Mohon tunggu...
Febry Salsinha
Febry Salsinha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Universitas Gadjah Mada Fakultas Biologi 2012

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Budaya Lokal, Basis Pendidikan Bermartabat

24 Agustus 2013   06:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:53 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1377300127164988165

Akhir-akhir ini terlalu sering digaung-gaungkan arti penting pendidikan terutama pendidikan karakter bagi perkembangan Indonesia di masa kini. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Namun Pernyataan tentang keberadaan pendidikan nasional agaknya hanya berupa  wacana saja. Seperti yang pernah diungkapkan Gubernur  D.I Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono dalam Orasi Budaya, bahwa nyatanya pendidikan karakter di sekolah – sekolah yang selama ini berlangsung terlalu negarasentris, hambar, dan cenderung ideologis dan pro  status quo. Pendidikan karakter seakan- akan gagal mengupayakan solusi menghadapi masalah krisis multidimensi yang terjadi dalam masyarakat saat ini. sehingga sangat dibutuhkan solusi dan gagasan terkini untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Ironisnya, pada masa Indonesia saat ini, Pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar setiap warga negara seakan – akan begitu mahalnya bagi jutaan rakyat Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana suatu pendidikan dapat membentuk karakter bangsa, sementara pendidikan tidak dapat menjamah kalangan tertentu dalam masyarakat? Potret pendidikan ini semakin menambah daftar panjang terkait masalah karakter bangsa yang seolah melengkapi berbagai ironi dan tragedi kemanusiaan dan politik negeri kita tercinta ini.

Tidak dapat dipungkiri pendidikan berdampak langsung terhadap keberlangsungan dan perkembangan suatu negara. Bagaimana kehidupan ranah politik suatu negara berlangsung dapat menjadi cerminan bagaimana pendidikan dibangun di suatu negara tertentu. Sehingga untuk mengubah cerminan politik Indonesia menjadi lebih baik, dibutuhkan suatu sistem pendidikan khusus yang dapat menjangkau semua masyarakat dan membentuk  karakter dan watak yang lebih baik pula.

Dibutuhkan gagasan dan sistem pendidikan baru untuk merealisasikan pendidikan bangsa yang berkarakter baik. Seperti yang pernah ditegaskan Sri Sultan HB X, pendidikan yang bermuatan lokal memiliki hubungan sangat dekat dengan masyarakat dan berada di tengah- tengah masyarakat. Sehingga pendidikan dengan basis budaya lokal dapat lebih mudah diterima masyarakat dan tidak hanya bersifat negarasentris yang terpusat pada kaputusan – keputusan berdasarkan keputusan politik.

Diharapkan pula, pendidikan berbasis budaya lokal dapat dengan mudah terinjeksi pada masyakarakat sebagai pelaku utama perkembangan pendidikan. Dengan budaya sebagai pilar pendidikan, karakter yang diharapkan dalam perkembangan bangsa diyakini dapat berhasil tertanam. Hal ini dikarenakan pula budaya Indonesia menganut budaya ketimuran yang menjunjung tinggi martabat, akhlak dan takwa , serta berkarakter lugas. Dengan ini, diharapkan seluruh civitas akademik tidak hanya bersifat sebagai robot, tetapi juga ikut andil sebagai pelaku budaya lokal dalam menginternalisasikan nilai-nilai luhur budaya lokal masing- masing daerah tersebut untuk membentuk suatu model pendidikan karakter yang khas bagi setiap daerah.

Namun, menurut Sri Sultan HB X, jangan sampai budaya lokal menjebak dunia pendidikan dengan sekadar melakukan proses konservasi budaya yang membelenggu anak – didik , tanpa refleksi dan kreasi. “Pendidikan yang bermuatan dan bersumber lokal hendaknya tidak semata-mata berpegang pada upaya nguri-uri atau ngipuk-ipuk budaya tradisi, dengan menjadi “konservatif” dan menyerang semua yang “liberal”,”paparnya. Meskipun dapat diakui,  keberadaan budaya lokal tidak sepenuhnya dapat dijadikan bahan internalisasi bagi keberlangsungan pendidikan, namun hal ini dapat menjadikan kita untuk kreatif memilah – milah nilai-nilai mana yang sebenarnya dibutuhkan baik dari yang bersifat liberal atau modern maupun  tradisional lokal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun