Mohon tunggu...
Febroni Purba
Febroni Purba Mohon Tunggu... Konsultan - Bergiat di konservasi ayam asli Indonesia

Nama saya, Febroni Purba. Lahir, di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Menempuh pendidikan SD hingga SMA di Kota Medan. Melanjutkan kuliah ke jurusan ilmu Peternakan Universitas Andalas. Kini sedang menempuh pendidikan jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Pernah menjadi jurnalis di majalah Poultry Indonesia selama tiga tahun. Majalah yang berdiri sejak tahun 1970 ini fokus pada isu-isu ekonomi, bisnis, dan teknik perunggasan. Di sana ia berkenalan dengan banyak orang, mengakses beragam informasi seputar perunggasan Tanah Air dan internasional. Samapai kini ia masih rajin menulis, wawancara dan memotret serta berinteraksi dengan banyak pihak di bidang peternakan. Saat ini dia bergabung di salah satu pusat konservasi dan pembibitan peternakan terpadu ayam asli Indonesia. Dia begitu jatuh cinta pada plasma nutfah ayam asli Indonesia. Penulis bisa dihubungi via surel febronipoultry@gmail.com. atau FB: Febroni Purba dan Instagram: febronipurba. (*) Share this:

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Virus Flu Burung Masih Mengintai

24 Agustus 2015   17:15 Diperbarui: 24 Agustus 2015   17:15 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penyebaran virus flu burung atau Avian Influenza galur H5N1 masih menjadi ancaman bagi masyarakat Indonesia. Para ahli menyimpulkan bahwa virus flu burung selalu berkembang. Berbagai kalangan mulai dari pemerintah, pemerhati, serta peternak unggas (ayam, itik, entok) diminta agar selalu waspada terhadap penyakit mematikan itu.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB Prof. Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS mengatakan, potensi bahaya AI akan tetap ada di setiap wilayah meskipun wilayah tersebut belum pernah mengalami kasus klinis AI. Ia mengingatkan kepada peternak agar selalu waspada terhadap potensi bahaya AI. “Jangan pernah ada dalam benak kita, kalau tidak ada kasus klinis AI di suatu wilayah, bukan berarti virusnya tidak ada di sana,” ujarnya dalam seminar bertajuk “Pemanfaatan Teknologi Vaksin AI Reserve Genetic Dalam Melindungi Usaha Perunggasan Nasional Dari Serangan Wabah HPAI Subtype 5.1” yang diselenggarakan oleh PT IPB Shigeta dan PT SHS International, di IPB Convention Center, Bogor, Rabu (19/8).

Berdasarkan riset terbaru Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB mengenai curahan virus di wilayah padat ternak, di wilayah Sukabumi dan Bogor, sebanyak 21 ternak unggas dinyatakan positif AI H5N1. Sampel pada penelitian tersebut adalah itik, entok, dan angsa. Kendati unggas tersebut dinyatakan wabah AI, tetapi secara kasat mata unggas tersebut tampak sehat.

Dalam penelitian itu, FKH IPB juga mendapatkan AI subtipe lain, seperti H5Nx, HxNx, HxN1, dan HxNx. Itu menunjukkan bahwa virus flu burung mengalami perkembangan sangat cepat dan tergolong virus ganas. “Ini artinya virus yang beredar di sekitar kita bukan hanya H5N1. Jumlah 21 isolat yang kita dapatkan dari ternak unggas yang tampak sehat tadi berada di lingkungan peternakan dan semuanya adalah virus AI yang ganas,” beber Wayan.

Kepada peternak, Wayan mengingatkan agar berhati-hati terhadap serangan virus AI. Pemberian vaksin untuk mencegah flu burung tidak menjamin suatu peternakan bisa bebas virus AI. Penyeberan virus flu burung dinilai kerap melalui kontak langsung sehingga perlu didukung dengan penerapan biosekuriti. “Hanya vaksinasi saja untuk mengatasi AI lumayan berat, maka bantulah dengan tindakan biosecuriti,” tutur pria kelahiran 1957 ini.

Dalam peternakan modern, sistem biosecuriti memiliki tiga unsur yaitu: isolasi, desinfeksi dan pengaturan lalu lintas. Pengertian isolasi adalah peternakan dikelilingi pagar. Pengertian desinfeksi adalah mandi dan desinfektan (pembasmian hama penyakit). Dari kedua komponen ini, mandi memiliki peran penting. “Sembilan puluh persen kontaminan hilang dengan cara mandi. Sementara dengan cara desinfektan hanya sepuluh persen menghilangkan kontaminan,” tegas Wayan.

Sayangnya, baru di tingkat industri pembibitan yang mengharuskan mandi kepada setiap orang yang masuk ke kandang. Penerapan biosecurti pada industri pembibitan memang sangat ketat. Sedangkan di tingkat budidaya peternak masih banyak yang belum menerapkan biosecuriti. “Biasanya (bisosecurti) baru diterapkan di tingkat breeding (perusahaan bibit). Ini menunjukkan bahwa pemahaman mereka tentang mandi memegang peran yang sangat penting,” jelas Wayan, yang pernah menjabat sebagai Dekan FKH IP 2007-2011.

Secara umum, tanda-tanda ayam yang terkena AI adalah pada bagian pial (jengger) ayam berwarna biru dan bengkak, suhu tubuh ayam naik, ceker atau kaki ayam bewarna merah dan bengkak (seperti ada kerokan), terjadi pendarahan pada organ-organ dalam, dan sulit bernapas.

Peternak dituntut untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala ayam yang terserang virus AI. Hal ini berguna untuk mencegah agar virus tidak menyebar ke peternakan lain. Tahun 2003 ketika pertama kali Indonesia diserang virus AI, pemerintah membuat kebijakan memusnahkan ayam di wilayah Sukabumi dan Bogor. Ketika itu banyak peternak rugi dan tak sedikit gulung tikar.

Ketika peternak menjumpai gejala flu burung pada ternaknya, Wayan berkata, dalam kondisi apapun selalu menyiapkan rapid test, sebuah alat untuk mendeteksi virus AI. Selanjutnya, cairan tersebut diletakkan pada rapid test. “Jika terjadi dua garis berarti itu positif AI,” jelasnya. Ia menambahkan, ketika gejala flu burung muncul segera diperiksa sebelum empat hari. Karena kalau lewat dari empat hari, virus bisa menyebar ke seluruh unit perkandangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun