Drone, Ia terlihat terdiam, Ia sunyi dalam kebisingan kicauan burung-burung di udara. Ia tak selalu kemana-mana dan tak akan ingin terbang ke arah mana-mana selama Ia dituntun oleh mereka yang berprofesional pada wilayah daratan. Dia hanya fokus pada tugasnya dengan memberikan moment terbaik di seputar wilayah yang sudah dikehendaki sebelumnya. Ia dikehendaki pada wilayah orang-orang yang menginjak badan bumi sembari menuntunnya di udara bersama kicauan burung-burung. Mereka lakukan itu demi mengabadikan moment terbaik.
Dari segi kualitasnya, memang, sepatutnya kita bangga terhadap kualitas Drone, dan kita cukup memberi apresiasi yang sebesarnya terhadap jiwa orang-orang yang menciptakannya, serta orang-orang yang berkarya dan mampu menuntunnya dari daratan.Â
Drone, bersama seorang penuntunnya itu di darat, keduanya telah mampu mengabadikan moment di sebuah kota yang selalu saja orang-orang rindukan dengan kualitasnya yang terbaik, dengan arahan yang terbaik, menayangkannya pun dengan hasil yang terbaik pula.
Yah, kota itu. Ia begitu terlihat cantik dengan sebuah tayangan yang diperoleh dari yang namanya Drone bersama penuntunnya. Walaupun kota itu, ternyata hanya bagaikan seorang gadis yang terlihat cantik dalam sebuah mimpi dengan dihantui oleh sejuta peluru imajinasi. Kota itu bagaikan gadis yang ditatap begitu jauh dengan kelembutan wajah nan kulit putihnya yang dipandang seindah mungkin seakan bidadari akan tiba di sudut kota. Cantiknya terlalu luar biasa. Dirinya mampu membawa sejuta imajinasi bayang-bayang tatkala seorang gadis cantik rupawan sebenarnya akan lekas tiba membawa wujud.
Namun apalah daya, jika memang ketika gadis itu  dilihat secara kasat mata, ternyata hanyalah bintik-bintik merah yang menghiasi wajahnya. Binatang-binatang kecil menjijikkan berjalan gontai dari ujung kepala yang tiba begitu lekas di pipi lesung. Siapa merawat?
Drone, kini telah berhasil menjadikan kota kecil yang mereka rindukan itu dengan menjadikannya jauh lebih indah daripada faktanya. Walaupun tanpa Drone, sesungguhnya secara kasat mata kota itu selalu saja terlihat busuk dengan penghuni-penghuninya yang selalu saja ingin bermental jorok. Tanpa kesadaran, dan tanpa ingin ada yang disalahkan.
Walaupun begitu, kota itu tetap dianggap cantik. Bahkan selalu dirindukan dan dikenang selamanya. Terlebih terhadap mereka yang jauh di tanah perantauan. Sejorok dan sebusuk apa pun kota itu, mereka tak akan peduli. Intinya mereka dibesarkan disitu, dan kota itu punya ciri khasnya tersendiri, dan mereka pun bangga dilahirkan dari kota itu.
Yah, ketika Drone sebagai jembatan rindu bagi mereka-mereka yang lemah di tanah perantauan. Rindu yang tak kunjung ada ujungnya dirasakan terhadap tanah kelahiran mereka. Mereka menyaksikan karya orang-orang yang profesional itu melalui cuplikan yang dihasilkan Drone dengan tatapan serius. Sembari mereka menulis pada dinding kronologi media sosial "kota ini su panggil pulang," sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H