Dampak Mendidik Anak Usia Dini dengan Kekerasan
Perkembangan anak usia dini merupakan masa kritis anak. Dalam periode ini otak anak akan berkembang sangat pesat dan akan masih bisa berubah sesuai bentukan atau didikan orangtua serta faktor lingkungan. Tumbuh kembang anak juga merupakan prioritas utama bagi para orang tua. Tak heran jika mereka para orangtua menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sempurna, pandai secara akademik, memiliki kemampuan khusus, berprestasi di berbagai bidang, memiliki rasa kepedulian antar sesama, serta taat agama dan lain sebagainya.Â
Demi tercapainya keinginan-keinginan yang diharapkan tersebut, orangtua akan melakukan berbagai hal terhadap anaknya, seperti mengikutkan anak ke tempat kursus atau les, memberikan hadiah jika anak mendapat prestasi sebagai penghargaan, mengajarkan anak pendidikan agama, serta menasihati anak hal hal baik. Cara berbagai orang tua pun yang ditempuh pun berbeda-beda dalam mendidik anak-anaknya. Ada yang menggunakan cara halus dan sabar, dan ada juga yang dengan cara keras. Semua hanya bertujuan agar masa depan anak cerah dan anak menjadi pribadi yang baik.
Menurut berbagai literatur, mendidik anak dengan keras dan kasar bukanlah suatu metode yang tepat. Karena mendidik anak dengan kasar dapat menimbulkan berbagai dampak buruk bagi anak. Anak akan cenderung memiliki kepribadian dan perilaku yang buruk serta akan mudah terkena pergaulan bebas. Hal ini dituturkan oleh Dr. Rochelle Hentges selaku peneliti di Jurusan Psikologi Perkembangan di University of Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat. Menurutnya, kekerasan verbal dan fisik dapat menjadikan anak merasa dirinya tidak dicintai dan tidak diterima dengan baik oleh orangtua mereka.Â
Kekerasan verbal contohnya ialah meneriaki anak. Hal ini sama halnya dengan memarahi, membentak, dan melukai perasaan anak. Sementara mendorong anak, memukul, dan melakukan hal-hal yang mengancam keselamatan anak termasuk dalam kekerasan fisik. Baik kekerasan verbal maupun fisik, meskipun tujuannya untuk kebaikan, bukanlah cara yang tepat.
Ketika anak merasa tidak dicintai dan tidak diterima dengan baik oleh orangtuanya, maka anak tersebut akan mencari lingkungan atau pertemanan baru yang ia merasa nyaman, merasa menerimanya dan mencintainya. Bukan hal yang tidak mungkin jika lingkungan yang menerimanya adalah lingkungan yang buruk untuk perkembangan kepribadian anak tersebut.Â
Anak dapat lebih mengikuti perkataan teman-temannya daripada orangtuanya sendiri. Ia akan lebih senang melakukan berbagai hal bersama teman-temannya daripada dirumah bersama Keluarga. Bahkan, anak dapat dengan santai melanggar aturan. Dalam penelitian Dr. Hentges, ditemukan fakta bahwa kekerasan dalam mendidik anak dapat membuat anak laki-laki cenderung 'nakal'. Sementara untuk anak perempuan, ia cenderung terlibat dalam aktivitas seksual lebih awal yang sangat berisiko. Misalnya, yaitu terdapat seorang anak perempuan SMA yang pergaulan bebas dan melakukan aktivitas seksual hingga hamil dan akhirnya harus melahirkan di usia dini. Setelah ditelusuri rupanya didikan keluarganya cukup keras. Orangtua anak tersebut ialah ahli agama. Anak tersebut juga selalu dididik tentang agama. Namun ternyata anak kurang bisa menangkap ilmu apa yang diajarkan orangtuanya.
Dari kasus tersebut, bisa kita pahami bahwa ang sukses. Meski anak terpendidikan yang keras belum tentu dapat diterima baik pada anak. Mungkin sebagian orangtua yang mendidik dengan keras, anak dapat tumbuh menjadi sosok ysebut sukses dalam karir, belum tentu ia memiliki karakter yang baik. Di samping itu pula, mendidik dengan cara keras belum tentu bisa diterapkan pada semua anak. Ada anak-anak yang jika diperlakukan keras, Â ia akan semakin membangkang. Oleh itu, pendidikan yang keras bukanlah pilihan tepat untuk diterapkan.
Pada anak usia dini merupakan hal wajar karena biasanya masuk pada fase egosentris yang mana sang anak seringkali sulit dinasehati oleh orangtua. Pada fase egosentris anak cenderung berpikir menurut pikirannya sendiri dan seringkali menuntut lingkungan untuk sama dengan jalan pikirannya. Kognitif anak pada usia ini umumnya belum matang. Jika orangtua tidak sadar bahwa anak sedang ada pada fase egosentris, biasanya orangtua akan menganggap anak itu sedang nakal. Oleh sebab itu, orangtua harus lebih sabar dan dapat menghadapi dengan sikap bijak.Â
Sikap bijak yang disarankan oleh banyak ahli adalah tidak dengan menggunakan kekerasan. Sementara itu, jika sang anak sudah tumbuh besar dan cukup umur namun masih sulit untuk dinasehati dan suka membangkang, maka perlu ditelusuri apa yang menjadi penyebabnya. Ada banyak sekali  penyebab anak susah diatur. Beberapa di antaranya seperti keluarga yang tidak harmonis, kurangnya kasih sayang orangtua, banyaknya tekanan dari orangtua dengan berbagai aturan, terlalu dimanja orangtua, lingkungan pertemanan yang tidak baik, lingkungan sekolah dan lainnya.
Selain itu, perlu disadari juga bahwa kepribadian dan karakter anak tumbuh sesuai dengan pengalaman yang dialaminya di masa kecil. Apakah dari kecil orangtua sudah memperlakukannya dengan lemah lembut, sabar, dan penuh kasih sayang? Atau justru malah dengan sikap kasar, otoriterdan sering menyakiti hati anak? Perlakuan orangtua saat anak masih kecil akan terbawa dan akan selalu diingat anak hingga ia besar dan akan mempengaruhi kepribadian anak tersebut nantinya. Jika anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak patuh dan sangat sulit diatur, bisa jadi karena ada kesalahan dalam pendidikan orangtuanya pula. Di samping itu pula, ada juga faktor-faktor lain yang perlu diketahui dalam pertumbuhan anak.Â