Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, mereka berkomunikasi antar sesama manusia dengan lingkungan sekitarnya. Melalui proses komunikasi inilah manusia dapat mengekspresikan segala perasaannya kepada sesama dan hal ini juga dapat mempererat pola hidup sosial. Oleh karena itu, kebutuhan manusia itu bukan hanya pada kebutuhan fisik akan tetapi juga pada kebutuhan untuk diakui keberadaannya. Dengan demikian, dalam hidup bermasyarakat manusia terdapat dua aspek, yaitu aspek fisik dan eksistensial. Aspek fisik merujuk kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang secara ragawi benar-benar hidup seperti makan, minum, melindungi diri sendiri, sedangkan aspek eksistensial berkaitan dengan keberadaannya yang berbeda dengan makhluk hidup lainnya[1].
Terkadang, manusia dalam kehidupan sosial melanggar aturan atau norma yang telah disepakati. Salah satu alasan diterapkannya sanksi hukum dalam kehidupan sosial adalah untuk mengatur kehidupan masyarakat agar sesuai dengan norma-norma atau hukum yang berlaku. Hukum yang timbul dan berkembang bukan hanya sekedar memenuhi atau melindungi kebutuhan manusia secara fisik, namun hukum juga harus memenuhi atau melindungi kebutuhan manusia secara eksistensial[2]. Ubi societas ibi ius adalah ungkapan yang dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero yang artinya "dimana ada masyarakat di situ ada hukum[3]." Ungkapan tersebut menyatakan bahwa hukum itu tercipta saat manusia itu tercipta juga.
Prinsip-prinsip tingkah laku yang mempunyai dasar kebenaran elementer mengenai kemanusiaan, lingkungan alamnya, dan tujuannya oleh Hart disebut minimum content of natural law[4]. Kemudian Hart menjelaskan bahwasanya minimum content of natural law adalah alasan yang dijadikan manusia untuk mematuhi aturan atau hukum yang dibentuk oleh manusia untuk melanjutkan hidup secara bermasyarakat. Dalam perkembangan teori hukum terdapat perbedaan mendasar antara norma hukum dengan norma-norma non-hukum, dalam norma hukum diletakkan suatu paksaan atau sanksi. Pemberian sanksi selain untuk mengatur kehidupan dalam masyarakat, sanksi yang tegas dan adil juga dapat menegakkan keadilan sebagaimana menurut Aristoteles, menurutnya keadilan dimaknai sebagai sebuah keseimbangan. Aristoteles membagi keadilan menjadi dua, yaitu:
1. Keadilan distributif adalah keadilan yang berlaku dalam ranah hukum publik dan menilai dari proporsionalitas, kesepadanan berdasarkan jasa, kebutuhan, dan kecakapan.
2. Keadilan korektif adalah keadilan yang berkaitan dengan pembetulan yang salah, memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan atau hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan. Sehingga, dapat diartikan bahwa ganti rugi dan sanksi menjadi bagian keadilan akorektif berdasarkan pemikiran Aristoteles.
Eksistensi sanksi dalam perbincangan hukum merupakan suatu hal yang hampir tidak dapat dipisahkan dengan hukum sehingga bisa dikatakan ketika orang-orang membicarakan sanksi maka pembicaraan tersebut adalah sama saja dengan membicarakan hukum. Menurut Austin bahwasanya hukum merupakan perintah penguasa yang berdaulat dalam suatu negara, yang menjadi dasar pemahaman Austin tersebut adalah "principle of origin" (asas sumber) dan menerangkan bahwa hukum harus memenuhi beberapa unsur utama yaitu: adanya perintah (command), kewajiban (duty), sanksi, dan terakhir kedaulatan[5]. Kemudian dari dasar pemahaman tersebut Austin menyimpulkan bahwasanya hukum adalah sanksi, sehingga saat ini banyak pemahaman yang menjelaskan bahwa hukum adalah suatu sistem pemerintah yang dibentuk oleh pihak berwenang yang berisi larangan dan juga perintah dan apabila dilanggar akan ada sanksinya[6].
Bentuk eksistensi hukum yang sudah sangat jelas terlihat dalam kehidupan masyarakat yaitu dalam hal penegakan hak-hak individu dikarenakan setiap individu dalam masyarakat itu memiliki hak-hak yang harus dihormati dan juga dilindungi, seperti hak untuk hidup, hak atas kebebasan, hak atas perlindungan hukum, hak pendidikan, dan sebagainya. Hukum berfungsi sebagai alat untuk memastikan bahwa semua hak-hak ini tidak untuk dilanggar dan juga memberikan ruang ataupun jalan kepada siapa pun untuk menuntut keadilan dan memberikan sanksi yang adil melalui sistem hukum yang ada jika terdapat penyalahgunaan dari hak-hak tersebut.
Ada beberapa jenis sanksi yang berlaku di Indonesia diantara yaitu:
1. Sanksi Pidana
Soesilo mendefinisikan hukuman atau sanksi pidana adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana. Pada pasal 64 UU [1] tahun 2023 pidana terdiri atas: pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus untuk tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Pada pasal 10 KUHP pidana pokok terbagi menjadi: hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan, hukuman denda, dan hukuman tutupan.