Mohon tunggu...
Febriani Arifta Dini
Febriani Arifta Dini Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa S1 Ilmu Politik Universitas Airlangga

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Buzzer Politik: Pedang Bermata Dua dalam Kampanye di Media Sosial Twitter

25 Mei 2024   00:32 Diperbarui: 25 Mei 2024   00:33 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemajuan teknologi berdampak besar bagi kehidupan manusia. Teknologi tidak hanya memudahkan manusia untuk berinteraksi, tapi juga menghadirkan berbagai tantangan baru. Salah satu bentuk nyata dari perkembangan teknologi yang menghadirkan tantangan baru adalah kemunculan media sosial (Felicia, 2018). Twitter yakni media sosial dimana pengguna bisa terhubung dan menyebarkan informasi dalam bentuk pesan singkat teks, dengan batasan karakter maksimal. Media sosial Twitter telah menjadi alat yang ampuh untuk kampanye politik. Karakteristik Twitter seperti kemudahan penggunaan, kecepatan penyebaran informasi, dan kemampuan untuk menjangkau audiens yang luas menjadikannya alat yang efektif untuk kampanye politik.

Salah satu faktor penting dalam kampanye media sosial adalah buzzer politik. Dalam konteks politik penggunaan Buzzer memiliki arti yakni individu atau kelompok yang dibayar atau motivasi untuk menyebarkan informasi tertentu, membangun citra politik, dan memanipulasi opini publik di media sosial. Tugas seorang buzzer di Twitter tidak hanya sebatas memposting tweet, tetapi juga melibatkan pelaksanaan kampanye atau penyampaian informasi lebih lanjut kepada para pengikut. Buzzer politik biasanya paling aktif selama periode kampanye politik, seperti Pemilu atau Pilkada. Namun, mereka juga dapat aktif di media sosial pada waktu-waktu lain, seperti saat ada isu politik yang sedang hangat diperdebatkan. Buzzer Biasanya menggunakan akun anonim atau nama samaran untuk menghindari identifikasi (Juditha, 2019). Penggunaan akun anonim atau nama samaran memungkinkan mereka untuk bergerak dengan leluasa dalam menyebarkan informasi yang menguntungkan kandidat atau partai politik tertentu, menyerang lawan politik, dan menciptakan trending topic yang sesuai dengan agenda politik (Maulana & Hastuti, 2022). Kemampuan Buzzer politik untuk menjangkau audiens yang luas dan memicu interaksi di media sosial menjadikannya aset berharga bagi para aktor politik.
Kurangnya regulasi yang mengatur penggunaan buzzer politik di Indonesia menjadi salah satu faktor utama yang memungkinkan maraknya praktik-praktik negatif. Hal ini membuat pengawasan terhadap aktivitas buzzer politik menjadi sulit dan tidak efektif. Peningkatan penggunaan buzzer politik menimbulkan kekhawatiran tentang potensi dampak negatifnya terhadap demokrasi (Daeni, 2023). Buzzer politik seringkali digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah atau hoaks untuk menyerang lawan politik atau membangun citra positif bagi kandidat yang mereka dukung. Hal ini dapat menyesatkan publik dan menghambat proses demokrasi yang didasarkan pada informasi yang akurat dan terpercaya.
Buzzer politik telah menjadi fenomena yang tidak dapat diabaikan dalam era digital. Meskipun mereka dapat menjadi alat yang efektif untuk kampanye politik, namun potensi dampak negatifnya terhadap demokrasi tidak boleh diabaikan. Diperlukan upaya kolektif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat sipil, dan platform media sosial, untuk mengatasi masalah ini dan memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap sehat dan terjaga.
Buzzer politik telah menjadi fenomena yang tidak dapat diabaikan dalam era digital. Mereka menggunakan berbagai strategi, seperti retweet, hashtag, dan konten kreatif, untuk menjangkau audiens yang luas dan mempengaruhi opini publik. Dampak positif buzzer politik terhadap demokrasi termasuk meningkatkan partisipasi politik, meningkatkan kesadaran tentang isu politik, dan mendorong partisipasi dalam diskusi publik. 

Namun, buzzer politik juga dapat memiliki dampak negatif, seperti menyebarkan informasi yang salah dan hoaks, memanipulasi opini publik, dan menekan suara kritis. Mereka dapat menjadi alat yang efektif untuk kampanye politik, tetapi mereka juga dapat digunakan untuk merusak demokrasi. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan literasi media dan kritisisme publik terhadap informasi yang disebarkan oleh buzzer politik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun