Setiap daerah pasti memiliki kesenian dan tradisi. Di Kediri terdapat kesenian Jaranan yang biasanya dipentaskan dalam rangkaian acara selamatan. Jaranan merupakan tarian yang gerakannya menirukan kuda menggunakan jaran (kuda) kepang dari anyaman bambu yang diiringi gamelan. Kepopuleran Jaranan tidak bisa lepas dari peran pengrajin jaran kepang yang turut berperan dalam pelestariannya.
Mengapa demikian? Karena selain menggerakan ekonomi, pengrajin juga memberi media untuk masyarakat supaya kesenian Jaranan dikenal dan selalu lestari. Di setiap pagelaran Jaranan banyak penjual jaran kepang dalam versi lebih kecil dari yang biasa digunakan untuk pentas.Pak Kukuh, yang awalnya menjual jaran kepang kini ia memproduksi jaran kepang sendiri dan dipasarkan ke Jawa Tengah, Sumatra, Sulawesi, hingga Papua.
Hal tersebut membuktikan bahwa Jaranan dikenal masyarakat secara luas hingga ke luar daerah, terlebih di era yang semakin banyak perkembangan teknologi pasti semakin mudah terutama dalam distribusi dan promosi.
Tak heran jika banyak yang tertarik karena jaran kepang khas Kediri memiliki rambut yang terbuat dari tali rafia di bagian atas kepala. Dalam proses pembuatan jaran kepang tentunya ada banyak proses. Mulai dari membuat lembaran anyaman bambu, memotong anyaman, mengapit anyaman, mengecat, melukis, hingga memasang rambut.
Suatu daerah akan lebih dikenal jika memiliki suatu kekhasan masing-masing yang memperkaya kearifan lokal Indonesia. Jaran kepang khas Kediri memiliki rambut yang khas di bagian atas kepala, jaran kepang dari Tulungagung yang biasa disebut jaran kepang Safitri memiliki rambut yang lebih panjang, adapun jaran kepang khas Ponorogo yang tidak memiliki rambut. Semua daerah pasti memiliki kekhasan masing-masing.Â
"Pernah ada permintaan dari kabupaten itu saya kasih jaran kepang jenis lain tidak mau karena dari pihak Kabupaten Kediri sudah menilisik jaran kepang khas Kediri ya seperti itu (Ada rambut di bagian atas kepala)". Ujar Pak Kukuh.Â
Dengan adanya perkembangan teknologi seharusnya kita dapat memanfaatkannya untuk menunjukkan kekhasan tersebut. Seperti Pak Kukuh yang dalam distribusinya memanfaatkan platform online walaupun dalam hal peminat memang jarang tetapi pengrajin pasti memiliki langganan terlebih jika pelanggan tahu terdapat produksi besar yang artinya harga akan lebih murah.
Sebenarnya tantangan yang ada di zaman sekarang bukanlah tentang eksistensi tradisi karena banyak teknologi dan media yang semakin memudahkan suatu tradisi dikenal banyak orang. Letak tantangan berada di kemajuan teknologi, bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi tersebut sebagai sarana penyebaran budaya, bagaimana menghadapi banyaknya orang yang sama-sama berkarya dan kita bertahan dengan berbagai macam persaingan. Hal tersebut menguntungkan dalam hal pelestarian budaya dan tradisi. Jika kita bijak dalam memanfaatkan teknologi, baik kebudayaan dan perekonomian pasti akan selalu berkembang secara beriringan.
Febtia Gantari Natondang | Program Studi Film dan Televisi | ISI Surakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H