awalnya tentang Indonesia.
Susan termasuk dalam rombongan Press Trip 16 wartawan yang datang untuk meliput dunia literasi Indonesia yang menjadi Guest of Honor di Frankfurt Book Fair (FBF). Banyak sekali media yang mendaftar ikut dalam perjalanan liputan ini, namun tak semua bisa diterima. Tetap semangat meliput Indonesia, akhirnya sejumlah media mengirim wartawan mereka dengan biaya sendiri.
Menangani program press trip wartawan Jerman ke Indonesia adalah salah satu agenda yang dipersiapkan Komite Media dan Hubungan Luar, dimana saya menjadi bagian darinya. Selain bertahun- tahun terlibat aktif di dunia perbukuan Indonesia sebagai pembaca, penulis, dan penggiat literasi melalui media, saya pun berpengalaman bekerja sebagai wartawan. Latar belakang spesifik ini ternyata membantu saya menjalankan tugas ini. Menangani wartawan, konon membutuhkan ketrampilan tersendiri.
Sebelum press trip, beberapa rekan asal Jerman yang melihat daftar media yang akan datang sempat mengingatkan agar saya siap mental. Pertama, mereka adalah para wartawan sastra dan budaya yang berasal dari berbagai media terkemuka di Jerman. Die Ziet, Die Welt, FAZ, Taz, hanyalah sebagian dari deretan nama ngetop. Kedua, ternyata lebih dari separuh rombongan ini adalah wartawan senior, beberapa bahkan sangat senior. Usia mereka berkisar pertengahan 40 hingga pertengahan 50.
“Dan karenanya mereka bisa sangat kritis…dan mungkin bisa sulit ditangani,” ujar seorang rekan dari Jerman. Belakangan saya tahu, beberapa dari wartawan senior ini juga bergelar doktor. Memang ada pula wartawan muda, 30-an awal, namun rekam karyanya cukup diakui dan berpengalaman meliput panjang tentang negara tamu kehormatan FBF selama 4 tahun terakhir.
Wartawan senior dari media terkemuka dari negara manapun, lazimnya memiliki standar tinggi. Ini tentunya bukan perjalanan pers pertama yang mereka pernah ikuti. Rekan-rekan Jerman kami juga mengingatkan, bersiaplah untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan seputar berbagai persoalan di Indonesia, dari mulai isu hukuman mati, Islam, lingkungan hidup, politik dan banyak lagi.
So Little Time, So Much to Do…
Malam pertama para wartawan ini tiba dari penerbangan panjang dan menembus kemacetan Jakarta, mereka langsung diminta mengisi daftar untuk jadwal interview dengan narasumber. Sebagian besar narasumber ini adalah pengarang, tapi ada juga praktisi di dunia literasi ataupun komite nasional, karena wartawan pun ingin tahu bagaimana persiapan Indonesia untuk FBF Oktober mendatang.
Tak tunggu dua kali panggilan, para wartawan ini langsung berdiri dan menuliskan nama, sambil membandingkan dengan daftar narasumber yang sudah mereka rencanakan sendiri. Kadang mereka kebingungan menentukan prioritas karena jadwal press trip sangat ketat, padahal begitu banyak pengarang Indonesia yang ingin mereka wawancarai. Marten Hahn dari Krass MEDIA melihat excel sheet di laptopnya, lalu mengacaukan rambutnya sendiri. “Aaah, banyak sekali narasumber penting…tapi saya terpaksa harus memilih..” keluhnya, galau.
Begitu banyak narasumber dan topik menarik.
Begitu sempit waktu.