The Summit of The Gods merupakan film animasi asal Prancis produksi Folivari dan Mlusine productions. Film ini tayang perdana pada festival film Cannes, Juli 2021. Meskipun buatan Prancis, namun cerita film berasal dari manga The Summit of The God karya Jiro Tanoguchi dan berdasarkan novel karangan Baku Yumemakura dengan judul yang sama. Film ini tayang di Netflix pada tanggal 30 November 2021.
Film ini menceritakan tentang seorang wartawan bernama Fukamachi Makoto yang mencari berita tentang hilangnya George Mallory pada tahun 1924 saat akan menaklukan Puncak Everest bersama Andrew Irvine. Fukamachi yang juga merupakan seorang fotografer, tanpa sengaja bertemu dengan pendaki misterius yang bernama Habu Joji di Kathmandu, Nepal. Fukamachi melihat kamera Mallory ada di tangan Habu pada saat itu. Hal ini membuat Fukamachi penasaran karena merasa akan dapat mengungkapkan apakah benar Mallory dan rekannya benar-benar yang pertama mendaki Gunung Everest sebelum Edmund Hillary pada tahun 1953.
Dalam pencariannya, Fukamachi mengumpulkan informasi mengenai Habu. Mulai dari pendakian yang dilakukan Habu mula-mula, trauma yang dialami Habu dengan meninggalnya Buntaro, serta persaingannya dengan pendaki unggulan Hase Tsuneo yang membuat Habu harus menunggu 8 tahun sebelum akhirnya mulai lagi mendaki Gunung Everest melalui sisi barat, jalur yang paling berbahaya.
Karakter yang digambarkan pada animasi ini mengingatkan penulis dengan film dan komik jadul seperti seperti Nina dan Trigan, sangat menonjolkan khas animasi ala Eropa. Hanya saja yang menjadi pembeda adalah penggambaran muka yang memang disesuaikan dengan orang-orang Jepang sebagai karakter utama dalam film ini. Yang menarik adalah bagaimana para animator membuat detil yang sempurna dalam menggambarkan pendakian menggunakan alat-alat panjat tebing dan alat pendakian khusus gunung bersalju. Scoring musik karya Amine Bouhafa dipadu dengan scene Pegunungan Himalaya yang gagah dan dingin sukses membuat emosi yang menonton ikut naik.
Pada akhirnya, Fukamachi bertemu dengan Habu dan meminta Habu untuk ikut dalam pendakian ini supaya Fukamachi dapat mengabadikan foto dan cerita Habu menggapai Puncak Everest melalui sisi barat. Meskipun sempat ditolak, Fukumachi bersikukuh dan akhirnya Habu mengizinkannya untuk ikut bersama dengan syarat tidak menganggu jalannya pendakian karena sebenarnya pendakian ini merupakan pendakian solo.
Jika masih ingat dengan film Everest (2015), maka emosi yang dirasakan tidak akan jauh berbeda dengan film animasi ini, khususnya bagi kalian yang sangat mencintai dunia pendakian dimana mendaki adalah salah satu hal yang akan terus dilakukan sampai akhir, tanpa penyesalan, dan membuat para pendaki terasa hidup.
Penulis merasakan bahwa film animasi ini sangat luar biasa, dari detail pengaturan gambar, scoring musik, sampai penyaluran emosinya. Hanya saja, alangkah lebih baik jika film ini nantinya dapat dinikmati dengan pengisi suara asal Jepang, mengingat cerita dan karakter yang dibuat berasal dari novel Jepang. Namun jika tidak, mungkin kita bisa memakluminya karena Folivari dan Mlusine productions asal Perancis tetap ingin diketahui sebagai pembuat dari film animasi masterpiece ini karena pengisi suara dalam film animasi ini utamanya berasal dari Prancis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H