Mohon tunggu...
Febrianto
Febrianto Mohon Tunggu... Guru - Rakyat Jelata

Berfikir positif dan berenergi positif

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketupat Ibu

13 April 2024   10:03 Diperbarui: 13 April 2024   10:04 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Takbir dan bedug bersahutan
Jalan-jalan penuh sorak sorai
Syair-syair kemenangan dilantunkan
Semua bersuka ria

Asap dapur mengepul
Aroma daun pandan semerbak dijalanan
Rempah-rempah tumpah ruah
Si ibu bercucuran keringat di depan tungku

Dalam sibuknya bersama ketupat
Jiwanya berkecamuk
Malam ini dia masih berharap suara ketukan pintu
Suara ketukan yang disusul langgilan "ibu aku pulang"

Tapi... ketupat itu sudah mulai mengeluarkan aroma pandan
Aroma pertanda sebentar lagi ketupat itu matang
Apakah tahun ini kembali tanpa mereka?
Apakah tahun ini aku kembali sendiri di hari kemenangan ini?

Itulah siksa batin seorang ibu yang merindukan anaknnya
Di rantau belum tentu siksa batin yang sama dirasakan sang anak
Kemenangan hari ini bukanlah kemenangan yang diharapkan
Di hari kemenangan si ibu tidak menang karena rindu.

Buludua, 11 April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun