Dalam tiap karnaval perjumpaan akan hadir beriringan parade perpisahan.
Dengan segenap kemeriahannya yang justru menyakitkan hati.
Ada satu hal yang ku sesali, mengapa kita berjumpa di saat ini ?
Bukankah semakin cepat bertemu maka semakin cepat pula dentang nada perpisahan di dengungkan ?
Bukankah semakin cepat pemuda pengrajin roti di Istanbul maupun Budhapest membuat pesanan bagi sang putri kerajaan, maka semakin cepat pula ia akan di tinggal paras cantik yang di dambakan ?
Perjumpaan bukan hujan, yang semakin cepat redakala senja justru menyajikan pelangi yang sedap di pandang mata.
Perjumpaan bukan pula ulat yang semakin cepat bermetamorfosa, justru menghadirkan mahakarya dengan sayap kupu-kupu jelita.
Kini ku titipkan salam pada dada bumi malam ini,
biarkan bumi mendekap salam ku hingga hujan membawanya menuju jiwa sang kaki langit.
Kemudian asy-syams menggiringnya bersama uap – uap menuju singgasana Arsy.
Lalu biarkan Tuhan yang menganugerahkan salamku dengan anggunnya pada jiwa yang ku damba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H