Mohon tunggu...
Febrian Maulana
Febrian Maulana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mencoba untuk bisa menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Malang dan Pembangunan Tata Ruang Kotanya

7 Maret 2012   07:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:24 2891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir lima tahun saya berada di malang raya dan saya sudah melihat seberapa besar perubahan yang terjadi. Kesan pertama ketika saya tiba di malang adalah suhunya yang dingin, mungkin disebabkan karena tempat saya sebelumnya memiliki suhu udara yang benar2 panas. Namun sekarang malang tidak sedingin dulu lagi. Ada ungkapan di kalangan mahasiswa yang sudah lama berada di malang, bila suhu panas ini disebabkan oleh kian bertambahnya jumlah pendatang untuk melanjutkan jenjang pendidikan di universitas-universitas yang berada di malang. Tapi menurut saya hal tersebut masuk akal juga. Kenapa? karena tiap mahasiswa atau pendatang baru akan menambah kardar karbon yang disebarkan oleh kendaraan bermotor yang digunakan oleh pendatang2 baru tsb.

Bukan hanya itu, perubahan suhu udara di malang karena Ruang Terbuka Hijau banyak mengalami alih fungsi menjadi bangunan2 seperti ruko2, perumahan, dan pusat perbelanjaan.Temuan dan data hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Malang menyebutkan bila RHT di malang kini hanya sebesar 17% dari total luas wilayah yang mencapai 110 kilometer tersebut. Hal ini tentu merupakan suatu pelanggaran terhadap UU Nomor 26 Tahun 2007 itu, luasan RTH di wilayah perkotaan minimal 30 persen dari total luas wilayah, di mana 20% merupakan RTH publik dan 10% untuk alokasi RTH privat. Beberapa LSM dan kelompok intelektual sudah melakukan berbagai macam protes terkait alih fungsi RHT ini namun pemkot Malang tidak memberikan tanggapan, walaupun ada upaya menambah dan mempertahankan RHT melalui Perda no 4 tahun 2011,akan tetapi ada keraguan dari saya bila perda tersebut akan diterapkan dengan baik meskipun dalam lampiran perda tsb menyebutkan biaya yang digunakan untuk mempertahankann RHT mencapai Rp 300 miliar. Bukannya skeptis terhadap perda baru tapi melihat realita yang terjadi di malang, akan banyak bangunan2 baru yang tentunya mengorbankan RHT. Jika berada di malang anda akan bisa melihat secara langsung bebera RHT yang sudah dan akan dikorbankan untuk dibuat menjadi bangunan2 lainnya.

Masih berbicara tentang perda no 4 tahun 2011 tsb. Ada salah satu point (tepatnya point 'd' ) dari pasal 24   yang menyebutkan bila pemkot malang akan melakukan pengadaan bus metro. Saya menduga pengadaan yang menggunakan APBD sebesar Rp 10 miliar ini mengikuti langkah pemkot Yogyakarta dengan Trans Yogyanya. Mungkin beberapa orang akan menyambut baik rencana tsb. Tapi menurut saya pengadaan itu akan menambah kepadatan lalu lintas di malang. saya berikan contoh, di malang setiap hari libur atau hari pekan selalu ada bus pariwisata yang melintasi beberapa ruas jalan raya dan akan berhenti di Matos ( Malang Town Square). Ketika bus2 tsb melintas jalan raya di malang akan menciptakan kemacetan yang panjang di sepanjang lintasan bus pariwisata. Oleh karena itu ketika bus metro benar2 di iplementasikan tentu akan menimbulkan kemacetan tiap harinya di malang, walaupun pemkot malang akan menciptakan jalang lingkar, namun tidak dapat mengurai kemacetan yang sudah ada. Bukan hanya kemacetan yang akan timbul , ada msalah lainnya yang akan muncul dari pengadaan bus metro, misalnya keberadaan angkutan kota ( angkot) menjadi terancam. Saya pernah menanyakan kepada salah satu supir angkot jurusan GML dan AL, mereka mengatakan bila penumpang angkot menjadi berkurang mungkin disebabkan masayrakat sudah mampu membeli kendaraan motor untuk mobilisasi mereka setiap hari. Ketika jumlah penumpang berkurang tapi setoran para supir angkot harus diberikan setiap hari tentu menjadi permasalahan yang baru. Menurut saya pengadaan bus metro tsb tidak diperlukan mengingat ruas jalan malang yang tidak begitu luas. Sebaiknya uang Rp 10 M tsb, digunakan untuk keperluan lainnya seperti perbaikan insfrastruktur berupa beberapa ruasa jalan yang rusak dan sebagainya.

Dari pengamatan saya, ketika pemkot malang mengeluarkan regulasi baru untuk membahas Tata Ruang kota Malang , masyarakat malang sedikit diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam perumusan. Hal ini tentu bertentangan dengan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang menyebutkan "Pelibatan peran masyarakat dalam perumusan konsepsi rencana tata ruang". Ada beberapa produk hukum lainnya yang menyebutkan masyarakat dapat berpartisipasi dalam permusan Tata Ruang kota seperti , Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang, Fakta yang terjadi di lapangan adalah masyarakat baru ikut berpartisipasi ketika Perda tentang Tata Ruang Kota sudah ditetapkan sehingga masayarakt hanya duduk diam dan menerima produk hukum tanpa mampu memberikan intervensi positif yang sesuai dengan yang masayarakat malang rasakan. Ketika masayarakat sedikit diberikan ruang untuk membahas suatu perda, sudah pasti akan kemali dan kembali lagi muncul masalah baru , contoh kasus revitalisasi pasar dinoyo. Pada tahun 2011 akhirnya pemkot malang memutuskan untuk memindahkan pasar dinoyo ke relokasi pasar yang telah disediakan pemkot. Semula para pedagang yang telah puluhan tahun menempati pasar dinoyo menolak rencana relokasi tersebut karena dianggap tidak strategis dan luas stand-stand yang ditempati sangat kecil. Site plan pasar revitalisasi pasar tesebut adalah akan membangun sebuh pusat perbelanjatan (baca; mall), pada lantai dasar akan digunakan untuk menampung pedagang pedagang pasar tradisional sedangkan lantai berikutnya menjadi pasar modernn (mall).Yang menjadi inti masalahnya saat itu adalah sewa lokasi tempat yang dianggap sangat mahal bagi para pedagang pasar tradisional sehingga situasi di malang saat itu sempat memanas akibat adanya issu bila ada orang-orang yang akan membakar pasar dinoyo agar program revitaslisasi pasar dapat berlajan dengan cepat. pada akhirnya pedagang2  yang ada di pasar tradisional terpaksa menerima keputusan wali kota untuk merelokasi mereka.


Demikian tulisan yang saya coba tulis melalui pengalaman saya selama berada di malang .Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dalam melihat permasalahan yang terjadi disekita kita. Mungkin ada beberapa hal dalam tulisan ini butuh perbaikan dan semoga saya dapat melanjutkan cerita saya selama di malang.

Salam,
isiOtakdanHati.

Sumber:
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/03/27/213360/125/101/Ruang-Terbuka-Hijau-Malang-belum-Penuhi-Ketentuan
http://www.malangkota.go.id/RDTRK/
Supir angkot

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun