Mohon tunggu...
Febroni Purba
Febroni Purba Mohon Tunggu... Konsultan - Bergiat di konservasi ayam asli Indonesia

Nama saya, Febroni Purba. Lahir, di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Menempuh pendidikan SD hingga SMA di Kota Medan. Melanjutkan kuliah ke jurusan ilmu Peternakan Universitas Andalas. Kini sedang menempuh pendidikan jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Pernah menjadi jurnalis di majalah Poultry Indonesia selama tiga tahun. Majalah yang berdiri sejak tahun 1970 ini fokus pada isu-isu ekonomi, bisnis, dan teknik perunggasan. Di sana ia berkenalan dengan banyak orang, mengakses beragam informasi seputar perunggasan Tanah Air dan internasional. Samapai kini ia masih rajin menulis, wawancara dan memotret serta berinteraksi dengan banyak pihak di bidang peternakan. Saat ini dia bergabung di salah satu pusat konservasi dan pembibitan peternakan terpadu ayam asli Indonesia. Dia begitu jatuh cinta pada plasma nutfah ayam asli Indonesia. Penulis bisa dihubungi via surel febronipoultry@gmail.com. atau FB: Febroni Purba dan Instagram: febronipurba. (*) Share this:

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengapa Perlu Melegalkan Perdagangan Binatang?

1 Oktober 2015   14:22 Diperbarui: 1 Oktober 2015   16:25 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

DI Jakarta, masalah binatang pun digunjingkan. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berencana melegalkan penjualan daging anjing di Jakarta. Alasannya sederhana, untuk melindungi konsumen dari penyakit anjing gila (rabies). Memang selama ini tidak ada yang melakukan pengawasan terhadap anjing yang didatangkan dari luar daerah.

Selaku pemerintah, wajarlah jika Ahok ingin mengawasi daging anjing dengan cara melegalkan praktik lalu lintas hewan. Jika daging anjing itu tidak diawasi maka berisiko menularkan penyakit kepada manusia. Yang patut diprotes atau digugat sesungguhnya adalah jika pemerintah pusat atau daerah tidak melakukan pengawasan terhadap berbagai makanan yang beredar saat ini.

Ada contoh yang bisa diprotes masyarakat kepada pemerintah. Semua produk pangan berasal dari hewan wajib memiliki sertifikat veteriner. Produk pangan seperti daging ayam dan telur yang beredar di berbagai toko ritel dan supermarket saat ini banyak yang tidak memiliki sertifikat veteriner. Ini merupakan bentuk pelanggaran undang-undang yang berlaku yang bisa didenda dan dipidanakan. Alih-alih dipidanakan, ditegur pun jarang oleh pemerintah dan penegak hukum.

Masalah keamanan pangan memang tidak seksi sehingga kurang mendapat perhatian oleh media. Namun, di sini didapati bahwa lemahnya pengawasan pemerinah dan penegakan hukum kita terhadap jaminan kesehatan. Pangan adalah urusan perut yang penting bagi pertumbuhan bagi manusia. Jika makanan yang dikonsumsi mengandung penyakit akibatnya fatal.

Namun, niat Ahok membuat peraturan gubernur mengenai perederan daging anjing terpaksa pupus lantaran diprotes sejumlah aktivis hewan. Para aktivis beralasan anjing bukanlah untuk dikonsumsi. Alasan berikutnya adalah anjing bukanlah hewan ternak melainkan hewan peliharaan. Alasan kedua ini agak membingungkan bagi orang awam tentang perbedaan hewan ternak dan hewan peliharaan. Ya, keduanya memang berbeda bila ditinjau per definisi. Untuk mendefinisikannya, maka merujuk undang-undang yang berlaku.

Dalam Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 18 Tahun 2009 kedua definisi tersebut jelas berbeda. Hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu. Sedang ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Namun tidak ada kekuatan hukum untuk melarang orang mengkonsumsi daging anjing.

Alasan lain yang muncul adalah bahwa anjing kerap mengalami penyiksaan: dimasukkan dalam karung, dipukul hingga pingsan, dan dibakar. Dalam hal ini, benar atau salahnya memperlakukan binatang dengan kekerasan memang sudah masuk ke wilayah etika. Penjelasan mengenai hak-hak binatang bisa panjang urusannya. Terpaksa harus mendatangkan pikiran-pikiran filsuf seperti:  Aquinas, Fransiskus dari Asisi, Descartes, Kant, dan Hegel dan Karl Barth. Mereka agaknya setuju bahwa binatang banyak kesamaan dengan manusia karena itu pengakuan atas hak-hak binatang harus diperhitungkan.

Manusia dan hewan memiliki kepekaan, naluri, emosi, pengetahuan tentang kasih, daya ingat, perhatian, rasa penasaran, dan penalaran. Satu-satunya perbedaannya adalah manusia memiliki kekuatan mental yang lebih kuat karena memiliki bahasa yang lebih sempurna ketimbang binatang. Bahkan, Charles Darwin mengklaim bahwa manusia adalah binatang yang lebih tinggi, tetapi berbeda dalam hal derajat, bukan pada jenis.

Terlepas dari asumsi filsafat di atas, pengakuan atas hak-hak binatang memang perlu dipertimbangkan. Hewan juga merupakan bagian dari alam ciptaan sang Khalik. Sebagai manusia, kita berkewajiban memelihara alam, bukan menyalahgunakannya seperi kekerasan dan membiarkannya kelaparan.

Sebab itu, pemerintah perlu memastikan semua produk pangan yang dijual dapat dijamin kesehatannya. Pemerintah mestinya menindak para pemasok pangan yang melanggar aturan. Pemerintah juga perlu menyediakan tempat pemotongan hewan khusus bagi anjing yang layak (tanpa kekerasan). Saya berpendapat inilah yang perlu dilegalkan. Daripada tidak diawasi, lebih baik dilegalkan. Bukankah saat ini di Jakarta, “penggemar” daging anjing sudah sangat banyak?

Perkara untuk mengkonsumsi, meski keyakinan saya membolehkan makan daging anjing tetapi saya tidak memakannya. Jika beberapa rekan-rekan aktivis hewan memandang bahwa mengkonsumsi daging hewan peliharaan seperti anjing adalah pelanggaran moral, maka saya tidak sepakat. Pandangan saya adalah kewajiban moral manusia kepada Tuhan bukan kepada binatang.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun