Mohon tunggu...
febri liani
febri liani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemberian Sanksi Politik : Sebuah Bentuk Demokrasi Alternatif, Perlukah?

14 Juni 2015   06:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:04 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi telah berjalan cukup lama di Indonesia. Sejak bergulirnya masa pemerintahan Orde Baru atau saat munculnya Reformasi telah membuat demokrasi di Indonesia menjadi lebih nyata dirasakan oleh masyarakat luas. Mengingat pemegang kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, maka harus ada relevansi atau hubungan antara negara dan rakyat sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para pemegang kekuasaan dapat sesuai dengan aspirasi rakyat. Hubungan tersebut dapat berupa peran masyarakat yang turut serta dalam perwujudan demokratisasi di Indonesia, seperti partisipasi aktif warga negara dimana peran seperti ini sangat diperlukan untuk membentuk demokrasi yang kuat (strong democracy) dan negara kesejahteraan. Konsep (peran) warga negara seperti ini merupakan konsep kewarganegaraan yang dikemukakan oleh TH. Marshall. Konsep lainnya diajukan oleh Barber, dimana hubungan antara warga negara dengan negara atau pemerintah, maupun sesama warga negara adalah bersifat dialektis serta aktif yang diikat oleh kesadaran dan aktivitas yang sama, melalui keterlibatan bersama-sama dalam ruang publik. Dalam konsepsi yang seperti ini warga negara selalu berada di tengah-tengah peristiwa politik, bukan sebagai penonton atau pemadam kebakaran. Konsep seperti ini dikenal dengan konsep kewarganegaraan dialektis yang nonlegalistik.

Kembali lagi kepada demokrasi dimana salah satu cirinya adalah adanya jaminan atas hak-hak yang melekat pada individu, maka hak-hak tersebut perlu untuk diwadahi dalam penginternalisasiannya. Misalnya, hak atau kebebasan berbicara. Dalam konsepnya, kebebasan berbicara adalah hak atau kebebasan yang dimiliki oleh seorang individu dimana ia dapat bebas mengemukakan pendapatnya di ruang terbuka baik untuk kepentingan ilmu pengetahuan atau bahkan memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah.

Namun dalam kenyataannya, tidak semua pendapat atau suara rakyat atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dapat berefek atau berkelanjutan. Misalnya demonstrasi atau unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat dimana mereka menuntut para pemimpin agar mengembalikan (menstabilkan kembali) kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat. Mungkin bagi sebagian besar kalangan menilai demonstrasi sebagai salah satu bentuk anarkisme. Tapi jika dilihat lebih mendalam lagi, demonstrasi yang dilakukan merupakan sarana atau bentuk panggung politik bagi mereka yang tidak bergabung dalam partai politik manapun. Demonstrasi itulah sebagai salah satu bentuk cara mereka agar pemerintah lebih peka terhadap aspirasi-aspirasi yang selama ini ingin mereka sampaikan.

Apakah tidak ada hukuman atau sanksi politik yang nyata untuk para pemimpin atau pemegang kekuasaan yang ingkar janji terhadap rakyat, dimana mereka membuat kebijakan-kebijakan yang justru lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongannya semata? Apakah rakyat harus menunggu sampai periode kepemimpinan para penyeleweng kekuasaan itu selesai? Jika harus menunggu selama itu, kemungkinan akan membuat rakyat menjadi tertekan, rakyat menjadi tidak berani untuk mengemukakan pendapatnya, atau justru bersikap sebaliknya, yaitu anarkis dimana rakyat menuntut akan adanya reformasi terhadap orang-orang yang berpeluang telah menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya dengan melakukan tindakan-tindakan yang anarkis. Kemungkinan lainnya adalah delegitimasi, yaitu kurangnya kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah. Rakyat memiliki hak untuk berkecimpung atau tidak di dunia politik. Apabila kepercayaan mereka terhadap pemerintah telah berkurang atau bahkan hilang, bukan tidak mungkin ketika pemilihan umum (pemilu) berikutnya, mereka lebih memilih untuk golput.

Semua dampak yang telah disebutkan itu tentu tidak kita inginkan akan terjadi. Untuk itu, pemerintah harus memahami rakyatnya lebih jauh lagi, mendengarkan aspirasi-aspirasi yang menyangkut kepentingan kalangan masyarakat secara umum, dan tidak berbuat sesuatu yang dapat merugikan rakyat dengan menyelewengkan kekuasaan yang dimiliki. Ini hanyalah sebuah pesan dari warga negara yang menginginkan Indonesia lebih baik lagi dengan aktor-aktor politisi di dalamnya yang bersih dari perilaku penyelewengan kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun