Tepat di sudut pemberhentian manusia duduk kami-kami bercengkrama
Masing – masing sibuk dengan beberapa cahaya di sebelah depan
Ada yang meringkuk layaknya daun – daun mati yang menggulung
Mungkin seperti tergulungnya langit pada hari yang di janjikan
Wajah – wajah ceria muncul dari balik kain mulia
Entah aku tak dapat membedakan lagi antara tertahan dan menahan hujan
Yang ada hanya kita yang coba saling memahami tanpa mengerti apa yang harus di pahami
Tampaknya hujan pun belum menunjukkan waktu istirahatnya
Tetap bermain-main dalam dekapan bumi
Sesekali terdengarhilir mudik merdu angin – angin sebagai buah tangan sang hujan
Untuk kami yang bercengkrama dan malam yang menjadi saksi
Dari salah satu pusat kota,28 Maret 2014
Febrian Riyadi