Seorang kawan pernah mencurahkan pandangannya mengenai kehidupan berkeluarga, bahwasanya setiap keluarga adalah unik dan tidak dapat disamakan dengan keluarga lain; meskipun belakangan ini si kawan sering mengernyitkan dahi mengenai pilihan hidup saya dan keluarga saya, pendapat kawan saya tadi akan tetap relevan dan melekat dalam diri saya.Â
Bagaimana tidak, setiap keluarga memiliki cara hidup serta pendekatan yang berbeda dari keluarga lain, karena individu yang menyusun setiap keluarga pun tak ada yang sama persis secara karakter.Â
Begitu pula dengan sebuah keluarga dalam film drama-komedi berjudul Little Miss Sunshine. Keluarga dalam film ini beranggotakan si ayah (Greg Kinnear) yang sangat berdedikasi -- cenderung terobsesi dengan pekerjaannya, si ibu (Toni Collette) yang merupakan ibu-ibu rempong, si anak laki-laki (Paul Dano) yang berjiwa pemberontak dan memutuskan untuk puasa bicara, si anak perempuan (Abigail Breslin) yang imut dan bersemangat, si paman (Steve Carell) seorang akademisi yang patah hati serta si kakek (Alan Arkin) yang merupakan seorang pecandu.Â
Wow! Padat dan bervariasi; itulah keluarga ini. Little Miss Sunshine berkisah tentang satu hari dimana seluruh anggota keluarga ini terpaksa melakukan sebuah perjalanan ke Redondo Beach, California yang berjarak 800 mil dari kediaman mereka demi mengantar dan mendukung si anak perempuan mengikuti kontes kecantikan bertajuk, tentu saja, Little Miss Sunshine. Sepanjang perjalanan, banyak sekali momen konyol dan menggelikan terjadi yang memperjelas label aneh terhadap keluarga ini.Â
Tak hanya momen konyol dan menggelikan, ada pula sebuah momen tak terduga (yang sebenarnya sangat masuk akal terjadi) menimpa keluarga ini; momen yang saya kira akan mengubah tone penceritaan cukup drastis, tetapi tidak juga -- film ini masih mampu mempertahankan kekocakan dan kekonyolannya hingga akhir.Â
Pada penghujung film, kita akan dihadapkan dengan sebuah pelajaran berharga yang mengajarkan bahwa keluarga adalah harta yang paling berhar... oh, maaf, itu film lain.Â
Film ini mempertegas pendapat kawan saya di awal artikel, bahwa setiap keluarga itu unik dan tidak berhenti di situ, film ini mengajak kita untuk memeluk keunikan itu dan mencintainya sepenuh hati; tidak untuk saling menjatuhkan dalam keluarga maupun menjatuhkan keluarga lain, tetapi saling bertumbuh ke arah yang lebih baik bersama-sama... sebagai keluarga yang memang unik dan aneh sekalipun, dari sononya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI