“Mengapa kamu tidak berjilbab? “
Pertanyaan itu adalah salah satu yang paling sering saya dapati saat mengikuti beberapa program beasiswa internasional. Setiap kali peserta lain atau penduduk setempat tahu bahwa saya seorang muslim, biasanya jilbab adalah topik berikutnya yang akan muncul. Apalagi dalam fellowship terakhir yang saya ikuti pada 2014, yaitu IATSS Forum, pelatihan kepemimpinan yang melibatkan profesional dari negara-negara ASEAN yang berlangsung di Jepang, ada pula peserta dari Malaysia yang muslim dan mengenakan jilbab.
Biasanya saya menjawab di Indonesia yang memilikipenduduk sekitar 250 juta dan lebih dari 80 persennya beragama Islam, tidak semua perempuan muslim mengenakan jilbab. Itu bukan keharusan, melainkan pilihan pribadi masing-masing. Misalnya Ibu saya berjilbab, saya punya dua kakak perempuan : satu berjillbab dan satu lagi tidak.
Biasanya teman-teman yang bertanya kemudian berkomentar dengan nada memuji, “Oh kalau begitu muslim di Indonesia itu moderat ya (dibandingkan Malaysia atau negara lain). ”
Untuk respon seperti itu, saya akan menunjukkan sikap setuju sambil tersenyum bangga.
Kepada teman-teman yang melanjutkan pertanyaan dengan ‘apakah jilbab sebetulnya keharusan atau tidak untuk muslim?” saya biasanya menjelaskan :setiap muslim wajib menjalankan5 pilar kewajiban yang dinamakan Rukun Islam, terdiri dari mengakui Allah dan Muhammad SAW sebagai rasulnya (syahadat), sholat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan beribadah haji bagi yang mampu. Berdasarkan lima pilar Islam tadi, tidak ada kewajiban mengenakan jilbab sehingga pilihan itu pada dasarnya lebih banyak terkait dengan norma dan budaya setempat yang kerap diintepretasikan dengan cara berbeda-beda.
Setelah jawaban ini, biasanya tidak ada diskusi lanjutan. Setidaknya itu cukup untuk menjelaskan kepada teman-teman saya yang bukan muslim, bahwa wajah Islam itu beragam dan ada ruang diskusi serta kemerdekaan untuk memaknai suatu ajaran.
Jawaban tentang jilbab itu memang sengaja saya buat ringkas, cukup menjadi semacam pengantar saja bagimereka yang tidak mengetahui banyak tentang Islam maupun Islam di Indonesia. Karena percakapan-percakapan serupa ini kerap muncul bukan di ruang kelas ataupun seminar, melainkan sesederhana proses saling mengenal satu sama lain sebagai individu yang berasal dari latar belakang beragam. Saya sadar, mau tidak mau ketika saya berada di pergaulan dengan teman dari berbagai bangsa, saya merepresentasikan Indonesia dan juga muslim Indonesia. Saya akan menjadi tempat mereka bertanya atau bercerita tentang pengalaman mereka dengan muslim di negara mereka ataupun isu-isu global terkait Islam.
Pengalaman seperti itu membuat saya kerap berpikir tentang identitas saya sebagai perempuan muslim Indonesia. Sesuatu yang jika di tanah air cenderung saya terima tanpa berpikir, ternyata bisa jadiistimewa bagi orang dari negeri lain. Kamu Muslim, dan kamu tidak berjilbab? Wow.
Saya memang tidak bisa begitu saja melucuti identitas-identitas yang melekat pada diri saya, meskipun menganggap diri sebagai warga dunia dalam forum-forum internasional.Dalam tataran sederhana, saya menggunakan bahasa internasional yaitu Inggris, berpakaian ‘profesional’ yang diciptakan desainer negara maju, mampu berbincang tentang topik hangat yang terjadi di dunia, dan menggunakan media sosial yang membuat jarak di bumi terasa lebih dekat. Namun tetap saja, ada hal-hal yang sudah menjadi bagian dari identitas saya yaituras, kebangsaan dan agama yang saya anut.
Pada titik itulah saya biasanya kembali berkontemplasi dengan sejumlah pertanyaan seperti : apakah yang membuat saya berbeda dengan muslimah dari negara lain? Apakah yang membuat Islam Indonesia unik? Wajah Muslim seperti apakah yang berada di benak warga dunia kebanyakan, dan sosok seperti apa yang ingin saya tampilkan?
“Jika Anda ingin tahu bagaimana Islam, demokrasi, modernitas dan tegaknya hak-hak perempuan bisa terwujud, pergilah ke Indonesia,” demikian komentar politisi demokrat Amerika Serikat, Hillary Clinton ketika berkunjung ke negeri ini pada 2009.Ya pernyataan ini merangkum keunikan Islam di Indonesia dibandingkan dengan Islam di berbagai negara lain. Dalam tataran praktis, salah satu realitas yang mudah kita temui sehari-hari adalah pakaian perempuan (muslim) Indonesia yang beragam. Popularitas jilbab atau kini sering disebut dengan hijab di Indonesia memang semakin marak di era akhir 1990-an dan 2000-an. Namun jilbab yang dikenakan juga sangat bervariasi dan fashionable yang menjadi kekhasan dari muslim Indonesia dibandingkan di negara lain.
Dan, ya kebanyakan perempuan muslim Indonesia masih memiliki kebebasan dan hak memilih untuk berjilbab atau tidak.Ada beberapa pengecualian pada daerah-daerah yang menerapkan syariat Islam seperti Aceh, namun mayoritas muslim Indonesia menganggap kemerdekaan berbusana itu sebagai suatu kewajaran dan biasa saja. We take that for granted. Padahal bagi perempuan muslim di negara lain, kebebasan berbusana di ruang publik adalah kemustahilan. Di Arab Saudi, meskipun tidak ada hukum yang secara spesifik mengatur tentang berpakaian bagi perempuan, sepertinya tidak ada pilihan lain selain berhijab.Namun berhijab, termasuk mengenakan cadar sudah diterima sebagainorma yang berlaku umum, dan tidak ada ruang alternatif berbeda.
Di Iran keharusan mengenakan hijab sudah ditetapkan sejak 1981, dua tahun setelah Revolusi Islam 1979. Sementara di Afghanistan, keharusan mengenakan hijab, atau lebih tepatnya burqa yang menutup seluruh tubuh dan wajah sudah berlaku sejak rezim Taliban yang dimulai 1996. Perempuan yang tidak mengenakan hijab bisa dikenakan berbagai sanksi.
Bagi saya, itulah salah satu wajah muslim Indonesia. Muslim yang luwes, terbuka, memiliki kemerdekaan berpikir dan berpendapat. Muslim yang rileks dan percaya diri mengakui bahwa dirinya muslim meskipun tidak mengenakan simbol atau kekhususan berpakaian yang kerap dikaitkan dengan Islam. Muslim yang menghargai pilihan dan hak-hak individual.Muslim yang percaya bahwa Islam yang diyakininya adalah ajaran tentang cinta, keadilan dan nilai-nilai yang lebih besar daripada hal-hal kasat mata seperti pakaian.(feb)
[caption id="attachment_377107" align="alignnone" width="507" caption="Berjilbab ataupun Tidak adalah pilihan yang wajib dihargai"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H