Mohon tunggu...
Muhammad Idham Febrio
Muhammad Idham Febrio Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Individu kreatif dan inovatif yang fokus pada hubungan masyarakat, fotografi, videografi dan media kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Impian Ketahanan Pangan yang Selalu Tertunda

7 Oktober 2024   19:10 Diperbarui: 7 Oktober 2024   22:11 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia, dengan keindahan alam dan budaya yang beragam, tak luput dari tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Ribuan pulau yang terbentang luas seharusnya mampu menghadirkan kekayaan pangan bagi seluruh rakyat, namun kenyataannya, kesenjangan akses pangan masih begitu nyata. Saat kita menikmati bahan pangan segar di perkotaan, saudara-saudara kita di pelosok seringkali harus membayar harga yang lebih mahal, atau bahkan kesulitan mendapatkan pangan yang layak. Ketahanan pangan seolah masih menjadi angan-angan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.


Menyusuri jalan-jalan rusak di pedalaman untuk mengirimkan pasokan pangan ke pulau-pulau kecil, petugas distribusi pangan harus berjuang keras. Namun, apa yang mereka lakukan tidak selalu berbuah hasil maksimal. Jalan yang rusak, jembatan yang putus, serta sarana transportasi yang terbatas membuat pendiduk di pelosok sering kali merasa ditinggalkan. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Pustral UGM, Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D., "Permasalahan terkait distribusi logistik dan ketahanan pangan ini melibatkan faktor ekonomi, sosial, lingkungan, dan kebijakan." Agung Nugroho dalam jurnalnya menekankan bahwa penguatan infrastruktur sangat penting untuk mengatasi tantangan ini. Ketahanan pangan seharusnya menjadi prioritas yang nyata, bukan sekadar wacana.


Saat distribusi terganggu, harga pangan melonjak, dan masyarakat yang paling membutuhkan terpaksa membayar lebih mahal untuk kebutuhan pokok. Ketahanan pangan seharusnya menjadi hak, bukan barang mewah yang sulit dijangkau. Sungguh ironis melihat begitu banyak sumber daya alam yang ada di Indonesia, namun distribusi yang tidak memadai malah membuat saudara-saudara kita di pelosok merasakan kesenjangan yang begitu besar.


Membangun sistem pasokan yang menghubungkan petani dengan konsumen langsung dapat dilakukan sebagai solusi melalui penyelenggaraan pasar lokal secara rutin di daerah terpencil. Di pasar ini, petani dapat menjual hasil panen mereka secara langsung kepada konsumen tanpa perantara, sehingga harga dapat lebih terjangkau dan kualitas tetap terjaga. Selain itu, pemerintah perlu berinvestasi dalam perbaikan infrastruktur jalan yang rusak, agar akses ke daerah terpencil menjadi lebih baik. Dengan infrastruktur yang memadai, distribusi pangan akan lebih lancar, dan masyarakat di pelosok tidak lagi terpinggirkan dari pasokan pangan yang layak.


Pemberdayaan petani lokal di daerah terpencil juga bisa membantu menghadirkan solusi jangka panjang bagi ketahanan pangan. Dengan mendukung produksi lokal, masyarakat dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka. Sayangnya, program-program seperti ini masih kurang mendapat perhatian yang seharusnya. Padahal, dengan memberdayakan petani lokal, kita tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pasokan pusat, tetapi juga mendorong kemandirian dan kesejahteraan masyarakat setempat.


Ketahanan pangan adalah hak seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah dan sektor swasta harus lebih serius dalam mengatasi masalah ini. Sudah terlalu lama kita mendengar janji tentang perbaikan inrastruktur dan distribusi pangan, namun saatnya kini kita melihat tindakan nyata. Kesejahteraan masyarakat tidak boleh hanya tergantung pada seminar atau acara seremonial, tapi diwujudkan dalam bentuk program yang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun