Mohon tunggu...
Febri Resky Perkasa Siregar
Febri Resky Perkasa Siregar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya menulis dunia seperti apa adanya, jika dunia salah saya akan menulis seperti apa seharusnya. Steller; @febrisiregarr Jakarta-Solo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Tentang Pemuda yang Menjadi Sebuah Kitab

18 April 2016   20:01 Diperbarui: 18 April 2016   23:18 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Benar sekali ya Tuan, Aku mohon Tuan bersedia memperlihatkan kebenaran tentang negeri itu.”

“Sebenarnya sudah bosan aku dikecewakan para pemuda di negeri itu. Sudah berjuta-juta pemuda kau bawa kemari. Tetapi semua berakhir durhaka kepada leluhurnya. Ingat ini adalah yang terakhir kalinya. Kembalilah bertugas ke bumi wahai Pertiwi!”

“Terima kasih Tuan.”

“Hai pemuda, ingat tanyakanlah kepada Nusantara, apa yang kau alami selama perjalanan melewati pintu gerbang.”

“Baiklah, terimakasih sudah mengantarku.”

“Ya pemuda.”

Perempuan itu menghilang sekejap. Bak ditelan langit. Nusantara menyebutnya Pertiwi. Apakah dia Ibu Pertiwi? Termenunglah aku sejenak. Dan Kini hanya aku dan Nusantara yang ada.

Hawa di taman ini semakin sejuk. Tapi rasa sejuk itu semakin lama semakin menipis seiring tatapan tajam Nusantara memperkosa batinku. Aku mencoba menggerakkan mulutku. “Bertanyalah!” gertakku dalam hati.

“Nusantara aku hendak bertanya kepadamu. Pertama, Ketika  melewati gerbang, aku melihat lautan orangtua renta yang berlumurkan darah berteriak-teriak tetapi tak sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya, apakah arti dibalik semua itu?”

“Dengarkan baik-baik pemuda, orang tua itu adalah para arwah pahlawan pejuang Indonesia yang sedih dengan kelakuan bangsa Indonesia saat ini. Perjuangan mereka tak dianggap sama sekali. Mereka sangat menyesal. Monumen-monumen perjuangan dijadikan tempat hiburan dan permesuman, pemimpin-pemimpin di negeri itu melebihi kotoran iblis dan negeri itu kini sudah mencetak generasi durhaka. ”

“Aku terdiam dan nafasku terhenti sejenak, sebegitu kejamkah bangsa Indonesia?” tanyaku dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun