Mohon tunggu...
Febri Resky Perkasa Siregar
Febri Resky Perkasa Siregar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya menulis dunia seperti apa adanya, jika dunia salah saya akan menulis seperti apa seharusnya. Steller; @febrisiregarr Jakarta-Solo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mantan Aktivis 98’ yang Tetap Melawan dengan Koran

11 Mei 2016   21:02 Diperbarui: 11 Mei 2016   21:11 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang laki-laki tidur bersama kedua anaknya di emper Jl. Urip Sumoharjo, tepatnya di Perempatan Panggung, Jebres, Solo. Suara kendaraan bermotor yang berlalu-lalang tak sekali pun mengganggu tidur mereka di malam hari. Saat seorang pengendara bermotor berhenti dan hendak membeli koran yang dijualnya, laki-laki itu dengan perlahan terbangun. Pengendara bermotor tersebut menunjuk koran yang akan dibelinya. Agus Haryono, 42 tahun, segera bangkit untuk melayani. Sebuah senyum menghias wajahnya. Setelah transaksi selesai, ia pun kembali berbaring dan membetulkan sandaran kepala anaknya sembari menunggu pembeli lainnya datang. Bagi warga kota Solo yang sehari-hari melewati Jl. Urip Sumoharjo mungkin sudah tidak asing dengan pemandangan tersebut.

Tumpukan koran menjadi bantal bagi Agus Haryono dan kedua anaknya. Mereka tertidur pulas beralaskan spanduk bekas. Sesekali nyamuk-nyamuk menggigit kedua pipi anaknya. Tangan kecil masing-masing anaknya pun sibuk bergerak menepuk pipi mereka masing-masing. Agus Haryono kemudian melihat anak bungsunya Rayhan meringkuk kedinginan, ia pun lalu mengambil jaket tebal berwarna cokelat untuk menyelimutinya, Suara rintihan Rayhan membangunkan sang kakak yang biasa dipanggil Adi. Adi lalu terbangun dan memberikan selimut miliknya kepada Rayhan sembari memeluk erat tubuh sang adik.

Agus Haryono sudah 27 tahun berjualan koran untuk menghidupi keluarganya. Berbagai macam koran dan majalah dia jual. Pendapatan dari hasil berjualan koran yang diperolehnya pun tidak pasti. Sejak pagi hingga lewat tengah malam dia tak berhenti menjajakan koran untuk menafkahi keluarganya. Agus Haryono merupakan warga Solo yang berasal dari Bibis Luhur, Nusukan, Banjarsari. Aktivitasnya setiap pagi selalu mengambil koran-koran di agen. Sepeda motor Honda S90 keluaran tahun 1970 selalu menemaninya membawa koran serta mengantar anak-anaknya ke sekolah.

Sejak tahun 2007, kedua anak Agus Haryono sudah ditinggal oleh ibunya karena penyakit jantung. Kedua anaknya bersekolah di SD Negeri Nayu Barat 3. Rayhan duduk di bangku kelas III dan Adi di kelas V. Keduanya ikut membantu ayahnya berjualan koran setelah pulang sekolah. Rayhan dan Adi belajar dan tidur di emperan tersebut sampai Agus Haryono selesai berjualan koran. Agus mengakui saat Gunung Kelud meletus pada tahun 2014 silam, rumahnya terbakar karena lilin yang ia pasang saat mati lampu terjatuh. Kini Agus Haryono bersama kedua anaknya tinggal di sebuah warung semi permanen di samping SMA Negeri 6 Solo.

Agus Haryono pernah merasakan bangku kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Slamet Riyadi (Unisri). Selain itu Agus Haryono merupakan salah satu mantan aktivis mahasiswa 1998 di Solo. Beberapa peristiwa sempat dia alami bersama dengan teman-teman aktivis lainnya, salah satunya peristiwa bentrokan berdarah yang terjadi di Kampus Kentingan Universitas Sebelas Maret Solo pada Jumat, 8 Mei 1998. Aksi unjuk rasa tersebut berkembang menjadi kerusuhan karena aparat bertindak represif terhadap para peserta aksi. Agus Haryono mengalami luka pada bagian kepalanya. Jumlah korban keseluruhan korban pada peristiwa tersebut mencapai 400 orang termasuk rakyat dan mahasiswa.

Meskipun kini Agus Haryono terikat dengan penghidupan sebagai penjual koran, namun ia tetap melanjutkan PERLAWANAN melalui pendidikan. Melalui kedua anaknya ia berharap dapat melahirkan angkatan-angkatan muda yang akan mewakili hari depan. Masih banyak Agus Haryono lainnya yang tersebar di negeri kita. Semoga jeritan rakyat kecil yang menjadi korban perselingkuhan pemerintah dengan para konglomerat hilang dengan lahirnya angkatan muda yang terus MELAWAN.

*Tulisan ini saya kembangkan dari hasil liputan saya yang diterbitkan Harian Umum Solopos edisi Kamis, 21 Agustus 2014 yang berjudul “Mereka Belajar dan Tidur di Emper Toko”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun