Beberapa kali saya mendapatkan tawaran dan kesempatan karir yang bisa dikatakan cemerlang. Akan tetapi, tidak satupun yang saya ambil, karena harus meninggalkan kota asal, dimana saya memiliki tugas yang jauh lebih mulia; menemani ibu saya tercinta.Â
Di kota ini pulalah saya akhirnya memutuskan untuk membangun sebuah keluarga kecil yang kini menjadi pusat hidup saya. Semakin tidak ingin rasanya saya hijrah dari kota asal dan memeras keringat di kota lain, meski cepat membuat makmur katanya.Â
Seperti sebuah kata mutiara yang pernah saya dengar, selalu ada harga yang harus dibayar, yang berarti harus ada pengorbanan demi meraih suatu hasil yang diinginkan.Â
Ada satu film yang terlintas di benak saya ketika memikirkan tentang pengorbanan; A Quiet Place. Film sci-fi/horror garapan duet suami-istri John Krasinski dan Emily Blunt ini menceritakan tentang kondisi bumi yang memasuki tatanan atau kebiasaan baru yang drastis berbeda dari sebelumnya setelah segerombolan makhluk misterius bin menyeramkan mulai berkeliaran dan membunuh umat manusia. Kondisi baru seperti apa yang terjadi? Makhluk pembunuh manusia ini diceritakan sangat sensitif terhadap suara, sehingga memaksa seluruh umat manusia harus hidup dalam kesunyian -- secara harafiah -- jika ingin terus hidup.Â
Film berpusat pada keluarga Abbott yang beranggotakan Lee Abbott (John Krasinski) sang ayah, Evelyn Abbott (Emily Blunt) sang ibu yang kemudian hamil di tengah penceritaan, Regan Abbott (Millicent Simmonds) si anak sulung penyandang congenital deafness, Marcus Abbott (Noah Jupe) si anak tengah, dan Beau Abbott (Cade Woodward) si bungsu yang menggemaskan. Keluarga ini memiliki serangkaian protokol ribet yang disusun sedemikian rupa untuk menjaga nyawa mereka.Â
Loh, tidak perlu khawatir berlebihan seperti itu, karena lakon akan selalu bernasib baik, kan? Ya, jika musibah yang menimpa para tokoh utama di awal film kita hitung sebagai nasib baik. Silahkan menonton bila penasaran musibah seperti apa yang menimpa.Â
Secara umum, musibah ini terjadi karena ada satu momen dimana salah seorang anggota keluarga Abbott lalai dan menganggap enteng protokol ribet yang saya sebut sebelumnya. Hasilnya, salah satu momen paling pahit di film ini pun terjadi dengan tragis di bagian awal film.Â
Andai saja mereka mau berkorban untuk lebih saling menjaga dan tidak sibuk masing-masing; andai saja mereka mau berkorban untuk menekan ego dan lebih patuh pada protokol yang ada. Keluarga Abbott dan para penonton film hanya bisa berandai. Â Â
Relevan dengan kondisi dunia dan khususnya Indonesia saat ini, kita diperlengkapi dengan sejumlah protokol kesehatan yang dapat membantu kita menghindari dampak buruk COVID-19. Namun, banyak pihak yang masih enggan menjalankannya dengan tertib; kebanyakan dari mereka tidak mau berkorban dan mengurangi kenyamanan hidup normal, hingga akhirnya jatuhlah korban yang tidak diinginkan.Â
Sejenak kembali kepada A Quiet Place, keluarga Abbott akhirnya memperoleh hidayah -- sudah jelas, sih -- lalu berkorban lagi dan lagi untuk memangkas semua kenyamanan dan ego mereka demi bertahan hidup. Hasil akhir tidak 100 persen membahagiakan, tetapi masih mampu membangkitkan harapan.Â
Secara keseluruhan, film ini mengingatkan saya -- jika bukan kita -- untuk mengesampingkan ego dan senantiasa melakukan pengorbanan yang diperlukan. Bicara kondisi terkini, daripada bersikeras menikmati kenyamanan hidup normal dan akhirnya terus jatuh korban, lebih baik berkorban menjauhi kenyamanan hidup normal demi keselamatan bersama. Berkorban memang normal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H