Mohon tunggu...
Febri Resky Perkasa Siregar
Febri Resky Perkasa Siregar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya menulis dunia seperti apa adanya, jika dunia salah saya akan menulis seperti apa seharusnya. Steller; @febrisiregarr Jakarta-Solo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Tentang Pemuda yang Menjadi Sebuah Kitab

18 April 2016   20:01 Diperbarui: 18 April 2016   23:18 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku dan dirinya melangkahkan kaki melewati pintu gerbang. Jalan yang berlantaikan bintang-bintang menemani perjalananku menuju kebenaran Indonesia. Beberapa langkah lamanya, betapa terkejutnya aku saat melihat lautan orangtua renta berlumurkan darah. Mereka meneriakkan sesuatu tetapi tak sepatah kata pun keluar dari mulut mereka, aku tak sanggup memandanginya, seperti palu dan arit yang bersatu-padu membongkar isi otakku. Pemandangan memilukan itu terus berlanjut mengiringi perjalananku. Perempuan itu tetap terpaku pada pandangan lurusnya tanpa menoleh kepadaku sekalipun.

Tak sampai seribu langkah, lagi-lagi aku dihadapkan oleh kejadian aneh. Mataku melihat sebuah hamparan melati putih yang indah akan tetapi terbakar oleh api yang berkobar-kobar. Melati putih itu hangus dan menjadi abu lalu tumbuh dan terbakar lagi.Terus menerus tidak berhenti seperti melihat matahari yang terbit dan terbenam dalam sekejap. Tanda tanya besar semakin terbayang-bayang dalam benakku.

Cahaya yang bersinar-sinar  terlihat dari kejauhan. Sekejap sampailah Aku dan dirinya pada sebuah taman yang begitu indah. Taman di atas lautan awan.

***

Perempuan itu lagi-lagi mengarahkan pandangan matanya kepadaku “Hai pemuda kemarilah akan kupertemukan kepada Nusantara yang maha pengasih lagi maha penyayang.” Sejenak aku memberhentikan langkah. Penglihatanku tertuju pada seorang lelaki yang mengenakan pakaian jubah, lengkap dengan sorban dikepala. Ia sedang duduk membelakangi meja bundar.

 Tiba-tiba suara perempuan itu kembali masuk ke telingaku “Apa yang kau alami selama perjalanan  tadi, tanyakanlah kepada Nusantara nanti.”

“Siapakah Nusantara itu?”

“Dialah yang memperjuangkan dan membimbing para leluhur Indonesia di setiap zaman, wahai pemuda.”

Seketika lelaki yang membelakangi meja bundar itu, bangkit dan berbicara, “Pemuda lagi… pemuda lagi, mengapa kau membawanya lagi, sudah banyak pemuda di zaman edan yang kau bawa kepadaku. Semuanya berakhir dalam kehinaan!”

“Daulat ya Tuan, hamba mohon beribu ampun. Hamba sengaja membawa pemuda ini untuk memperlihatkan kebenaran yang ada tentang negeri bernama Indonesia ya Tuan.”

“Oh itu…negeri yang sudah kuperjuangkan bersama para leluhurnya akan tetapi generasinya sekarang penuh dengan kemunafikan, kebencian, kesombongan, kebodohan dan ketidakadilan dan kemesuman?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun