Mohon tunggu...
Febri Koto
Febri Koto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hedonisme Melahirkan Budaya Konsumtif

3 Oktober 2017   23:57 Diperbarui: 4 Oktober 2017   00:13 4979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisasi dan moderniasi berdampak besar terhadap negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Menolak hal itu sama artinya mengucilkan diri dari kancah internasional. Ketidak siapan mengantisipasi dan menyaring arus globalisai dan modernisasi akan berdampak negatif, diantaranya gaya hidup hedonis yang seolah menjadi tren di negeri ini.

Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kabahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenimatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Hedonisme juga menggambarkan suatu kemewahan yang berlebihan atau perilaku seseorang yang menghamburkan uang hanya untuk kesenangan duniawi semata.

Prinsip penganut paham hedonisme ini seperti tafsiran puisi Herrick "To the virgin, to make much of time". Atau petikan kata yang dikemukakan oleh Quintus Horatius Flaccus, penyair Romawi yang lahir tahun 65 SM. Ia menulis sebuah syair puji-pujian yang ditutup dengan kalimat berbunyi " Carpe diem, quam minimum credula postero". Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok. Carpe diem menjadi sloga yang mudah diingat untuk pandangan hidup yang mengagungkan jangka pendek, sekaligus merengkuh kesenangan hidup sebanyak-banyaknya.

Gaya hidup hedonis sebetulnya dapat dikaitkan dengan pola yang sangat konsumtif masyarakat Indonesia. Semakin seseorang menunjukan gaya hidup yang hedonis, maka dapat disimpulkan bahwa orang tersebut bersifat konsumtif, atau sebaliknya.

Keinginan untuk mendapat kesenangan dan kebahagian merupakan sesuatu hal yang alamiah dimiliki oleh setiap manusia.  Namun jika untuk mencapat kebahagian tersebut dilakukan secara paksa ataupun belebihan tentu akan menimbulkan efek negatif.

Keiginan yang kuat seseorang untuk mengejar duniawi  bukan tidak mungkin menimbulkan tindakan kriminal, seperti korupsi, penipuan dan tindakan negatif lainnya. Semua yang dilakukan para pelakuk hedonis tidak lain hanya untuk memuaskan gengsi mereka. Mereka bahkan bisa menghabiskan seluruh uangnya untuk "membeli" gengsi supaya terlihat memiliki stata sosial yang tinggi dihadapan kerabat maupun keluarganya.

Indonesia tidak akan mengalami kemajuan jika hedonisme tetap menguasasi otak bangsa kita. Bisa dibayangkan jika bangsa Indonesia menjadi sasaran empuk industri luar negeri, misalnya bidang elektronik. Di Indonesia merek tenama seperti Apple, Samsung, Balckberry dll  tak aya dapat mengingkatkan strata sosial dan popularitas seseorang di mata orang lain. Tentunya hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai sasaran empuk pemilik indistri luar negari tersebut.

Jika bangsa indonesia dapat berfikir lebih cerdas tentunya mereka bisa berlomba membuat karya inovasi baru yang bermanfaat untuk masyarakat banyak dan bersaing dengan brand/merek yang sudah ada. Atau setidaknya masyarakat Indonesia memiliki rasa cinta terhapa  barang/produk dalam negeri. Dengan begitu tentunya dapat mengongkrak perkembangan industri dalam negeri sendiri.

Tayangan yang disuguhkan dalam televisi di negeri kita tentu ikut andil memberikan pengaruh dan dorongan untuk berperilaku hedonis pada masyarakat. Sinetron dan iklan-iklan yang bersilewaran menjadi santapan rutin masyarakat setiap hari. Tayangan yang berisikan edukasi jumlanya sangat sediikit karena memiliki popularitas yang sangat rendah.

Untuk megubah sikap dan perilaku hedonis perlu diterapakan beberap tips berikut ini

Hidup sederhana dan Investasi.  Tanamkan dalam diri bahwa kesederhanaan adalah kunci kebahagiaan. Tidak perlu bermewah-mewahan yang penting tidak kekurangan sudah bisa menjadi modal hidup tenang. Hidup sederhana dapat menjauhi kita dari hidup tamak dan serakah. Investasi perlu untuk merencanakan kehidupan masa depan yang lebih baik. Baik penanaman modal maupun usaha atau barang yang tidak bergerak dengan tujuan memperolah keuntungan dimasa mendatang.

Peduli dan Kurangi Cuci mata di Mall. Rezeki yang berlebihan bukan untuk memuaskan kebutuhan pribadi saja. Hak orang lain juga ada dalam rezeki yang kita peroleh. Bantu orang lain sehingga keberkahan dan bermanfaat bagi saudara lain yang mebutuhkan. Aktivitas cuci mata dan asik dilakukan yaitu jalan-jalan di mall tetapi berbahaya jika sudah menjadi kebiasaan. Cuci mata dipusat perbelanjaan berpotensi besar menimbulkan niat belanja yang tidak terduga dan terencana.

Skala prioritas. Pola hidup komsumtif merupakan dampak dari gaya hidup hedonis. Perlu skala prioritas mengenai barang atau hal-hal yang dibutuhkan. Mulai dari tingkat urgensi tinggi ke yang rendah dan jangan lupa dibuat substitusinya. Jadi membeli barang bedasarkan fungsi bukan gengsi. Sebagai contoh dalam membeli tas, orang hedonis selalu membeli barang berdasarkan merek dimana harga dari tas tersebut ratusan juga, padahal fungsinya sama dengan tas harga puluhan ribu atau ratusan ribu.

Hati-hati memilih Teman. Tidak memilih-milih teman tetapi tidak sumua orang dapat menjadi teman. Karena lingkungan dan pergaulan bisa mempengaruhi kepribadian dan gaya hidup. Untuk itu hati-hatilah memilih seorang teman. Namun bukan berarti bersikap pilih kasih, tetapi menyaring orang-orang yang dapat memberi efek buruk pada dirimu.

Ingat Tuhan dan Beramal. Selalu bersyukur dengan rezki yang diperoleh, dan tidak mudah iri pada orang lain. Ingat Tuhan, maka kita akan selalu didorang untuk berbuat kebaikan. Banyak milyader dunia yang mengalokasikan uang mereka untuk beramal. Bill Gates memberikan 60% kekayaannya untuk yayasan Bill and Melinda Gates.

Mulailah saat ini kebiasaan hidup hemat dan mengatur keuangan dari dini secara bijak. Jangan sampai berutang hanya untuk keperluan konsumtif demi memenuhi tuntutan gaya hidup yang tiada ada ujungnya. Ibarat pepatah meneguk air laut, semakin diteguk semakin haus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun