[caption id="" align="aligncenter" width="275" caption="Courtesy @ 4.bp.blogspot.com"][/caption]
Menurut Wikipedia.com, Six Sigma adalah suatu alat manajemen baru yang digunakan untuk menggantikan peran Total Quality Management (TQM) yang selama ini biasa digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan kualitas. Implementasi Six Sigma di lapangan ternyata tidak hanya sekedar untuk mengurangi cacat. Ini menekankan perbaikan untuk proses bisnis secara umum, termasuk pengurangan biaya, waktu siklus yang lebih pendek, kepuasan pelanggan yang lebih besar dan metrik penting lainnya. Seperti inisiatif populer, Six Sigma telah berkembang menjadi budaya seluruh strategi, yakni sebagai alat dan metode statistik untuk meningkatkan laba usaha suatu produksi. Six Sigmasering dituliskan dalam simbul 6σ
Six Sigma dimulai oleh Motorola ditahun 1980-an dimotori oleh salah seorang engineer disana bernama Bill Smith atas dukungan penuh CEO-nya Bob Galvin. Motorola menggunakan statistics tools diramu dengan ilmu manajemen menggunakan financial metrics (yaitu Return on Investment, ROI) sebagai salah satu metrics/alat ukur dari quality improvement process. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Dr. Mikel Harry dan Richard Schroeder yang lebih lanjut membuat metode ini mendapat sambutan luas dari petinggi Motorola dan perusahaan lain
Six sigma dapat dijelaskan dalam dua perspektif, yaitu perspektif statistik dan perspektif metodologi :
A. Perspektif statistik
Pelanggan ingin produk-produk berkualitas tinggi dengan harga lebih murah, lebih cepat. Six Sigma membantu organisasi untuk mencapai tujuan ini. Sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati. Rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper Specification Limit) dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit'')proses yang terjadi di luar rentang disebut cacat. Proses Six Sigma adalah proses yang hanya menghasilkan 3.4 DPMO (defect permillion opportunity), yang artinya untuk mencapai Six Sigma, proses dalam memproduksi suatu produk harus tidak lebih dari 3,4 cacat per juta peluang untuk non-kesesuaian, dimana cacat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang di luar spesifikasi pelanggan.
Tujuan penting dari Six Sigma adalah untuk menghilangkan limbah (waste) yang sering ditemukan dalam proses organisasi. Produktivitas tertinggi dan nilai pelanggan adalah salah satu faktor penting dalam persaingan dunia yang kian kompetitif. Ini hanya dapat dicapai melalui sistematis kerja dengan biaya dan pertanyaan-pertanyaan yang berkualitas tentang produktivitas dan efisiensi kinerja.
B. Perspektif metodologi
Pendekatan Six Sigma merupakan suatu metode terstruktur yang berbasiskan data, memfokuskan pada perbaikan proses dan identifikasi dan eliminasi cacat produk. Hal ini dilakukan oleh aplikasi dari dua inisiatif anak perusahaan, yang
pergi dengan DMAIC singkatan dan DMADV. DMAIC singkatan dari (Define, Measure, Analyze, Improve and Control) yang bertujuan untuk meningkatkan proses yang ada, yang belum ada dalam daftar spesifikasi mengenai kualitas.
- Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan, mengetahui CTQ (Critical to Quality). Pada tahap ini team pelaksana mengidentifikasikan permasalahan, mendefiniskan spesifikasi pelanggan, dan menentukan tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu).
- Measure adalah fase mengukur tingkat kecacatan pelanggan (Y). Tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur/menganalisis permasalahan dari data yang ada.
- Analyze adalah fase menganalisis faktor-faktor penyebab masalah/cacat (X).Menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi proses; artinya mencari satu atau dua faktor yang kalau itu diperbaiki akan memperbaiki proses kita secara dramatis.
- Improve adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor penyebab cacat. Dalam tahap ini didiskusikan ide-ide untuk memperbaiki sistem kita berdasarkan hasil analisa terdahulu, melakukan percobaan untuk melihat hasilnya, jika bagus lalu dibuatkan prosedur bakunya (standard operating procedure-SOP).
- Control adalah fase mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul. Dalam tahap ini kita harus membuat rencana dan desain pengukuran agar hasil yang sudah bagus dari perbaikan team kita bisa berkesinambungan. Dalam tahap ini kita membuat semacam metrics untuk selalu dimonitor dan dikoreksi bila sudah mulai menurun ataupun untuk melakukan perbaikan lagi.
Metode lainnya, DMADV, singkatan dari (Define, Measure, Analyze, Design and Verification) yang merupakan sistem perbaikan berfokus pada proses-proses baru atau produk. Metode ini juga dapat diterapkan jika proses sudah ada atau produk membutuhkan lebih dari sekedar perbaikan kecil.
Kedua metode Six Sigma dibawa oleh Six Sigma Green Belts dan Six Sigma Black Belt dan pada gilirannya dipantau oleh Six Sigma Master Black Belt. Sebuah Six Sigma Academy telah dibentuk yang terdiri dari Black Belts (Sabuk Hitam), dengan janji bahwa perusahaan-perusahaan besar dapat menghemat banyak uang per proyek. Akademi ini setidaknya berhasil membawa 4-6 proyek per tahun. Namun yang terpenting di atas semua itu adalah team pelaksana, yang sebaiknya terdiri dari anggota yang berasal dari berbagai tim/departemen yang saling terkait (cross-functional team).
Faktor penting dalam Implementasi Six Sigma
1. Dukungan dari Top level. Six sigma menawarkan pencapaian yang terukur yang tidak akan mampu ditolak oleh pemimpin perusahaan, yang dikerjakan oleh seorang super star yg sangat tahu apa yg harus dilakukan di bidangnya (Black Belt, Project Champion, Executive Champion)
2. Tim yang hebat. Para Executive Champion, Deployment Champions, Project Champions, Master Black Belts, Black Belts, dan Green Belts adalah orang-orang yg terlatih dengan baik untuk mengerjakan proyek Six Sigma.
3. Training yg berbeda dgn yg pernah ada. Anggota proyek Six Sigma adalah mereka yg pernah ditraining secara khusus dengan biaya antara $15,000-$25,000 per Black Belt, yg akan dibayar melalui saving yg didapat dari setiap proyek Six Sigma.
4. Alat ukur yg baru, dengan menggunakan DPMO (Defects Per Million Opportunities) yang berhubungan erat dgn Critical to Quality (CTC) yg diukur berdasarkan persepsi customer, yg bisa dibandingkan antar departemen atau divisi dalam satu perusahaan
5. Tradisi perusahaan yg baru, yaitu mempromosikan usaha untuk melakukan peningkatan kualitas secara terus menerus.
Six Sigma bisa menjadi kesuksesan besar atau justru menjadi kegagalan yang mahal tergantung pada bagaimana sistem ini diterapkan dalam suatu perusahaan. Menurut para pendukungnya, sebuah aplikasi yang sukses dengan metode Six Sigma membutuhkan metodologi yang akan diperkenalkan ke dalam budaya organisasi mereka, sehingga rekan kerja berpikir dalam teknik kerangka kerja Six Sigma dalam menangani pekerjaan sehari-hari mereka.
Menurut Forrest W Breyfogle III (pendiri perusahaan Smarter Solusi), terdapat beberapa langkah yang paling penting yang harus diterapkan dalam sebuah proses :
1. Executive Level Training
Pelatihan Intensif bagi tingkatan eksekutif. Hal ini tidak cukup bagi eksekutif untuk mendukung metode six sigma, tapi mereka juga harus dapat memimpin proses. Banyak kasus tentang penerapan TQM (Total Quality Management) yang gagal karena kurangnya sikap kepemimpinan (leadership) dalam proses manajemen.
2. Establish a customer focus mindset.
Membentuk pola pikir yang fokus terhadap pelanggan. Faktor-faktor yang sangat penting dalam mendapatkan hati pelanggan adalah diperlukannya suatu proses pada tim perbaikan (imrpovement) yang fokus terhadap kebutuhan pelanggan. Perlunya evaluasi terhadap setiap produk yang dicetak, apakah dapat memenuhi kepuasan pelanggan atau masih perlu banyak perbaikan?
3. Define Strategic Goals.
Tentukan tujuan strategis. Six Sigma harus dipandang sebagai metode untuk mencapai tujuan strategis, yang pada gilirannya harus dapat diukur dan memiliki fokus dari eksekutif senior.
4. Mitigate the effect of cultural barriers on success
Mengurangi dampak dari hambatan budaya pada keberhasilan. Banyak perusahaan yang mencoba untuk memperbaiki produk atau proses dengan cara mengubah beberapa unsur kecil yang sebenarnya kurang berarti, hanya demi kepentingan dokumen dan pemenuhan indikator kualitas saja. PadahalPerbaikan substansial jarang diperoleh dalam cara ini. Perusahaan yang merangkul Six Sigma tidak hanya untuk meningkatkan kualitas, tetapi juga sebagai katalis untuk mengubah budaya organisasi.
5. Determining strategic Six Sigma metrics
Menentukan strategi metrik Six Sigma. Metrik harus sesuai dengan situasi, dalam hal ini penting untuk diterapkannya metrik six sigma dengan bijaksana dan digunakan sebagai 'pencegahan kebakaran' daripada 'pemadaman api'. Menurut pendukung six sigma, ada banyak kebingungan dalam implementasi sehubungan dengan metrik Six Sigma.
Menurut Peter Pande,dkk, dalam bukunya The Six Sigma Way: Team Fieldbook, ada enam komponen utama konsep Six Sigma sebagai strategi bisnis:
1. Benar-benar mengutamakan pelanggan: seperti kita sadari bersama, pelanggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti rekan kerja kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat umum pengguna jasa, dll.
2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta: bukan berdasarkan opini, atau pendapat tanpa dasar.
3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan: Six Sigma sangat tergantung kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk melakukan perbaikan.
4. Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan.
5. Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antar tim yang harus mulus.
6. Selalu mengejar kesempurnaan.
Dengan memahami setiap strategi diatas, diharapkan dapat memacu para SDM untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan lebih baik dan produktif dalam mengimplementasikan six sigma untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Sumber :
Breyfogle III, Forrest W. Implementing Six Sigma: Smarter Solutions Using Statistical Methods 2nded. John Wiley & Sons, 2003.
George, Michael L., Rowlands, David, Price, Mark and John Maxey. The Lean Six Sigma Pocket Tool Book. McGraw-Hill 2005.
Gitlow, PhD., Howard S., and David M. Levine, Ph.D. Six Sigma forGreen Belts and Champions. Prentice Hall, 2005.
Pande, Peter S., Neuman Robert P, dan Roland R. Cavanagh. The Six Sigma Way:Team Fieldbook, An Implementation Guide for Process ImprovementTeams. McGraw-Hill, 2002.
Schmidt, Stephen R., Kiemele, Mark J., and Ronald J. Berdine. Knowledge Based Management: Unleashing the PowerofQuality Improvement. Colorado Springs: Air Academy Press & Ass,1999.
Stagliano, Agustine A. Rath & Strong’s Six Sigma Advance Tools PocketGuide. McGraw-Hill, 2004.
George Eckes, Making Six Sigma Last: Managing the Balance Between Cultural and Technical Change.
Peter S Pande, Robert P Neuman and Roland R Cavanagh, The Six Sigma Way: How GE, Motorola, and Other Top Companies Are Honing Their Performance.
www.wikipedia.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H