Mohon tunggu...
febri prasetyo
febri prasetyo Mohon Tunggu... -

Seorang guru yang masih terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Nature

Air, Seorang Gadis dan Masa Depan

21 Juni 2013   22:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:37 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kalau kita mengerucutkan pengamatan kita untuk nusantara ini, maka sebenarnya patut berbangga pula kita sebagai bangsa Indonesia. Ketersediaan air secara nasional sebenarnya melimpah, yaitu sekitar 15.500 meter kubik per kapita per tahun (Kompas, 29/11/2012). Namun kebanggaan itu perlahan sirna saat kita menatap Gunung Kidul di Yogyakarta yang kering, Nusa Tenggara Timur hingga lereng Gunung Slamet desa tempat tinggal temanku yang krisis air bersih. Dan yang lebih tragis lagi adalah bahwa hampir 20% dari penduduk Indonesia meninggal dikarenakan kekurangan air bersih.

Kebanggaan negara kita sebagai negara maritim juga dibayang-bayangi oleh analisis yang disampaikan dalam acara Forum Air Dunia II (Word Water Forum) di Den Haag, Belanda pada Maret tahun 2000 lalu. Di forum tersebut disampaikan sebuah ramalan yang mencengangkan bahwa tahun 2025 benar-benar terjadi krisis di beberapa negara termasuk Indonesia.

Sedih dan marah saat melihat ibukota Jakarta, kota metropolitan kebanggaan bangsa ini, kalangkabut dengan serangan banjir yang selalu bertamu di hampir setiap musim penghujan. Sedih karena saudara-saudara kita banyak yang mengangis menderita, diare hingga kematian karena banjir tersebut. Dan marah saat mereka yang saat ini menangis, kemarin membuang sampah seenaknya ke selokan dan sungai di sekitar tempat tinggal mereka.

Namun Tuhan itu memang Maha Penyayang. Dia selalu saja menyisipkan mutiara sebagai wujud kasih sayang-Nya di setiap kekhilafan yang dilakukan makhluk-Nya. Tidak semua orang hanya merenungi dan meratapi saja apa yang terjadi dengan air di alam ini. Ada setitik harapan mulai muncul dari akal dan tangan kreatif para pemuda bangsa ini. Beberapa peneliti muda sudah mulai menghasilkan teknologi untuk penghemat air. Mari sejenak kita tengok karya anak bangsa yang cukup inovatif dalam fungsi penghematan air.

Diantaranya adalah alat penghemat penggunaan air penyiraman (flushing) toilet atau Multifunctional Toilet Wastafel (M-Tow) yang ditemukan oleh sejumlah mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Alat ini mampu menghemat air penyiraman toilet dari sekitar 36 liter air menjadi sepertiganya, yakni 12 liter air saja.

Alat lain yaitu alat untuk menghemat air saat wudhu bertenaga surya karya mahasiswa ITS yang juga ramah lingkungan. Di bidang pertanian juga telah ditemukan teknologi The System of Rice Intensification (SRI) yang bisa digunakan untuk meminimalkan jumlah air dalam proses penanaman padi.

Mungkin saja teknologi-teknologi tersebut tidak akan mampu untuk mengubah dunia. Menghemat satu liter air mungkin tidak cukup berarti di depan ribuan hektar sawah yang kekeringan. Tetapi mungkin masih cukup untuk menyelamatkan beberapa nyawa manusia. Satu tetes air jernih mungkin tidak akan membuka mata hati kita, apabila kita tidak turut merasakan betapa mahal, susah dan repotnya mengubah air genangan menjadi tetesan-tetesan air bersih.

Tentu saja bukan langkah bijak bila kita hanya sekadar menangis sedih dan berdecak kagum, banyak langkah yang bisa kita lakukan demi air di planet ini. Mematikan keran usai digunakan, menggunakan air untuk mandi seperlunya, menjaga sungai dari sampah dan kotoran, hingga mengkampanyekan sadar hemat air kepada siapapun yang ada di sekitar kita. Meski itu bukan suatu gerakan besar, tetapi selalu saja ada manfaat yang bisa didapat meski hanya gerakan kecil. Setidaknya itu untuk diri sendiri, keluarga, hingga masyarakat sekitar. Bukankah setiap langkah kecil selalu dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan besar. Seperti manfaat sebotol air di bus saat itu yang telah mampu mengubah hidupku ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun