Mohon tunggu...
Eka Pebriani
Eka Pebriani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gandrung, Gandrungono kota Gandrung

4 Januari 2019   00:31 Diperbarui: 4 Januari 2019   00:45 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Gandrung, begitulah orang-orang menjuluki Banyuwangi, kota kecil di ujung timur Pulau Jawa yang kaya akan ragam adat dan budaya. selain terkenal akan the Sun Rise of Java, Banyuwangi juga memiliki banyak sekali destinasi wisata alam dan buatan. Keindahannya tak dapat diragukan lagi, banyak Festival Internasional yang telah diselenggarakan di Banyuwangi. Mengenai hal itu Banyuwangi mendapat julukan baru yakni sebagai kota Festifal.

Namun disini saya tidak akan membahas mengenai sejarah atau destinasi di Banyuwangi. Melainkan mengenai kesenian budaya yang disebut Gandrung. Gandrung adalah tarian khas Banyuwangi yang dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setelah panen. Tarian ini adalah salah satu dari kebudayaan penduduk asli Banyuwangi atau disebut Suku Osing. Kata Gandrung diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai dewi padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.

Marsan adalah penari Gandrung untuk pertama kalinya, Marsan didandani layaknya seorang perempuan. Karna ajaran islam melarang laki-laki untuk menari dan menyerupai perempuan pada tahun 1890 gandrung laki laki perlahan berkurang dan kemudian hilang. Pada tahun 1914 gandrung laki-laki benar-benar lenyap setelah kematian marsan. Namun pada tahun 1895 seorang gadis berusia 10 tahun bernama Semi adalah pewaris Gandrung perempuan pertama. Menurut cerita yang dipercaya, waktu semi menderita sakit parah. Ibunya Midhah berikrar, Kadhung sira waras, sun dhadekaken seblang, kadhung sing yo sing yang artinya bila kamu sembuh, saya jadikan seblang, bila tidak ya tidak. Ternyata Semi sembuh dan dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru ditarikannya Gandrung oleh perempuan.

Kesenian Gandrung Banyuwangi sangat beraneka ragam, mulai dari Gandrung Jejer Jaran Dawuk, Gandrung Seblang Lukinto, Gandrung Subuh, Gandrung Dor, Gandrung Kreasi, Paju Gandrung. Paju Gandrung sendiri adalah tarian berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Biasanya tarian ini ditarikan saat acara santai. Penari akan memberikan sampur atau selendangnya kepada penonton. Bagi penonton yang mendapatkan sampur atau selendang ia harus menari bersama penari. Beda halnya dengan tarian Gandrung lainnya, biasanya digunakan untuk menyambut tamu atau sebagai tanda dibukanya sebuat acara. Di Kota Banyuwangi sendiri sudah banyak patung dan juga gambar Gandrung di berbagai tempat, contoh di gapura kampung-kampung, di perbatasan Banyuwangi, di setiap Kantor pemerintahan dan juga sekolah-sekolah. Pemerintah setempat juga mewajibkan setiap siswa-siswi dari SD hingga SMA untuk mengikuti ekstrakulikuler kesenian Banyuwangi. Hal ini adalah salah satu wujud perhatian pemerintah setempat terhadap seni budaya lokal yang sebenarnya sudah mulai terdesak oleh pertunjukan yang lebih modern. Karena Jika tidak dimulai dari dini kita menanamkan rasa kepemilikan dan mencintai budaya sendiri kelak anak cucu kita tidak akan tau sejarah dan kekayaan yang kota ini miliki.

Tata busana penari Gandrung Banyuwangi sangat khas dan tentunya berbeda dengan pakaian tarian Jawa lainnya. Ada pengaruh Kerajaan Blambangan yang sangat mencolok dan terlihat mewah. Terdapat tiga bagian dalam busana Gandrung :

  • Bagian tubuh Gandrung

Busana bagian tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari kain beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan menghiasi leher hingga dada, sedang bagian pundak hingga ujung tangan dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher juga dipasang ilat-ilat yang menjadi penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu yang biasanya berbentuk kupu kupu, kelat juga terbuat dari beludru hitam yang di hias manik manik emas. Tak lupa bagian pinggang dihias dengan sabuk yang dilengkapi sembong serta diberi hiasan kain warna merah putih. Sebagai pelengkap untuk menari Gandrung selalu menggunakan sampur atau selendang yang elalu dikenakan di bahu dan kipas sebagai pemanis tarian.

  • Bagian Kepala Gandrung

Bagian kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari kulit kerbau dan diberi ornamen berwarna emas dan merah. Omprok juga diberi ornamen tokoh Antasana, putranya Bima yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular. Ornamen ini menutupi seluruh rambut penari Gandrung. Pada masa lampau tokoh Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung, tapi pada tahun 1960 ornamen itu dilekatkan sampai saat ini. Pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak di tepi paling depan yang berfungsi membuat wajah penari seolah bulat seperti telur serta ada ornamen tambahan bunga yang disebut kembang goyang diatasnya. Kembang goyang terbuat dari pir yang ujungnya diberi ornamen bunga ia akan bergoyang ketika penari bergerak. Dari situlah ornamen itu disebut kembang goyang. Seringkali dibagian omprok dipasang hio atau menyan yang pada tujuaannya memberi kesan magis.

  • Bagian bawah Gandrung

Penari Gandrung menggunakan sewek atau kain batik dengan corak yang bervariasi, contohnya batik Gajah Oling, Batik Kangkung Setingkes dan masih banyak batik khas Banyuwangi lainnya. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak Gajah Oling, ini adalah salah satu batik khas Banyuwangi. Dahulu penari Gandrung tidak menggunakan kaos kaki, namun sekitar 1930an penari Gandrung selalu menggunakan kaos kaki putih dalam setiap pertunjukannya.

Gandrung adalah kesenian yang harus benar-benar kita jaga dan lestarikan. Bukan hanya gandrung sebenarnya masih banyak ribuan kesenian yang patut kita lestarikan. Karena disanalah bentuk rasa terimakasih atau balas budi kita terhadap seniman dan pahlawan, tanamkan rasa cinta akan budaya karna dengan budaya hidup menjadi lebih berwarna. Gandrung, gandrungono kota gandrung!. Yuk sama sama kita jaga budaya asli Indonesia. Jika bukan kita siapa lagi!.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun