Mohon tunggu...
Febroni Purba
Febroni Purba Mohon Tunggu... Konsultan - Bergiat di konservasi ayam asli Indonesia

Nama saya, Febroni Purba. Lahir, di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Menempuh pendidikan SD hingga SMA di Kota Medan. Melanjutkan kuliah ke jurusan ilmu Peternakan Universitas Andalas. Kini sedang menempuh pendidikan jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Pernah menjadi jurnalis di majalah Poultry Indonesia selama tiga tahun. Majalah yang berdiri sejak tahun 1970 ini fokus pada isu-isu ekonomi, bisnis, dan teknik perunggasan. Di sana ia berkenalan dengan banyak orang, mengakses beragam informasi seputar perunggasan Tanah Air dan internasional. Samapai kini ia masih rajin menulis, wawancara dan memotret serta berinteraksi dengan banyak pihak di bidang peternakan. Saat ini dia bergabung di salah satu pusat konservasi dan pembibitan peternakan terpadu ayam asli Indonesia. Dia begitu jatuh cinta pada plasma nutfah ayam asli Indonesia. Penulis bisa dihubungi via surel febronipoultry@gmail.com. atau FB: Febroni Purba dan Instagram: febronipurba. (*) Share this:

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketidakadilan MK

23 Januari 2014   16:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:32 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13904704781841954953

[caption id="attachment_291633" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: www.lbh-keadilan.org"][/caption] Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan gugatan Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak terhadap Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Gugatan ini sebetulnya sudah lama diajukan sejak Januari 2013. Pada Desember 2013 calon presiden dari Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra melayangkan gugatan serupa.

Sayangnya, meskipun gugatan Yusril terkabul, tetapi putusan itu berlaku pada Pilpres 2019. Artinya kemungkinan besar kesempatan Yusril mencalonkan diri dalam Pilpres 2014 terancam gagal. Hal tersebut terkait soal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) masih berlaku pada Pilpres 2014. Alasan MK tidak memberlakukan pada tahun 2014 sangat sederhana dan terasa mengganjal. Alasan karena pemilu sudah terjadwal bukanlah alasan yang logis, sebab perkara tersebut sudah jauh-jauh hari digugat.

Yusril berkicau di akun twitter, “ Kalau Pileg dipaksakan bulan April, yakin saya Pileg kali ini akan lebih buruk dibanding 2009. Pemilunya berantakan.” Sementara Mantan Ketua MK Mahfud MD tak heran bila uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ditunggangi kepentingan politik. Pasalnya, UU tersebut memang mutlak merupakan aturan politik (Kompas.com, 23/1).

Jika dicermati putusan MK ini sangat kental muatan politisnya. Mengapa baru sekarang—menjelang dua bulan lagi—perkara ini disidangkan/diputuskan? Jelas kelihatan bahwa keinginan partai-partai besar menolak UU Pilpres ini untuk memperkuat posisi presiden terpilih. Putusan yang menyatakan tidak berlaku untuk tahun 2014 menunjukkan bahwa MK semakin tidak objektif dalam mempersidangkan perkara Pemilu. Dan ini sangat tidak adil!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun