Mohon tunggu...
Febriani Ahmad
Febriani Ahmad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Saya merupakan mahasiwa S1 di Universitas Pendidikan Indoensia, prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dampak Kebiasaan Menyontek Terhadap Perkembangan Karakter Siswa

1 November 2023   07:13 Diperbarui: 1 November 2023   07:22 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap siswa memiliki berbagai karakteristik dan kemampuan berbeda-beda. Latar belakang ekonomi, kesehatan, dan mental dapat menjadi salah satu penyebab seseorang siswa memiliki pemahaman belajar yang berbeda. Menyontek merupakan perilaku yang tidak baik, namun sering kali dilakukan dalam pembelajaran bahkan banyak yang sudah menganggap bahwa hal ini biasa saja. Menurut Kurniasih, Limbong, dan Handayani (dalam Florensia, 2020) banyak orang beranggapan bahwa menyontek bukan perilaku negatif dikarenakan tidak ada hukum yang jelas untuk mengatur serta mengurangi perbuatan menyontek.

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) menyontek berasal dari kata sontek yang artinya mengutip (tulisan dsb) sebagaimana aslinya; menjiplak: karena malas belajar. Menurut Gunarsa dalam buku Psikologi Anak Bermasalah (dalam Masada & Dachmiati, 2016, hlm. 230) menyontek juga bisa dikatakan berbohong, atau membohongi diri sendiri, karena tuntutan harus mendapat nilai tinggi di rapor atau untuk menyenangkan hati oran gtuanya dan menutupi kekurangannya, padahal kemampuannya tidaklah demikian. Eric M. Anderman dan Tamera B. Murdock menjelaskan bahwa yang dimaksud menyontek (cheating) adalah melakukan ketidak jujuran atau tidak fair dalam rangka memenangkan atau meraih keuntungan. Berdasarkan beberapa pengertian dari ahli, menyontek adalah suatu perbuatan meniru atau menyalin informasi, jawaban, dan catatan orang lain karena adanya keadaan mendesak yang disebabkan siswa tidak percaya diri dan rendahnya nilai moral yang dimilikinya.

Perilaku menyontek kerap dilakukan dengan tindakan curang yang melibatkan penggunaan informasi atau jawaban yang tidak sah selama ujian atau tugas sekolah. Perilaku tiru meniru kerap kali terjadi dan dilakukan oleh siswa dari jenjang sekolah dasar. Hal ini dapat berasal dari metode belajar yang didapatkan pertama kali oleh anak dari orang tuanya. Metode belajar menirukan atau mencontoh sebagian besar telah diajarkan oleh orang tua di lingkungan sekitar sedari kecil. Perilaku tersebut dapat menjadi sebuah kebiasaan dan terbawa sampai dewasa oleh seorang anak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Masa dan Dachmati (2016) faktor yang memengaruhi siswa melakukan tindakan menyontek adalah karena proses belajar dan pemahaman materi ajar yang tidak efektif, tes dan evaluasi materi tidak mencapai tujuannya, dan tidak ada motivasi siswa untuk belajar. Persaingan yang ketat juga menyebabkan kompetensi sehingga siswa akan melakukan cara apapun untuk mendapatkan nilai yang terbaik. Kemendikbud mencatat kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan Ujian Nasional 2019 tingkat SMA/SMK/MA. Terdapat 202 aduan kecurangan yang dilaporkan melalui WhatsApp. Cara-cara untuk menyontek sangat beragam, seperti saling tukar informasi sesama teman, internet, memasukan catatan, SMS, memotret catatan, mencatat di kertas, badan, meja atau kursi.

Perilaku menyontek biasanya akan muncul saat peserta didik tidak dapat mengerjakan soal, maka tindak kecurangan dilakukan. Perilaku menyontek bila dibiarkan akan berlanjut dan terus dilakukan oleh peserta didik. Hal ini bukanlah sesuatu yang benar karena dapat memberikan berbagai dampak negatif pada perkembangan karakter siswa. Menurut Prihantari (2017) dampak menyontek terhadap kemampuan perkembangan karakter siswa yaitu menurunnya tingkat kepercayaan diri, dengan sering menyontek siswa akan memiliki rasa percaya diri yang rendah serta tidak yakin dengan kemampuannya dalam menghadapi ujian atau tugas. Selain itu, dampak lain dari menyontek yaitu dapat menghambat pengembangan keterampilan belajar, siswa akan lebih memilih untuk melihat catatan kepada temannya dibandingkan memahami materi dan mencari tahu sendiri jawabannya, sehingga hal tersebut membuat kemampuan kognitif siswa tidak berkembang sebagaimana semestinya.

Selain berdampak pada perkembangan karakter siswa, kebiasaan menyontek juga berakibat pada proses belajar siswa. Siswa menjadi malas berpikir dan kurangnya kemandirian dalam belajar. Menurut Charlie Sanlie (2020) alasan utama seseorang melakukan tindakan menyontek adalah adanya ketakutan tidak memenuhi kualifikasi akademis. Siswa yang terbiasa menyontek juga akan cenderung melakukan perilaku curang ini di luar pembelajaran apabila tidak ada penanganan. Dampak lainnya yaitu dapat merusak karakter siswa karena akan mengabaikan kejujuran, menghindari tanggung jawabnya, dan melanggar norma etika. Siswa yang menyontek akan mengakibatkan dampak buruk bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Menurut Putri dan Safrizal (2023) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak

Kebiasaan Menyontek Bagi Perekembangan Karakter dan Proses Belajar Siswa SD/MI” kebiasaan menyontek dapat menganggu proses pembelajaran yaitu siswa mengganggu temannya yang mengerjakan latihan, siswa berjalan jalan, serta siswa cenderung bermain dan mengajak temannya untuk bermain. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti menjelaskan bahwa siswa yang biasa menyontek akan bermain saat tugas diberikan, namun saat akan proses pengumpulan tugas tersebut, maka siswa tersebut akan menyalin tugas temannya yang sudah selesai dikerjakan. Dampak negatif kebiasaan menyontek terhadap perkembangan karakter siswa yaitu menjadi lebih malas belajar, terbiasa untuk berbohong dan berlaku curang, ketergantungan kepada orang lain, dan kebiasaan menyontek ini dapat menular kepada siswa lainnya. Siswa yang tidak pernah menyontek ikut terlibat dalam tindakan menyontek dengan memberikan jawaban kepada temannya.

Menyontek berakibat pada hilangnya kegiatan berpikir kreatif dan kesadaran diri atas baik dan buruknya perbuatan yang telah dilakukan. Nilai moral juga tidak tercermin pada perilaku menyontek ini, karena siswa yang melakukan hal ini biasanya akan meniru kepada orang lain atau temannya yang dirasa lebih pintar dari dirinya, dan mengabaikan kerja keras yang sudah dilakukan oleh temannya itu. Kebiasaan menyontek pada proses belajar adalah musuh perkembangan anak karena sifat jujur, taat, menghargai diri sendiri dan bertanggung jawab tidak dihargai sebagai nilai dasar kehidupan seorang anak (Masada & Dachmiati, 2016).

Siswa melakukan perbuatan menyontek karena mereka menganggap bahwa hal tersebut dapat menjadi cara lain untuk memecahkan kesulitan belajarnya dan memilih hal yang lebih mudah serta instan. Peserta didik tentunya berkeinginan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Seseorang akan mengabaikan nilai kejujuran apabila adanya tujuan yang ingin dicapai, walaupun harus melakukan kecurangan atau kebohongan. Siswa pada saat evaluasi atau ujian berkeinginan untuk mendapatkan nilai yang terbaik melalui cara apapun. Pada umumnya siswa akan belajar dan mempersiapkan terlebih dahulu untuk mengikuti ujian, namun bagi sebagian siswa yang malas dan tidak paham mengenai materi pembelajaran akan lebih memilih cara instan dengan menyontek.

Berdasarkan penelitian Suhandi dan Lestari (2021) dalam artikel yang berjudul “Pengaruh Kebudayaan Menyontek Terhadap Perkembangan Kemandirian Anak: Upaya Pemberantasan Kebiasaan Menyontek di Lingkungan Sekolah” menunjukan bahwa dari 25 responden, semua pernah melakukan kegiatan menyontek berupa tugas dan ulangan dengan persentase 100%. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan menyontek sudah biasa dilakukan pada lingkungan sekolah.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kebiasaan ini adalah dengan meningkatkan kepercayaan kepada diri sendiri, berpikir positif untuk lebih mandiri dan tidak selalu bergantung kepada orang lain. Selain upaya dari diri sendiri, untuk meminimalisir kebiasaan menyontek, lingkungan sosial juga sangat berperan penting. Orang tua harus memberikan pemahaman kepada anaknya mengenai moral dan etika serta tidak menuntut untuk mendapatkan nilai yang sempurna, sehingga peserta didik tidak merasa tertekan dan akan lebih percaya kepada dirinya sendiri. Peranan guru juga sangat diperlukan agar dampak dari perilaku menyontek ini tidak terjadi. Guru membimbing anak menuju kemandiriannya beserta apresiasi yang diberikan agar siswa lebih bisa percaya diri. Menanamkan nilai karakter, pengawasan yang ketat saat ujian, dan sanksi yang lebih tegas dapat menjadi cara atau solusi menghilangkan kebiasaan menyontek pada siswa. Penanganan yang baik juga dapat dilakukan dengan cara menjelaskan dampak dari perbuatan menyontek yang dapat berpengaruh untuk diri sendiri maupun orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun